Oleh Dina
Aktivis Muslimah
Kurang lebih 10.000 masyarakat pulau Rempang harus mengosongkan lahan pada tanggal 28 September 2023, tetapi upaya ini batal dilaksanakan. Walaupun pengosongan lahan batal dilaksanakan, tapi masyarakat Rempang masih merasa cemas dan waspada. Pasalnya ini bukanlah pembatalan melainkan memperpanjang jangka waktu sampai batas yang belum ditentukan. Rencana pembangunan proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco-City tetap berjalan, hanya saja pemerintah memberi waktu lebih, ungkap menteri investasi Bahlil Lahadalia (BBC. Indonesia, 28-9-2023)
Masyarakat tetap menolak untuk direlokasi karena lahan yang dijanjikan sebagai lahan pengganti nyatanya belum siap. Masyarakat takut ini hanya janji manis pemerintah. Pulau Rempang bukanlah pulau kosong, masyarakat sudah mendiami pulau ini puluhan tahun secara turun menurun. Bahkan masyarakat di kampung-kampung tua pulau Rempang mempunyai KTP dan membayar pajak bumi dan bangunan. Bahkan presiden Joko Widodo dulu menjanjikan akan memberi sertifikat untuk kampung tua di Rempang-Batam. Namun janji tinggallah janji.
Fakta konflik agraria yang sering terjadi saat ini dalam pembangunan infrastruktur pemerintah yang merupakan fenomena gunung es. Relokasi sebagai solusi konflik agraria ini juga menjadi masalah bagi masyarakat. Sebab mereka akan kehilangan rumah dan mata pencaharian. Yang tadinya mereka bermata pencaharian di lahan itu, kini menjadi tidak ada.
Hal ini tak lepas dari arah pembangunan negara ini yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi melalui jalan investasi. Undang-Undang Cipta Kerja yang baru disahkan beberapa waktu lalu tentang penggunaan lahan untuk proyek strategis nasional dalam rangka mendukung pembangunan infrastruktur makin memudahkan para oligarki. Pemerintah dalam hal ini menunjukkan jati dirinya yakni sebagai regulator yang hanya berpihak pada kepentingan korporasi bukan melayani rakyat.
Inilah ketidakadilan penguasa dalam menerapkan
sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme yang membuat penguasa lebih berpihak
kepada pemilik modal tanpa memikirkan keadaan rakyat. Ini adalah bukti nyata
rusaknya sistem kapitalisme.
Berbeda jika negara yang menerapkan sistem Islam, tidak ada tawar menawar dan kompromi. Semua permasalahan akan diselesaikan oleh negara sesuai dengan hukum syarak. Adapun pembangunan infrastruktur adalah tugas negara. Dalam Islam, negara akan menutup investasi asing yang berbau ribawi.
Negara akan mendanai pembangunan secara mendiri dari kas negara yang bersumber dari harta kepemilikan umum. Sehingga negara tidak akan mengalihkan perannya kepada individu karena hal itu termasuk pelanggaran syariat. Karena fungsi negara dalam sistem Islam adalah sebagai pengatur urusan rakyat. Semua yang dilakukan negara adalah untuk kemaslahatan rakyat. Sehingga negara tidak akan berbuat zalim terhadap rakyatnya dalam hal pembangunan infrastruktur apalagi sampai berpihak kepada para kapital. Karena seorang pemimpin itu menyadari apa yang dilakukannya akan dimintai pertanggungjawaban. Maka mereka akan menerapkan hukum sesuai hukum syarak.
Wallahualam bissawab
Post a Comment