Oleh Siti Maryam
Ibu Rumah Tangga
Nasib penderitaan rakyat Palestina terus berlanjut hingga saat ini. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu resmi menyatakan perang terbuka. Perang tersebut dideklarasikan setelah mujahidin Hamas meluncurkan 5000 roket dan serangan darat terhadap Yahudi Israel. Hamas secara mengejutkan melakukan serangan besar-besaran dan mengirim puluhan anggotanya untuk melintasi perbatasan negara yang dijaga ketat. Hal ini menjadi sebuah unjuk kekuatan besar-besaran di hari libur besar yang membuat Yahudi Israel lengah. Komandan militer Hamas, Mohammad Deif, mengumumkan operasi ini melalui siaran media Hamas. (voaindonesia.com, 07/10/23)
Serangan kejutan Hamas terhadap Israel mengakibatkan sedikitnya 40 warga Israel tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Merespon atas serangan tersebut, Perdana Menteri Israel mengerahkan pasukan militer sekaligus pasukan cadangan untuk melancarkan serangan balasan. Akibat serangan balasan tersebut, sekitar 198 warga Palestina tewas dalam serangan udara yang menghantam Kota Gaza. Jumlah korban dari pihak warga Palestina pun diperkirakan semakin meningkat mengingat operasi militer Yahudi Israel semakin membabi buta.
Penderitaan rakyat palestina tidak berhenti sampai di sana. Ancaman kematian pun datang menghantui sekitar 2 juta warga Kota Gaza akibat pemutusan secara sengaja akses air dan listrik. Selain itu, penjajah Yahudi Israel melakukan penutupan gerbang penyaluran bantuan dari berbagai sisi. Blokade ini menjadikan Gaza ibarat penjara terbesar di dunia yang mengancam jiwa orang-orang di dalamnya.
Pecahnya perang di antara Israel dan Palestina tentunya tidak lepas dari sorotan media terutama media-media barat. Media barat menggambarkan perjuangan heroik para mujahidin Hamas melawan penjajah Yahudi Israel sebagai aksi terorisme. Padahal, serangan Hamas ini merupakan bentuk upaya balasan terhadap kekejaman Yahudi Israel yang selama puluhan tahun telah merebut hak atas tanah Palestina.
Melihat kepada Sejarah, Palestina merupakan tanah air kaum Muslim dan telah berabad-abad menjadi bagian dari wilayah Islam. Wilayah Yerusalem telah menjadi bagian dari negeri Islam dengan status sebagai tanah kharaj sejak dibebaskan pada era kekhilafahan Umar bin al-Khaththab ra. pada tahun 637 M.
Sejak dibebaskan pada era kekhilafahan Umar bin al-Khaththab ra., kaum muslimin terikat dengan kaum Nasrani Yerusalem untuk melindungi negeri tersebut lewat Perjanjian Umariyah. Dalam perjanjian tersebut khilafah berkewajiban memberikan jaminan kepada kaum Nasrani baik terkait harta, jiwa dan ibadah mereka. Khilafah juga diminta untuk tidak mengizinkan orang-orang Yahudi tinggal bersama kaum nasrani dan kaum muslim di Yerusalem. Khalifah Umar kemudian menjamin tidak ada satu pun orang Yahudi yang lewat dan bermalam di wilayah tersebut. Perjanjian khalifah Umar dengan kaum Nasrani Yerusalem ini mengikat kaum muslim hari ini bahkan hingga akhir zaman. Dengan alasan inilah, haram hukumnya mengakui keberadaan negara Yahudi penjajah di Palestina. Sebagaimana haram mengambil solusi dua negara yang diusulkan negara-negara Barat dan PBB. Semua itu hakikatnya sama dengan mengakui keberadaan kaum Yahudi penjajah di tanah kaum muslim.
Jika dihitung sejak pendudukan Israel sekaligus pendirian negara Yahudi di Palestina pada tahun 1948 hingga hari ini, maka tragedi Palestina sudah berumur sekitar 75 tahun. Selama itu pula sudah tak terhitung korban di pihak rakyat Palestina oleh kebiadaban Yahudi Israel tersebut.Yahudi terus melakukan kekejaman demi kekejaman terhadap rakyat Palestina seolah tak pernah akan berhenti. Terus berulang dari waktu ke waktu. Bahkan hingga hari ini.
Kondisi memilukan yang dihadapi oleh rakyat Palestina seperti dibiarkan begitu saja, termasuk oleh para pemimpin dunia Islam. Mereka seperti sudah merasa puas hanya dengan memberikan bantuan logistik atau membuka penampungan, yang tidak akan pernah menyelesaikan akar persoalannya, yaitu agresi militer dan aksi genosida oleh Yahudi penjajah. Padahal, para pemimpin muslim tersebut memiliki kekuatan militer yang besar.
Karena itu umat harus betul-betul sadar akan kebutuhan terhadap hadirnya khalifah dan institusi khilafah. Keberadaan khilafah ini akan menjadi junnah (perisai) bagi umat Islam, khususnya dan bagi umat manusia umumnya. Apa yang terjadi pada Yahudi Bani Qainuqa di Madinah dimana Rasulullah saw. menyatakan perang dan melakukan pengusiran terhadap mereka, juga penaklukan Amuriah wilayah kekuasaan Romawi pada masa Al-Mu'tashim Billah di era Khilafah Abbasiyyah merupakan dua peristiwa besar yang tercatat dalam sejarah kegemilangan Islam sebagai bentuk tanggung jawab pemimpin Islam dalam menjaga kehormatan rakyatnya.
Oleh karena itu, kehadiran khalifah dan institusi khilafah merupakan solusi hakiki untuk menyelesaikan penderitaan yang dialami oleh kaum muslim, Palestina khususnya, dan umumnya untuk melindungi kaum muslimin yang ada di seluruh dunia. Selain itu, penegakkan khilafah merupakan bentuk pelaksanaan kita atas kewajiban penerapan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan, karena hanya dengan institusi khilafahlah penerapan syariat Islam dapat dilakukan.
Wallahu'alam..
Post a Comment