KONFLIK AGRARIA, NEGARA MEMBELA SIAPA?


OLEH : RIFDATUL ANAM


Bentrokan yang terjadi di rempang Batam setelah warga menolak relokasi untuk pembangunan kawasan rempang ECO CITY telah menambah daftar panjang konflik yang terjadi di Indonesia. Terus berulangnya konflik-konflik ini menimbulkan pertanyaan besar, dimanakah negara berpihak?


Konsorium Pembaruan Agraria (KPA) telah mencatat ada 2.710 kejadian yang berkaitan dengan konflik Agraria dalam kurun waktu 9 tahun yaitu sepanjang 2015 sampai dengan 2023 pemerintahan Presiden Joko Widodo akibat proyek strategis nasional (PSN). Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika menjelaskan konflik agraria itu terjadi akibat proyek-proyek strategis nasional, yang terjadi di seluruh sektor pembangunan baik sektor infrastruktur, pembangunan properti, pertanian, agribisnis, pesisir, dan tambang," kata Dewi dalam diskusi Peringatan Hari Tani Nasional 2023 yang disiarkan daring pada hari Minggu. (KOMPAS, 24-9-2023)


Konflik Agraria yang terjadi di berbagai wilayah ini berdampak pada 5,8 juta hektare tanah yang menjadi sumber penghidupan sekitar 1,7 juta keluarga. Sebanyak 77 orang menjadi korban penembakan oleh aparat, 842 orang terseret ke meja hijau, bahkan konflik ini memakan korban jiwa sebanyak 29 orang hanya karena mempertahankan haknya.


Terjadinya konflik agraria ini telah memakan waktu yang cukup lama, dan jelas pihak yang paling dirugikan adalah rakyat. Janji-janji yang diucapkan penguasa hanya manis di bibir saja. Ganti rugi yang diberikan tidak sesuai dengan harga tanah dan hak-hak rakyat yang telah dirampas. Malah sebaliknya, rakyat semakin teraniaya dan mendapat perlakukan keji serta sering kali berakhir dengan kekerasan.


Sungguh malang nasib rakyat negeri ini, negeri kaya tapi rakyat menderita. Namun negara abai dan tak peduli, lebih memilih para investor untuk kepentingan diri sendiri. Dengan  mengatasnamakan Proyek Strategi Nasional (PSN) yang dapat memakmuran rakyat, negara menjadi regulator bagi para oligarki untuk memuaskan nafsunya. Nyatanya proyek-proyek ini menunjukan penguasa yang "lapar tanah" dan bermuara pada liberalisasi sektor industri yang mengorbankan rakyat.


PSN yang sedang berjalan ini secara tidak langsung seperti menggunakan cara Domain Verklaring, dimana cara ini di pakai untuk menguasai lahan tanah seseorang yang tidak dapat membuktikan bahwa tanah itu miliknya,  dengan otomatis akan menjadi milik negara dan negara berhak mengelola bahkan menyerahkan tanah tersebut kepada pihak lain, seperti para oligarki dan investor. Padahal yang kita ketahui bahwa tanah-tanah itu adalah milik rakyat yang bermukim di daerah tersebut. Pengambilan tanah secara paksa adalah perbuatan yang dzalim apalagi menggunakan aparat untuk melawan rakyat.


Pembangunan-pembangunan kapitalistik yang bersembunyi di balik kata investasi dalam sistem ini menjadi penyebab konflik agraria. Dalam sistem ekonomi kapitalisme, investasi menjadi alasan negara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang akan menguntungkan rakyat, tapi sampai saat ini rakyat tak merasakan hasilnya dan hanya bisa gigit jari. Jelas bukan rakyat yang di bela oleh negara tapi para investor.


Dalam islam,  masalah pertanahan di atur  sebab kepemilikannya, pengelolaan dan pemanfaatannya. Hak kepemilikan tanah untuk individu ada 5 cara, yakni menghidupkan tanah mati tanpa pemilik baik individu atau negara, kemudian atas pemberian negara kepada yang membutuhkannya, jual beli, warisan dan hibah.

Jika negara ingin membebaskan tanah milik individu untuk kepentingan publik harus membelinya terlebih dahulu dengan keridhaan pemiliknya dan memberi dengan harga yang pantas bukan merampas secara paksa. 

Allah SWT berfirman :

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian secara batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka diantara kalian". (TQS. An Nisa 29)


Saat pemerintahan khalifah Umar bin khattab yang ingin memperluas mesjid Nabawi, ketika itu ada tanah milik yahudi yang berada di sekitar mesjid tapi sang pemilik menolak untuk menjualnya maka sang pemimpin pun tidak memaksa menggusur dan dengan sabar menunggu hingga pemiliknya bersedia menjual tanahnya. Begitulah dalam sistem islam, negara menjadi pelindung dan tidak berlaku dzalim terhadap rakyatnya.


Tanah milik publik dalam islam adalah hak semua orang bukan milik negara maupun milik pejabat negara, sehingga tidak boleh diperjualbelikan kepada pihak swasta. Islam juga melarang melakukan pembangun melalui investasi yang mengandung riba karena akan  menimbulkan efek mudarat bagi masyarakat dan negara.

Wallahu'alam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post