Fenomena Bunuh Diri di Masyarakat




Oleh Desy Waliani

Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Muslimah 



Remaja adalah fase di mana seorang anak tumbuh menjadi dewasa, fase yang sulit bagi para anak di mana gejolak emosi meningkat secara drastis dan cenderung meledak-ledak.


Para remaja memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar. Mereka rela melakukan apapun hanya untuk ingin merasakan dan memuaskan rasa ingin tahu mereka.


Fenomena bunuh diri pada usia remaja atau usia dewasa kini sering terjadi. Bahkan kasus terakhir bunuh diri dilakukan seorang mahasiswi karena tidak bisa memenuhi ekspektasi orang tuanya. Mahasiswi ini sempat membuat surat untuk ibunya, minta maaf karena tidak sekuat dan sesuai ekspektasi ibunya. Apa sebenarnya pemicu remaja bunuh diri?


Praktisi psikolog keluarga, Nuzulia Rahma Tristinarum mengatakan ada beberapa hal yang bisa memicu fenomena tersebut. Pertama, pola asuh yang membentuk anak-anak sekarang. Pola asuh yang membentuk anak-anak sekarang seringkali adalah pola asuh fatherless dan motherless yakni tanpa adanya kehadiran penuh baik ayah dan ibu, tidak ada perhatian yang kuat,  dan kurang penanaman prinsip hidup pada anak-anak sehingga mereka kehilangan figur yang dapat menjadi tauladan. Entah karena mereka sebagai orang tua sibuk dalam berkarir dan menyerahkan pengasuhan anak-anak mereka kepada pengasuhnya.


Kedua, banyaknya informasi yang bisa diperoleh dari dunia maya membuat anak kesulitan menyaring isinya. Terlalu banyak terpapar media sosial dapat membuat anak mengikuti apa yang sering dilihat dan didengar oleh mereka. Apa yang buruk dapat dianggap menjadi wajar. Misalnya bullying, self harm, dan bunuh diri. Hal ini dikarenakan kurangnya pengawasan orang tua. Orang tua sibuk dengan kesibukannya dan anakpun sibuk dengan dunianya. 


Ketiga, krisis identitas. Dengan perubahan fisik dan psikologis remaja cenderung tidak mengetahui jati diri mereka. Ketidakmampuan remaja dalam mengenali dirinya mendorong mereka untuk melakukan segala hal yang belum mereka rasakan dan ketahui.


Keempat, kontrol diri. Dengan perubahan psikologis anak, memengaruhi juga emosi pada anak tersebut. Remaja memiliki wawasan yang terbatas dan emosional yang meledak sehingga remaja berubah menjadi pribadi yang bertindak tanpa berpikir.


Kelima, faktor lingkungan. Penyebab yang paling mendasar dan utama adalah lingkungan baik lingkungan keluarga, sekolah maupun sosial.


Lalu apa yang harus dilakukan?


Tentunya menanamkan akidah serta akhlak yang baik kepada anak sedini mungkin menurut agama Islam. Ini sangat penting yang harus dilakukan orang tua serta guru atau orang yang dituakan baik di rumah, sekolah maupun lingkungan umum. Mereka harus mengenalkan nilai-nilai akidah yang benar, norma-norma agama yang benar dan mencontohkan segala perilaku yang baik dan benar serta pendidikan agama yang baik menurut syariat Islam.


Seperti dalam firman Allah Swt. dalam Al-Qur'an:


"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Qs.At-Tahrim 6)


Dengan bekal yang kuat sejak dini, akhlak yang baik membuat anak kebal dengan pengaruh lingkungan modern yang menjerumuskan.


Serta pemerintah harus ikut andil dalam kasus seperti ini. Pemerintah harus bisa menyiapkan wadah dan fasilitas dalam mengajarkan anak tentang ilmu agama yang benar. Dari kasus di atas sudah jelas bahwa pemerintah abai dalam menyediakan pendidikan pada anak dan hanya solusi Islam lah yang baik dan benar dalam menciptakan generasi yang unggul, baik dan berakhlak mulia.


Wallahualam bissawab

Post a Comment

Previous Post Next Post