Oleh Ummu Syifa
Aktivis Muslimah
Dampak kemarau panjang kini mulai terasa. Tidak hanya kekeringan dan berkurangnya sumber daya air, tapi juga beberapa cadangan komoditas bahan kebutuhan pangan mulai dikhawatirkan ketersediaannya, termasuk beras di dalamnya. Namun, Presiden Jokowi memastikan bahwa stok beras nasional dalam posisi aman karena panen raya di sejumlah daerah ditambah, pemerintah memperkuat cadangan beras nasional dengan melakukan impor. (republika.id, 13/10/2023).
Walaupun cadangan beras dinyatakan aman, namun tetap saja harga beras terus bergerak naik. Kenaikan harga beras menjadi salah satu yang membuat masyarakat cukup panik, karena 98,5% masyarakat Indonesia makanan utamanya adalah beras. Menurut Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN) bahwa harga beras pada Jumat (13/10/2023) tercatat Rp14.600 per kg. Harga yang sangat tinggi yang belum pernah tercatat dalam PIHPSN. Jika dilihat sepanjang tahun ini, harga beras sudah naik 15,42%. (cnbcindonesia.com, 14/10/2023)
Jika dicermati seharusnya ketersediaan cadangan beras nasional menjadi pintu kemudahan bagi rakyat untuk mendapatkan beras. Namun, di dalam sistem kapitalis yang saat ini diterapkan, ketersediaan pangan atau beras di dalam negeri bukan menjadi jaminan bahwa rakyat dengan mudah tercukupi kebutuhannya. Negara hanya bertugas sebagai fasilitator yang hanya menyediakan, akan tetapi rakyat sendirilah yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhannya dengan cara membeli jenis beras sesuai kesanggupannya. Maka akan didapati setiap masyarakat akan berbeda-beda mengkonsumsi jenis beras sesuai kemampuannya. Orang kaya akan bisa menikmati beras premium yang enak sedangkan orang miskin mungkin saja hanya bisa membeli beras yang murah atau beras yang kualitasnya buruk.
Selain itu, tersedianya atau banyaknya cadangan beras menjadi hal yang tidak berguna jika tetap saja harga beras tinggi dan sulit terjangkau oleh rakyat. Regulasi dan pengaturan pangan telah banyak dikapitalisasi. Para pengusaha sektor pangan yang telah diberi izin untuk mengadakan komoditas pangan bisa menentukan harga yang mereka inginkan termasuk harga beras di dalamnya, menjadikan harga beras tetap saja mahal walaupun cadangan melimpah. Jadi bicara pangan atau beras bukan lagi bicara pengurusan kebutuhan rakyat, tapi lebih kepada keuntungan yang didapat. Pada akhirnya rakyat yang menderita dan sengsara. Sudah saatnya kita campakkan sistem kapitalis ini yang terbukti membawa kesengsaraan.
Berbeda dengan Islam. Islam telah menjadikan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab di dalam pemenuhan pangan rakyat termasuk di dalamnya beras. Beras adalah makanan pokok rakyat yang harus dipenuhi. Negara akan mengatur sistem ketahanan pangan agar mampu memenuhi cadangan ketersediaan beras bagi rakyatnya. Tidak berhenti di sana, negarapun akan memastikan distribusi beras itu sampai kepada rakyat, tanpa membedakan status rakyat. Semua warga negara berhak mendapatkan beras yang kualitasnya baik. Akan dipastikan pemenuhannya orang perorang sehingga tidak akan ada rakyat yang kelaparan akibat tidak punya beras.
Regulasi dan pengaturan cadangan dan distribusi pangan pun tidak boleh diberikan kepada swasta yang berbasis keuntungan, tapi dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat. Pangan tidak boleh dikapitalisasi bahkan akan dioptimalkan agar rakyat dengan mudah mendapatkannya.
Sudah saatnya kita kembali kepada Islam. Hanya Islam yang mampu memenuhi ketersediaan kebutuhan pokok rakyatnya termasuk beras di dalamnya. Penerapan Islam secara kafah akan mampu menjamin keterpenuhan kebutuhan pangan rakyatnya.
Wallahu a'lam bishshawab.
Post a Comment