Oleh: Irma Ummu Hilya
(Aktivis Muslimah)
Batam memanas. Rencana relokasi sebagian warga pulau Rempang yang dijadwalkan pada kamis (28/9/23) urung dilaksanakan. Ratusan aparat kepolisian yang sebelumnya dipanggil untuk mengamankan pengosongan kampung-kampung di Rempang, Kepulauan Riau disebut sudah dipulangkan.
Pengembalian anggota Brimob Polda Riau tersebut sesuai arahan Presiden Joko Widodo yang menginginkan permasalahan pulau Rempang dilakukan secara preventif dan humanis. (Republika, 29/9/23)
Jejak Hitam Barulang
Sudah sejak Mei 2004, enam fraksi DPRD menyetujui PT MEG milik Tomy Winata sebagai pemegang konsesi pengembangan lahan pulau Rempang. Hingga tahun 2007 proyek tersebut berhenti sebab adanya indikasi korupsi uang negara sebanyak 3,6 T. Namun setelahnya proyek kembali berjalan.
Pada tahun 23 April, ambisi Tomy Winata diwujudkan oleh Airlangga, Menko Bidang Perekonomian. Kemudian pada 23 Juli 2023, hasil kesepakatan MOU adalah bahwa pemerintah wajib menyediakan tanah prioritas seluas 1.154 hektar dengan penyerahan tanah clear and clean selama 30 hari.
Tomy pun berhasil meyakinkan perusahaan terbesar asal Tiongkok, Xinyi International Investama Limited untuk berinvestasi senilai US$ 11,5 M, setara dengan Rp 175 T. Terlihat investasi yang sangat menggiurkan dan menjanjikan, namun itu semua adalah alat penjajahan ekonomi. Demi investasi, rakyat dikorbankan. Semua dilakukan hanya untuk kepentingan oligarki semata.
Ironisnya, dalam kacamata perpolitikan, negeri ini telah tergadai. Di bawah para kapitalis, negeri ini minim kewibawaan, harga diri dan kedaulatan. Hingga rakyat menjadi tumbal atas keserakahan para kapitalis negeri ini. Rakyat selalu menjadi pihak yang dirugikan dalam berbagai kasus, termasuk dalam kasus agraria.
Islam Menegakkan Kedaulatan Negeri
Melakukan investasi dalam Islam, harus sesuai dengan prinsip dan syariat agama. Hukum investasi asing seperti kasus Rempang ini adalah mutlak haram. Pertama, investasi yang diberikan oleh asing akan mengikat negara dengan perjanjian-perjanjian yang mau tidak mau harus disepakati oleh pemerintah, walaupun harus merugikan pihak rakyat kecil.
Kedua, kemandirian negara dalam mengurus dan melayani rakyat juga akan semakin jauh dari harapan sebab negara akan sulit terlepas dari ketergantungan investasi dari negara asing
Ketiga, bahaya ideologi juga selalu menyertai karena haluan ekonomi dan politik juga akan mengikuti kepada kepentingan bangsa lain yang telah menginvestasikan hartanya pada negara.
Islam menetapkan kedaulatan di tangan syara' dan kekuasaan dalam Islam ada di tangan umat. Pandangan ekonomi yang termasuk kepemilikan akan dikembalikan pada hukum syara'. Adapun tiga jenis kepemilikan, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum (rakyat) dan kepemilikan negara.
Negara tidak boleh menyerahkan kepemilikan individu kepada kepemilikan umum bahkan kepada kepemilikan negara tanpa alasan yang dibenarkan oleh hukum Syara'. Perbuatan mengambil dan merampas hak milik individu adalah kedzaliman yang besar.
Sudah terlalu banyak kezaliman yang terpampang dalam penerapan ideologi kapitalisme. Hanya sistem Islam kafah yang dapat menjawab dan mewujudkan apa dan bagaimana seharusnya negara berlaku adil dan amanah kepada rakyatnya.
Negara dalam sistem Islam berfungsi sebagai pengatur urusan rakyat. Negara akan melindungi rakyat agar terpenuhi kebutuhannya dan mencegah siapa saja yang hendak mengambil hak rakyat. Negara tidak boleh berbuat zalim kepada rakyat dengan alasan pembangunan, apalagi demi kepentingan para kapitalis.
Allah Swt. berfirman,
اِنَّمَا السَّبِيْلُ عَلَى الَّذِيْنَ يَظْلِمُوْنَ النَّاسَ وَيَبْغُوْنَ فِى الْاَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّۗ اُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ
“Sesungguhnya kesalahan hanya ada pada orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapat siksa yang pedih.” (QS Asy-Syura: 42).
Wallahu'alam bi shawab.
Post a Comment