JUMLAH PERCERAIAN SEMAKIN TINGGI, TIDAK ADAKAH KOMITMEN DALAM RUMAHTANGGA ?


Oleh : Yuli Atmonegoro

Penggiat Literasi Serdang Bedagai


Jumlah perceraian melonjak tak terkendali di Aceh. Data tahun 2022/1 hingga 2022, angka pernikahan sekitar 20.000 lebih, namun angka perceraian sebanyak 6.000 kasus.Entah mau dibawa kemana hubungan rumah tangga sebagian rakyat ini. Semakin hari, jumlah perceraian semakin tinggi. Mengapa hal ini bisa terjadi? Apa yang menyebabkan begitu tingginya jumlah perceraian? Apakah terlalu banyak tuntutan dan tekanan? Atau, rakyat sudah tidak punya pegangan yang kokoh untuk mempertahankan rumah tangga mereka masing-masing?


Sungguh ironi bila kita menelaah permasalahan perceraian di Negara kita. Jumlahnya seperti tidak dapat dibendung lagi. Semakin hari semakin bertambah kasus perceraian. Alih-alih menjadikan rumah tangga Sakinah, Mawaddah dan Warrahmah, untuk mendapatkan Sakinah yaitu kasih sayang saja tidak terpenuhi. Bagaimana tidak, banyak pasutri saat ini tak dapat memupuk kasih sayang mereka seperti awal-awal pernikahan mereka. Ini disebabkan karena tingginya kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Sementara kondisi ekonomi saat ini amatlah sulit terutama bagi kelas menengah kebawah. Bukan hanya suami, istri pun harus ikut banting tulang mencari nafkah demi mencukupi kebutuhan hidup.


Bukan hanya itu, tuntutan hidup yang tinggi memicu tingkat stress yang tinggi pula, sehingga sulit bagi para pasangan untuk berfikir jernih dan dingin. Semua diselesaikan dengan amarah, karena dorongan stress yang tak kunjung mendapat solusi.


Adapula perceraian yang disebabkan karena kebebasan berekspresi dan bertingkah laku. Akibat yang menonjol adalah perselingkuhan dan penyimpangan seksual yang semakin menambah daftar panjang permasalahan dalam keluarga. Apa sebenarnya penyebab dari semua permasalahan ini?


Sudah pasti, ini adalah buah pahit dari penerapan Sistem Kapitalis yang sesungguhnya tidak pantas dijadikan dasar ideologi kita. Pemahaman yang dihembuskan oleh sistem ini sangat buruk, dan sudah terbukti tidak dapat menyelesaikan permasalahan umat. 


Saat rumah tangga kekurangan ekonomi, negara tidak mampu menciptakan lapangan pekerjaan dan gaji yang memadai. Saat rumah tangga tidak dapat menciptakan keharmonisan karena kurangnya ilmu untuk menjalaninya, Negara Tidak mampu menjamin paravrakyatnya mendapatkan ilmu yang mumpuni untuk mengatasinya.


Saat perselingkuhan dan penyimpangan seksual terjadi didalam rumah tangga, Negara Tidak mampu menjaga akhlak dan moral masyarakat. 


Sungguh penerapan Sistem Kapitalis ini tidak dapat dijadikan dasar dalam meraih rumah tangga yang didambakan semua orang, yakni Sakinah, Mawaddah, Warrahmah.


Dalam Islam, rumah tangga adalah tempat dimana para pemimpin dan para pencetak generasi dilahirkan dan dididik. Rumah tangga merupakan benteng pertahanan dan markas sebagai  tempat menimba ilmu dan praktek secara  langsung. Seorang suami akan dididik menjadi pemimpin yang mempunyai wibawa, kehormatan dan posisi tertinggi sebagai kepala rumah tangga.


Istri, mempunyai peran strategis dan sangat penting dalam pendidikan serta pengasuhan bagi anak-anak. Sudah pasti, didalam rumah tangga harus ada satu pegangan yang kokoh untuk mempertahankan pernikahan agar tercapai sebuah ketenangan dan kedamaian. Yaitu akidah Islam yang sudah pasti dapat diandalkan sebagai pondasi dalam kehidupan rumah tangga.


Bila kedua peran ini dijalankan sesuai dengan syariat Islam yang lurus, maka pasangan suami-isteri akan mampu melewati semua permasalahan dan cobaan dalam kehidupan. Apakah itu permasalahan ekonomi, akhlak dan tingkah laku, bahkan permasalahan pelik lainnya.


Laki-laki dan perempuan diciptakan berpasangan agar mendapatkan kedamaian dan ketentraman. Jika tidak didapat dalam pernikahan, tidak akan terlahir generasi-generasi hebat. 

Islam sangat sempurna untuk diterapkan dalam rumah tangga sebagai barometer keberlangsungannya.


Wallaahu a'laam bishshowaab

Post a Comment

Previous Post Next Post