Ummu Qianna - Sahabat literasi
Saat ini, proyek kereta cepat telah berhasil diselesaikan. Presiden Indonesia sebentar lagi akan mengeluarkan izin untuk pengoperasian kereta cepat ini. Namun, dibalik kesuksesan proyek tersebut, terdapat permasalahan serius terkait pembangunan infrastruktur ini, yaitu pembengkakan hutang pada investor asing.
Pemerintah, melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani, segera mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 89/2023 mengenai Pedoman Pelaksanaan Penyediaan Jaminan Pemerintah untuk Mendukung Pencapaian Cepat Infrastruktur dan Fasilitas Kereta Cepat antara Jakarta—Bandung.
Langkah tegas ini adalah bentuk jaminan yang diberikan oleh pemerintah untuk memastikan pendanaan tambahan dan/atau penyesuaian biaya (cost overrun) dalam proyek tersebut. Peraturan tersebut mulai berlaku setelah diumumkan pada tanggal 11 September 2023.
Dilansir dari inilah.com penjaminan pemerintah adalah bentuk jaminan yang disediakan oleh Menteri Keuangan atas nama pemerintah, baik secara langsung atau bersama-sama dengan lembaga penjaminan infrastruktur yang ditunjuk, untuk menjamin pemenuhan kewajiban keuangan yang terjamin kepada penerima jaminan. Ini dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat pelaksanaan prasarana dan fasilitas kereta cepat antara Jakarta dan Bandung.
Penjaminan pemerintah mencakup seluruh kewajiban keuangan yang mungkin timbul dari PT KAI kepada kreditur sebagai akibat dari peningkatan biaya dalam proyek tersebut. Ini mencakup jumlah pokok pinjaman, bunga pinjaman, dan/atau biaya lain yang muncul dalam konteks perjanjian pinjaman. Tentunya untuk mendapatkan penjaminan terdapat syarat-syarat tertentu.
Pembengkakan biaya ini tidak hanya meningkatkan jumlah hutang yang harus ditanggung, tetapi juga berdampak pada harga tiket yang akan dipasarkan. Tiket yang pada awalnya akan mendapatkan subsidi akhirnya akan kehilangan subsidi tersebut. Bahkan dilansir dari cnbcindonesia.com, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi menegaskan tidak ada subsidi tarif atau Public Service Obligation (PSO) untuk Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB).
Sejak awal, tujuan dari pembangunan KCJB bukanlah untuk kepentingan publik, melainkan untuk kepentingan bisnis, yang sayangnya melibatkan campur tangan perusahaan swasta asing. Akibatnya, kelangsungan fungsi KCJB sebagai fasilitas publik juga akan berada di bawah kendali pihak asing.
Jika dicermati seksama, proyek strategis yang dimiliki oleh negara seharusnya memberikan manfaat kepada masyarakat. Implementasinya juga seharusnya tidak dipaksakan, melainkan harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Namun, dalam kasus proyek KCJB, proyek ini dikendalikan oleh pihak-pihak kapitalis bahkan menjadi bagian dari mega proyek transnasional Cina, yaitu One Belt One Road (Jalur Sutra Modern Abad ke-21). Oleh karena itu, tidak mengherankan jika arah proyek ini lebih berorientasi pada bisnis dan profit, daripada memprioritaskan kepentingan masyarakat.
Dalam Islam, kereta adalah sarana publik yang digunakan oleh semua orang. Oleh karena itu, semua komponen infrastruktur yang terkait dengan pembangunannya juga dianggap milik publik secara umum.
Pengelolaannya harus didasarkan pada prinsip kepentingan umum yang terbesar, dan tidak boleh ada motif bisnis, privatisasi, atau kapitalisasi dalam bentuk apapun. Oleh karena itu, ketika fasilitas publik ini telah dibangun, tidak diperbolehkan untuk mengenakan biaya kepada masyarakat saat mereka menggunakannya, seperti biaya tol atau tarif perjalanan.
Jika dalam proses pembangunan ada potensi sengketa lahan, penguasa tidak diperbolehkan untuk memaksa pengambilalihan tanah dari individu. Hal ini sejalan dengan prinsip perlindungan hak dan kepemilikan individu yang juga ditegakkan dalam Islam.
Di sisi lain, Islam memandang pembangunan infrastruktur atau fasilitas umum harus tetap mempertimbangkan kebutuhan masyarakat. Jika suatu proyek pembangunan tidak dianggap sangat dibutuhkan oleh masyarakat, maka tidak perlu dilakukan.
Wallahu’alam bii shawwab
Post a Comment