Kehidupan rumah tangga yang harmonis adalah menjadi hal yang sangat diimpikan oleh semua pasangan suami isteri dalam berumah tangga. Begitu juga para calon-calon suami maupun calon-calon isteri, semua pasti mempunyai impian yang sama setelah mereka nanti menikah dan membina rumah tangga. Tidak ada satupun para pasangan yang akan menikah bertujuan untuk bercerai di kemudian hari.
Akhir-akhir ini faktanya justru kasus perceraian meningkat pesat jumlahnya. Menurut Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama, Prof. Dr. Kamaruddin Amin menyampaikan bahwa angka perceraian setiap tahun di Indonesia berjumlah 516 ribu pasangan. Beliau juga mengatakan bahwa, kini angka perceraian mengalami peningkatan dan angka pernikahan menurun.
Kasus-kasus perceraian yang terjadi di tahun 2023 ini terjadi hampir merata di semua wilayah. Di kutip dari www.antaranewscom, Kamis, 6 Juli 2023 bahwa Pengadilan Agama (PA) Jakarta Barat mencatat angka perceraian yang diselesaikan di lembaga tersebut meningkat setiap tahun, khususnya tahun 2021 hingga 2023.
Bangunan Keluarga dalam Sistem Kapitalis
Tingginya kasus perceraian saat ini juga dipicu berbagai macam persoalan didalam rumah tangga. Di kutip dari serambinewscom bahwa angka perceraian di Aceh cukup tinggi jumlahnya. Beberapa kasus perceraian yang dijumpai bukan hanya dipicu permasalahan ekonomi dan Kekerasan Dalam rumah Tangga (KDRT) tetapi karena suami seorang penyuka sesama jenis atau homo seksual.
Begitu juga peristiwa di Kabupaten Karawang bahwa sebanyak 2.356 isteri telah menggugat cerai suaminya selama kurun waktu bulan Januari sampai Agustus 2023. Meningkatnya kasus perceraian di daerah ini salah satu faktornya adalah kecanduan judi online. Bahkan angka perceraian meningkat tiga kali dibandingkan tahun sebelumnya.
Selain itu ada lagi beberapa hal yang menjadi penyebab perceraian, diantaranya perselisihan dan pertengkaran yang berkelanjutan, masalah ekonomi dan kecanduan judi online suami, juga ditemukan beberapa kasus si suami ternyata penyuka sesama jenis.
Dari berbagai persoalan penyebab perceraian tersebut mengindikasikan adanya kelemahan dalam bangunan rumah tangga, sehingga sangat mudah goyah jika ada badai persoalan menerpa. Apalagi persoalan yang menghadang untuk kehidupan rumah tangga saat ini juga sangat komplek.
Lemahnya pondasi bangunan keluarga saat ini merupakan dampak dari sistem kapitalis yang dianut negara dalam kehidupan bernegara maupun berumah tangga. Agama tidak dijadikan pondasi utama dalam menjalani kehidupan berkeluarga. Ditambahnya gempuran derasnya arus globalisasi dan semakin canggihnya sistem teknologi informasi yang memperparah keadaan. Disamping rumah tangga yang lemah secara pondasi, lemah juga bangunan masyarakat yang seharusnya kedua bangunan ini saling menguatkan dan saling membangun dalam tatanan kehidupan bermasyarakat.
Paham sekuler kapitalis telah menjauhkan umat dari pengaturan hukum-hukum Allah dalam segala aspek kehidupan manusia secara individu, masyarakat mmaupun dalam bernegara. Orientasi materi dan duniawi menjadi tujuan dan visi dalam membangun keluarga dalam sistem kapitalis. Kondisi ini tentunya sangat rentan terjadi konflik jika tujuan-tujuan secara materi ini tidak terpenuhi.
Lemahnya pemahaman agama dan keimanan para pasangan suami isteri sangat rentan memicu percikan emosi dan kemarahan diantara pasangan, karena tidak ada kontrol dan pondasi yang jelas dan kokoh. Persoalan-persoalan rumah tangga yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan baik-baik dan hati lapang tanpa adanya landasan iman bisa menyebabkan badai besar yang berujung pada perceraian.
Sementara bangunan negara yang seharusnya mengayomi, mengarahkan, memfasilitasi kehidupan berumah tangga tidak mampu memberikan jalan keluar. Ketidak jelasan pengaturan hak dan kewajiban dalam berumah tangga menjadikan peran suami dan isteri menjadi tukar peran, sehingga para perempuan yang mandiri secara ekonomi merasa tidak butuh dengan suami. Program-program dari Pemerintah untuk menyelesaikan kasus-kasus ini juga sifatnya parsial dan tidak mnyentuh akar persoalan.
Islam Solusi Ampuh untuk Keluarga Rapuh
Keluarga adalah bagian dari bangunan kehidupan manusia. Selayaknya sebuah bangunan untuk membuat sebuah keluarga diperlukan panduan untuk mempersiapkan sampai menjalani kehidupan berkeluarga.
Islam sebagai pandangan hidup yang bersumber dari Allah SWT sudah menurunkan panduan dan aturan untuk membangun sebuah keluarga. Pernikahan yang merupakan gerbang awal memasuki sebuah rumah tangga sudah harus berlandaskan keimanan. Sikap saling menerima, memahami hak dan kewajiban disertai ketundukan kepada Allah SWT juga menjadikan keluarga sebagai ibadah dan ladang pahala yang waktunya sangat panjang menjadi pondasi utama dalam menghadapi badai persoalan di dalam rumah tangga.
Kokohnya pertahanan keluarga tidak bisa ditopang hanya dari segi individu saja. Keluarga juga akan berinteraksi dengan manusia dan keluarga lain dalam menjalani hidup bermasyarakat yang dipengaruhi kebijakan dan aturan negara sebagai institusi tertinggi dalam kehidupan bernegara.
Dalam Islam negara merupakan perisai yang mempunyai kewajiban mengayomi rakyatnya. Negara mempunyai andil besar dalam mempengaruhi ketahanan keluarga dan memastikan kehidupan setiap keluarga berjalan dengan baik, seperti tanggung jawab nafkah misalnya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS Al Baqarah:233:“Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa atas bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”
Juga dalam QS An Nisaa:34: “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha tinggi, Maha besar”
Dengan pengaturan Islam, setiap pihak akan terjamin hak-haknya. Setiap pihak akan melaksanakan kewajibannya dan perannya masing-masing di dalam keluarga. Semua pihak mempunyai kesadaran bahwa kelak semua akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Dengan Islam akan lahir generasi-generasi Islam yang berkualitas yang lahir dari keluarga-keluarga berkualitas pula. Prinsip berkeluarga dalam Islam adalah untuk melahirkan generasi-generasi unggul untuk melanjutkan peradaban kelak.
Wallahu a’lam bish shawab.
Post a Comment