Konflik Rempang, Nasib Rakyat Mengambang

 


Oleh Nyimas Eva Sakdiah


Konflik agraria saat ini memang sedang viral, tidak terkecuali di negeri tercinta, bahkan menjadi kasus yang seolah tidak pernah ada habisnya.


 Sebanyak 212 kasus yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia meningkat sepanjang 2022 dibandingkan tahun sebelumnya (kompas, 09/01/2023).


Kali ini konflik agraria terjadi di kota Rempang Batam - Kepulauan Riau. Konflik ini diawali dari Proyek Rempang Eco City yang merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang akan menjadikan seluruh wilayah pulau Rempang dan sebagian pulau Galang dan Subang Mas sebagai kawasan industri, perdagangan dan wisata yang terintegrasi. Proyek ini dimaksudkan untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi negara sebagai upaya pemerintah mendorong peningkatan daya saing Indonesia dari Singapura dan Malaysia. 


Adapun pengembangan proyek Rempang diawali dengan investasi produsen kaca terkemuka dari Cina Xinyi Group yang berkomitmen berinvestasi sekitar Rp. 175 T untuk membangun fasilitas hilirisasi pasir kuarsa dan pasir silika serta ekosistem rantai pasok industri kaca dan kaca panel surya.


Rakyat Rempang dihadapkan pada kebijakan penggusuran. Di atas tanah mereka nanti akan dibangun Rempang Eco City tersebut. Begitu juga di kepulauan Rempang akan dibangun industri silika dan solar panel milik perusahaan Cina. Akibatnya konflik pun pecah, warga yang tidak terima dengan kebijakan penggusuran oleh pemerintah, berusaha sedemikian rupa mempertahankan lahan mereka yang ternyata dihalau oleh aparat keamanan dengan cara kekerasan.


Nasib Rakyat Mengambang


Terkait konflik Rempang pemerintah pun memberikan instruksi pengosongan lahan yang diberi tenggang waktu hingga 28 September 2023, tentu saja ini menjadikan nasib rakyat Rempang mengambang. Hal seperti ini wajar terjadi karena pemerintah menggunakan cara Domain Verklaring, yakni negaraisasi lahan artinya rakyat Rempang yang tidak memiliki bukti kepemilikan secara otomatis beralih menjadi milik negara.


 Dengan kepemilikan negara tersebut, negara berwenang mengolah lahan, begitu juga jika ingin menyerahkan lahan tersebut kepada pihak lain/asing. Domain Verklaring menjadikan kepemilikan lahan bergantung pada selembar kertas (sertifikat). 


Di sisi lain kepemilikan lahan secara turun menurun dan telah dihuni selama ratusan tahun bisa diklaim milik negara. Sehingga hal ini menjadikan rakyat rempang terancam kehilangan tempat tinggal bahkan mungkin pula kehilangan pekerjaan, kehilangan sanak keluarga dan tetangga serta hal-hal lainnya.


Padahal berdasarkan teori demokrasi, seharusnya kedaulatan ada di tangan rakyat. Namun nyatanya tidak begitu, kasus ini justru menunjukkan bahwa di dalam sistem kapitalis demokrasi kedaulatan justru ada di tangan pengusaha. 


Begitulah ketika sistem kapitalisme yang diterapkan. Sistem ini telah melegalkan kebebasan kepemilikan, artinya siapa saja berhak memiliki tanah selama mereka mampu membelinya sekalipun tanah tersebut mengandung kepemilikan umum yang mana harusnya dapat dimanfaatkan oleh seluruh rakyat. Bahkan dalam kasus Rempang ini negara sampai mengerahkan militer untuk menggusur warga dari kampung halamannya sendiri. Dari sini jelas sudah bahwa sistem kapitalisme ini telah menomor satukan pengusaha kapitalis dibanding rakyatnya. 


Islam Melindungi Kepemilikan atas Lahan


Berbeda dengan sistem hukum lahan yang diterapkan negeri ini, justru di dalam Islam, syariah  akan melindungi harta masyarakat secara total, termasuklah lahan. Islam mengatur skema kepemilikan lahan dengan adil sehingga warga bisa memilki lahan melalui pemberian seperti hadiah atau hibah dan warisan. Syariat Islam juga membolehkan negara melakukan membagikan lahan kepada warga secara cuma-cuma. 


Sebagaimana Rasulullah saw.  misalnya, pernah memberikan tanah kepada beberapa orang dari Muzainah atau Juhainah. Beliau pun pernah memberikan suatu lembah secara keseluruhan kepada Bilal Bin Al-Harits Al-Mazani.

Tidak hanya itu syariah Islam juga membolehkan bahwa warga bisa memiliki  lahan tak bertuan, yang tidak ada pemiliknya. Rasulullah saw. bersabda :  "Siapa saja yang menghidupkan tanah mati maka tanah itu menjadi miliknya dan tidak ada hak bagi penyerobot tanah yang zalim (yang menyerobot tanah orang lain)" (HR at-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ahmad). 


Dengan demikian lahan yang tidak ada pemiliknya, lalu dihidupkan oleh warga dengan cara ditanami, misalnya, atau didirikan bangunan di atasnya, atau bahkan dengan sekadar dipagari, maka otomatis lahan itu menjadi miliknya.


Adapun terkait lahan-lahan yang digunakan dalam pembangunan pun dikembalikan pada status lahan yang mengikuti konsep pengaturan tanah dalam islam. Islam telah menegaskan setiap lahan atau tanah sudah memiliki status kepemilikan yang ditetapkan oleh Allah Swt. 


Adapun tiga jenis kepemilikan tanah tersebut, yaitu:

1. Tanah yang boleh dimiliki oleh individu seperti tanah pertanian atau ladang perkebunan.


2. Tanah yang merupakan kepemilikan umum seperti tanah yang di dalamnya terdapat harta milik umum seperti tanah tambang, hutan dan berbagai infrastruktur umum. 


Terkait kepemilikan umum ini, Islam melarang penguasaan atau privatisasi yang diberikan kepada korporasi atas tanah milik umum. Dengan begitu akan menghalangi akses bagi orang lain untuk memanfaatkan tanah tersebut yang memicu terjadinya konflik.


3. Tanah milik negara yakni tanah yang tidak berpemilik, atau tanah yang di atasnya terdapat bangunan milik negara. Tanah ini wajib dikelola oleh negara sepenuhnya.


Adanya pengaturan seperti ini tentu menjaga kepemilikan seseorang atas tanah sekalipun tidak mempunyai surat-surat tanah. Karena kepemilikan itu sudah ditunjukkan dengan pengelolaan atas tanah tersebut.


Maka apabila negara ingin melakukan pembangunan di atas tanah milik warga maka negara harus mendapat izin dari warga yang bersangkutan. Jika warga menolak, negara tidak boleh memaksakan. Artinya negara tidak boleh mengambil kepemilikan individu tanpa keridhaan rakyat yang bersangkutan.


Begitulah pengelolaan tanah dan pembangunan dalam negara Islam yang akan membawa keadilan, rahmat dan kesejahteraan bagi rakyat.    


Wallahu a'lam bishawab

Post a Comment

Previous Post Next Post