(Mahasiswi & Aktivis Dakwah)
Dua panti asuhan di Medan diduga melakukan eksploitasi anak lewat live TikTok. Mereka mengeksploitasi anak-anak yang diasuhnya dengan cara melakukan live TikTok dan meminta donasi dari netizen. Total korban eksploitasi dari dua panti asuhan itu ada 41 anak. Salah satu panti asuhan yang terlibat dalam kasus ini adalah panti asuhan di Jalan Pelita, yang pengelolanya berinisial ZZ. Ia mengaku mendapatkan uang sekitar Rp 20 juta hingga Rp 50 juta per bulan dari live TikTok. Dilansir dari detik pada Rabu (27/09/2023).
Membaca hal ini tentunya kita, baik sebagai orang tua, mahasiswa, atau terlebih lagi manusia seharusnya merasa prihatin juga marah dengan fenomena eksploitasi anak yang terjadi di Indonesia. Sebab nyatanya bukan hanya sekali ataupun dua kali hal seperti ini terjadi. Tetapi kasus eksploitasi anak seakan mudah menguap dan terlupakan begitu saja.
Padahal jika kita melihat data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pada tahun 2020 saja terdapat 3.086 kasus pelanggaran hak anak di Indonesia, di mana 1.147 kasus diantaranya merupakan kasus eksploitasi anak. Jumlah ini meningkat 25 persen dibandingkan tahun 2019 yang mencapai 2.460 kasus.
Angka Kasus Eksploitasi Anak Terus Meningkat
Meningkatnya kasus eksploitasi anak di Tanah Air membuat bulu kuduk kita merinding. Bahkan hal ini semakin diperburuk dengan daftar panjang kasus eksploitasi anak yang sukses merampas hak dan harapan dari anak-anak kecil ini. Sebagai gambaran di tahun 2021 hingga 2023, jumlah anak yang tereksploitasi pada kasus pekerjaan berat, perdagangan orang, seks komersial, pengemis, pengamen, hingga pengasong di Indonesia bagaikan gedung pencakar langit yang tinggi menjulang.
Sekitar 11 juta anak-anak Indonesia saat ini rentan tereksploitasi secara ekonomi sebagai pekerja anak. Mayoritas pekerja anak ditemukan di wilayah timur Indonesia seperti Kepulauan Sulawesi, Nusa Tenggara dan Papua.
Adapun sekitar 500.000 anak di Indonesia, menyatakan pernah menjadi korban eksploitasi seksual dan perlakuan yang salah di dunia maya dalam setahun terakhir. Selain itu, sebagian besar kasus perdagangan orang yang melibatkan anak juga berkaitan dengan seks komersial.
Bukan Iseng, Mereka Tereksploitasi
Sesunggunya, anak-anak yang telah dieksploitasi menjadi pengemis, pengamen dan pengasong ini bukan sedang melakukan kegiatan iseng atau permainan di dekat lampu merah. Anak-anak ini telah dieksploitasi kehidupannya demi mengumpulkan pundi-pundi rupiah.
Meskipun tidak ada data resmi mengenai jumlah anak pengemis, pengamen dan pengamen di Indonesia. Namun, menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Universitas Indonesia pada tahun 2019, diperkirakan ada sekitar 10.000 hingga 15.000 anak pengemis di wilayah Jakarta saja.
Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada pada tahun 2018, diperkirakan ada sekitar 2.000 hingga 3.000 anak pengamen di Yogyakarta. Lalu seakan memperjelas fenomena lebih dahulu terdapat penelitian yang dilakukan oleh Universitas Padjadjaran pada tahun 2017, yang memperkirakan sekitar 1.500 hingga 2.000 anak pengasong di Bandung.
Eksploitasi Anak Merusak Peradaban
Eksploitasi anak terus terjadi dengan berbagai mekanisme, termasuk cara haram demi mendapatkan keuntungan. Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan eksploitasi anak masih belum terselesaikan bahkan cenderung terus merajalela dari waktu ke waktu di Indonesia.
Dampak dari eksploitasi anak sangat merugikan bagi perkembangan fisik, mental, sosial, dan moral anak. Anak-anak yang dieksploitasi akan mengalami trauma psikologis, gangguan kesehatan, penurunan prestasi akademik, hilangnya masa kanak-kanak, serta rentan terhadap kekerasan, penyalahgunaan narkoba, dan penyakit menular seksual.
Dalam beberapa kasus, korban eksploitasi ini dapat pula tumbuh menjadi pribadi yang memiliki kemiripan dengan pelaku sehingga menambah parah kondisi bagi anak-anak di masa yang akan datang. Sebab tak ada lagi ruang aman bagi mereka. Bayangkan jika anak-anak kita sendiri yang mengalami nasib seperti itu. Apakah kita akan diam saja?
Siapa yang Bertanggung Jawab?
Maka upaya-upaya untuk mengatasi eksploitasi anak harus dilakukan secara komprehensif dan kolaboratif oleh semua pihak yang terkait seperti masyarakat sipil, lembaga perlindungan anak, media massa, akademisi, keluarga, dan terkhusus lagi pemerintah.
Pemerintah memiliki tugas penting dalam mengatasi eksploitasi anak karena pada dasarnya pemerintah memiliki kewenangan untuk membuat dan mengimplementasikan kebijakan, program, dan regulasi yang berkaitan dengan perlindungan anak.
Selain itu, kita juga tak boleh lupa bahwa pemerintah adalah pihak yang bertanggung jawab untuk melindungi, memenuhi, menghormati, dan menegakkan hak-hak anak. Sebagaimana Allah Swt. berfirman perihal hak bagi seorang anak yang harus dipenuhi misalnya dalam aspek perlindungan.
Allah Swt. berfirman dalam QS. An-Nisa ayat 9 yang artinya, “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.
Peran Keluarga dan Negara Menjaga Anak
Dan hal ini tentu bukan hanya menjadi tugas bagi lingkup keluarga saja namun melibatkan penguasa yakni pemerintah yang secara mutlak memiliki kekuasaan dan kewajiban untuk dapat menjamin dan memberikan perlindungan terhadap anak-anak untuk bisa bernafas tanpa sesak, bermain tanpa takut, dan belajar tanpa cemas dikejar. Dalam Hadis Riwayat Imam Tirmidzi, Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa yang tidak berkasih sayang kepada anak-anak kecil dan tidak menghormati orang-orang tua, maka bukan termasuk golongan kami”.
Islam memandang bahwa negara perlu memiliki berbagai mekanisme dalam rangka memberikan perlindungan kepada anak termasuk dengan cara jaminan kesejahteraan, pendidikan kepribadian Islam, dan pemberian sanksi yang menjerakan bagi pelaku kejahatan.
Pertama, jaminan kesejahteraan, negara harus memastikan bahwa anak-anak mendapatkan kebutuhan dasar mereka seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, kesehatan, dan kebersihan. Selain itu, negara harus memberantas kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan sosial yang dapat menyebabkan anak-anak rentan terhadap eksploitasi ekonomi.
Kedua, pendidikan kepribadian Islam sebagai mekanisme perlindungan anak yang bertujuan untuk membentuk karakter dan akhlak anak-anak sesuai dengan ajaran Islam. Termasuk dalam poin ini negara juga mengawasi kurikulum dan metode pendidikan agar sesuai dengan nilai-nilai Islam. Selain itu, negara harus mendukung peran orang tua, guru, ulama, dan tokoh masyarakat dalam memberikan bimbingan dan teladan bagi anak-anak.
Ketiga, pemberian sanksi yang menjerakan bagi pelaku kejahatan, untuk memberantas tindak pidana yang merugikan anak-anak. Negara harus menegakkan hukum yang tegas dan adil terhadap pelaku kejahatan. Negara juga harus memberikan perlindungan hukum bagi anak korban kejahatan, seperti bantuan hukum gratis, pemulihan psikologis, rehabilitasi sosial, dan reintegrasi keluarga.
Dengan demikian, peran negara dalam perlindungan anak menurut Islam adalah sangat penting dan strategis. Negara harus bertanggung jawab untuk menjaga hak-hak anak dan melindungi mereka dari segala bahaya. Negara juga harus bekerja sama dengan orang tua, masyarakat, lembaga perlindungan anak, media massa, akademisi, maupun anak-anak sendiri dalam upaya perlindungan anak. Dengan begitu, anak-anak dapat tumbuh menjadi generasi yang sehat, cerdas, beriman, dan bertakwa.
Post a Comment