Konflik Rempang Hak Rakyat Terganyang

 


Oleh Suherti

Aktivis Dakwah

 

Setelah konflik antara pemerintah dan rakyat yang terjadi mengenai kasus pembebasan tanah  pada saat pembangunan Bendungan Wadas di Jateng, sekarang pemerintah mengulang kembali konflik masalah tanah kepada masyarakat Rempang walaupun saat ini berdamai.  Akan tetapi, tetap saja masyarakat Rempang saat ini masih dilanda ketakutan dan kecemasan walaupun rencana awal pada Kamis (28/09) Pulau Rempang batal dikosongkan, dikarenakan pemerintah terkesan hanya mengulur waktu, seperti penyataan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia bahwa rencana pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang  Eco City tetap berjalan, tapi pemerintah memberi waktu lebih untuk sosialisasi, yang berarti rencana pembangunan Pabrik Kaca terbesar kedua di dunia milik Xinyi Group Investor asal China, dan akan dikembangkan sebagai kawasan industri perdagangan dan wisata dengan investasi fantastis Rp174 triliun akan tetap berjalan dengan atau tanpa adanya persetujuan masyarakat Rempang  (BBC New Indonesia, 28/09/2023).

 

Beginilah gambaran gelap sistem kapitalis tentang tata kelola tanah, pemerintah tidak segan-segan merampas hak rakyatnya dengan dalih untuk pembangunan demi kepentingan dan kemajuan serta kesejahteraan rakyatnya, walaupun seringkali membuat air mata rakyatnya mengalir deras. Padahal di dalam UUD 1945 dan UU Agraria yang diadopsi oleh negara mengatur pengadaan tanah untuk pembangunan adalah terpenuhinya  rasa kemanusiaan, keadilan, kepastian, keterbukaan, kesejahteraan, kemanfaatan, kesepakatan, keikutsertaan, dan keselarasan sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam berbangsa dan bernegara. Sehingga konflik pemerintah dan Masyarakat Rempang telah melanggar UUD 1945.

 

Sistem kapitalis memandang hal seperti itu wajar saja terjadi karena yang penting ada manfaat apapun boleh dilakukan karena dalam sistem ini yang berkuasa adalah uang, tidak ada batasan mana lahan yang milik umum dan mana lahan yang milik khusus, maka jika  lahan yang seharusnya milik umum bisa dikuasai oleh individu, maupun swasta yang penting ada uang.

 

Rasulullah saw  bersabda,

"Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah yang kelak pada hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara yang baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin." (HR. Muslim)

 

Hal ini jelas berbeda dengan Islam yang membagi kepemilikan ada lahan yang boleh dimiliki oleh individu dan ada lahan milik umum yang tidak boleh dimilik oleh individu maupun swasta. Dengan adanya pembagian kepemilikan tersebut, maka siapa pun tidak boleh memiliki lahan yang sudah ditentukan sebagai milik umum meskipun telah diberikan izin oleh negara. Selain itu, Islam juga menetapkan bahwa kepemilikan lahan bersatu dengan pengelolaannya sehingga walaupun seseorang memiliki lahan secara sah, tetapi jika tidak dikelola selama tiga tahun maka hak kepemilikan atas tanah tersebut langsung hilang, sehingga pemilik lahan dalam Islam wajib mengelola lahannya, jika tidak mampu mengelolanya maka negara berhak mengambilnya. Demikian sebaliknya, jika seseorang menemukan tanah yang tidak tampak ada pemiliknya maka boleh dimiliki dan dikelola dan negara tidak punya hak untuk merampasnya, pengaturan semacam inilah yang akan menjaga kepemilikan lahan oleh individu.

 

Islam begitu detil mengatur dan menjaga kepemilikan sehingga tidak menyakiti dan menzalimi rakyatnya sendiri, kesejahteraan dan ketentraman akan terwujud dengan pengaturan yang sesuai dengan aturan syarak yang datang dari Sang Maha Pengatur yang menciptakan manusia berserta aturannya yaitu Allah Swt.

 

Wallahualam bissawab

Post a Comment

Previous Post Next Post