(Guru dan Penulis Asal Konawe)
Menjadi seorang guru di era saat ini bukanlah perkara yang mudah, karena banyak suka dan duka yang dijalani. Tugas guru pun tidak hanya membantu mencerdaskan anak bangsa, tetapi lebih dari itu diharapkan mampu menjadikan anak didiknya memiliki budi pekerti yang luhur. Karena sungguh peran guru di sekolah dalam mendidik anak didiknya sangat membantu peran orang tua. Tapi apa jadinya, jika orang tua siswa menyeret guru ke ranah hukum.
Sebagaimana belum lama ini viral seorang guru Pendidikan Agama Islam di SMK Negeri 1 Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), Nusa Tenggara Barat (NTB), Akbar Sarosa dilaporkan ke polisi karena memukul siswanya yang tak mau salat. Orang tua siswa itu bahkan menuntut Akbar membayar Rp 50 juta atas pemukulan itu.
Aksi pemukulan itu dilakukan Akbar kepada salah satu siswa pada Rabu, 26 Oktober 2022. Kejadian itu bermula saat Akbar meminta salah satu siswa untuk melaksanakan salat di musala namun ditolak. Karena penolakan itu, Akbar memukul siswa tersebut menggunakan bambu (Detik, 10/10/2023)
Dari Ketua Komite SMKN 1 Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), Mustakim Patawari juga meminta majelis hakim agar Akbar dibebaskan. Ia mengatakan bahwa tindakan Akbar ini untuk mendisiplinkan siswanya agar patuh pada program sekolah. Lagipula pukulannya tidak berakibat cedera berat atau cacat permanen (Liputan6, 09/10/2023).
Pun ratusan guru yang tergabung dalam Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Asosiasi Guru Agama Islam Indonesia (AGAI) dan Ikatan Guru Indonesia (IGI) Sumbawa Barat menggelar aksi damai di halaman Pengadilan Negeri Sumbawa Besar.
Mereka menuntut keadilan atas proses hukum yang saat ini dijalani seorang guru agama di SMKN 1 Taliwang bernama Akbar Sarosa. Perwakilan masa tersebut menyampaikan beberapa tuntutan, di antaranya menolak semua bentuk kriminalisasi terhadap guru dan juga perlindungan profesi guru. Mereka juga meminta agar guru Akbar Sarosa yang saat ini menjalani proses hukum dibebaskan (Metrotvnews, 10/10/2023).
Kasus Pak guru Akbar merupakan secuil fakta di mana orang tua/wali siswa tidak jarang tak terima anaknya ditegur atau dihukum, bahkan guru diseret ke ranah hukum oleh orang tua siswa. Sungguh sangat dilematik peran pendidik saat ini. Di satu sisi guru berperan dalam mendidik anak didiknya dengan harapan tak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki akhlak yang luhur.
Di sisi lain, saat guru bertugas mendisiplinkan anak didiknya, seperti memberi nasihat, menegur atau dengan memberi hukuman yang mendidik (tidak berbekas dan menimbulkan cedera), justru guru kadang mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari orang tua siswa. Hal itu dikarenakan orang tua siswa tak terima anaknya ditegur atau diberi hukuman, walau hukumannya tak menimbulkan efek cedera.
Jika begitu, guru akan dilema menghadapi anak didiknya. Sebab, ingin mendisiplinkan, tapi khawatir dipolisikan oleh orang tua/wali siswa atau perlakuan buruk lainnya. Kalau sudah begitu anak didik akan makin menjadi-jadi kelakuan buruknya dan guru makin minim bahkan tak ada lagi muruah di hadapan siswanya. Karena menganggap apapun yang mereka lakukan tak ada sanksi yang akan didapatkan.
Dari itu, maka tak heran jika ada sebagian orang yang geregetan dengan adanya fakta orang tua siswa yang tidak terima anaknya ditegur gurunya. Hal itu seperti Pernyataan, “jika anaknya tak mau ditegur, silahkan ajar sendiri anaknya, buat sekolah dan buat ijazah sendiri”.
Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengatur bahwa profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip tertentu. Prinsip tersebut antara lain memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
Perlindungan yang dimaksud adalah hak atas kekayaan intelektual; memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas; memberikan kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru dan peraturan perundang-undangan (Kemdikbud.go.id).
Regulasi terhadap adanya perlindungan guru tentu sangat diapresiasi. Sayangnya walau telah ada regulasi tersebut, nyatanya masih saja ditemukan kasus guru yang harus berurusan dengan hukum, hanya karena laporan orang tua/wali siswa yang tak terima anaknya ditegur atau yang sejenisnya.
Padahal sudah selayaknya murid senantiasa menghormati gurunya. Pun orang tua/wali siswa mestinya mampu mendukung peran guru di sekolah, selama hal itu merupakan hal-hal yang mengarahkan ke arah yang positif.
Peran guru yang merupakan orang tua di sekolah pun banyak berjasa. Mengingat guru mengajari banyak hal kepada siswanya yang mana tidak hanya sebatas ilmu pengetahuan guna menambah wawasan. Namun, lebih dari itu guru juga diamanahkan untuk menanamkan pendidikan karakter peserta didik, terutama dalam hal sikap dan turut kata yang mulia.
Olehnya itu, guru selaku pendidik sudah selayaknya melakukan penguatan karakter dengan senantiasa menasihati, membimbing dan mengarahkan anak didiknya agar memiliki kepribadain yang luhur.
Di samping itu, guru adalah aspek penting dalam melakukan penyebaran ilmu. Untuk itu tidak berlebihan apabila anak didik bersikap hormat dan patuh pada aturan guru. Sebagaimana Imam Ahmad meriwayatkan hadis mengenai bagaimana Rasulullah mendidik para sahabat agar memberikan hak dan penghormatan kepada guru. Sabda Rasulullah, “Bukanlah dikalangan umatku mereka yang tidak memuliakan orang yang lebih tua, mereka yang tidak menyayangi anak-anak kecil, dan mereka yang tidak memberikan hak kepada guru kami. (HR Ahmad)
Hadis tersebut menyiratkan bahwa mereka para guru mesti diperlakukan sesuai dengan haknya. Sikap dan tutur kata yang baik merupakan kewajiban yang tidak boleh diabaikan bagi seorang murid.
Tak hanya itu, sikap murid yang buruk pada gurunya mampu menghilangkan keberkahan ilmunya. Hal itu sebagaimana DR. Umar As-Sufyani Hafidzohullah mengatatkan, “Jika seorang murid berakhlak buruk kepada gurunya maka akan menimbulkan dampak yang buruk pula, hilangnya berkah dari ilmu yang didapat, tidak dapat mengamalkan ilmunya, atau tidak dapat menyebarkan ilmunya. Itu semua contoh dari dampak buruk.”
Ditambah lagi yang diriwayatkan oleh Al-Imam Baihaqi, Umar bin Khattab mengatakan, “Tawadhulah kalian terhadap orang yang mengajari kalian”. Pun akhlak yang luar biasa yang pernah dicontohkan sahabat Rasulullah. Hal itu sebagaimana Abu Ubaid Al Qosim bin Salam berkata, “Aku tidak pernah sekalipun mengetuk pintu rumah seorang dari guruku, karena Allah berfirman dalam surah Al-Hujurat ayat 5 yang artinya, “Dan sekiranya mereka bersabar sampai engkau keluar menemui mereka, tentu akan lebih baik bagi mereka.”
Sungguh betapa mulia akhlak mereka para teladan umat terdahulu. Maka tidak heran, jika mereka dapat menjadi ulama besar. Dari itu, sungguh keberkahan ilmu mereka merupakan buah dari akhlak mulia terhadap para gurunya.
Dengan demikian, seyogianya anak didik berlaku hormat terhadap gurunya. Pun orang tua/wali siswa tak berlebihan jika menunjukkan bentuk terima kasih kepada guru bagi anak-anaknya yang telah membantu mendidik anaknya di sekolah. Wallahu a’lam.
Post a Comment