Cara Islam Menjaga Kestabilan Harga Pangan


Oleh Guspiyanti


Salah satu bahan pokok yang mengalami kenaikan harga saat ini adalah beras. Menurut Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi bahwa kenaikan harga beras di tingkat konsumen tidak terlepas dari kenaikan harga gabah di tingkat produsen. Arief menyebut, naiknya harga gabah tersebut diakibatkan oleh kurangnya stok di lapangan sehingga terjadi perebutan gabah yang memicu kenaikan harga di tingkat petani.  


Lebih lanjut, Arief mengatakan bahwa kenaikan harga gabah dapat digunakan sebagai momentum untuk mendorong peningkatan produksi karena harga di tingkat petani relatif baik. Oleh karena itu, faktor-faktor produksi seperti penyediaan lahan, pengolahan, pupuk, benih, penyuluhan hingga teknologi dan mekanisasi sangat penting dalam menjaga tingkat produksi di lapangan di tengah ancamana El Nino yang berdampak pada penurunan produksi.


Bahkan, BPS memperkirakan pada September hingga November 2023 produksi beras nasional akan lebih rendah dari total kebutuhan konsumsi beras yang mencapai 2,55 juta ton per bulan. Adapun tren produksi padi nasional diperkirakan mengalami penurunan dalam tiga bulan masing-masing 4,07 juta ton GKG pada September 3,82 juta ton GKG pada Oktober, dan 2,88 juta ton GKG pada November. (Kaltimpost.jawapostcom) 


Kenaikan harga pangan yang sering berulang harusnya dapat di antisipasi, benarkah meroketnya harga beras karena stok gabah yang kurang atau ada alasan yang lebih mendalam lagi. Mengapa stok gabah kurang? Ini sangat di pengaruhi oleh faktor produksi dikalangan petani itu sendiri seperti pupuk mahal, lahan berkurang, teknologi, air, dsb. Sedangkan solusi pemerintah terkait beras mahal adalah dengan operasi pasar, pasar murah bahkan impor yang sejatinya tidak menyelesaikan masalah. Cita-cita Swasembada pangan hanya menjadi impian jika realisasinya tidak ada dukungan langsung bagi petani lokal oleh pemerintah.


Potensi Indonesia sebagai negara agraris dan maritim dapat mewujudkan ketahanan pangan bahkan kedaulatan pangan, jika didukung pembangunan pada sektor infrastruktur seperti irigasi dan jalan. Pengembangan riset dan teknologi pertanian, dukungan kebijakan pendidikan tinggi dan menengah terkait sektor pertanian, perbaikan sistem tata niaga dan informasi pasar, kebijakan terkait pengadaan saprotan, subsidi dan bantuan permodalan, dan sebagainya.


Semua upaya tersebut  akan membawa Indonesia kembali bisa swasembada pangan seperti tahun 1984. Sayangnya, pengarusan proyek liberalisasi pasar, termasuk di sektor pertanian, melalui keanggotaan di WTO dan ratifikasi The Agreement of Agriculture (AoA) pada 1994, membuat kita kehilangan kedaulatan pangan dan sulit membalik keadaan hingga saat ini. 


Solusi Islam


Situasi ini tidak akan berubah jika sistem kapitalisme neoliberal tetap dipertahankan. kunci kestabilan harga dan dapat di jangkau oleh rakyat terletak pada berjalannya fungsi negara sebagai raain (penanggung jawab) dan junnah (pelindung rakyat). Jika aturan Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan mulai dari politik hingga ekonomi, maka sistem ini mampu menjaga stabilitas harga. Penguasa dalam Islam akan mendukung petani lokal untuk mewujudkan swasembada pangan. Berbagai upaya akan dilakukan agar harga beras dan kebutuhan pokok lainnya stabil dan terjangkau. 


Pertama, menjaga ketersediaan stok pangan supaya supply and demand stabil, di antaranya dengan menjamin produksi pertanian di dalam negeri berjalan maksimal, baik dengan intensifikasi maupun ekstensifikasi pertanian, ataupun dengan impor yang memenuhi syarat sesuai panduan syariat. 


Kedua, menjaga rantai tata niaga, yaitu dengan mencegah dan menghilangkan distorsi pasar. Di antaranya melarang penimbunan, melarang riba, melarang praktik tengkulak, kartel, dsb. Disertai penegakan hukum yang tegas dan berefek jera sesuai aturan Islam.


Negara Islam juga memiliki struktur khusus untuk ini, yaitu qadhi Hisbah (hakim pasar) yang di antaranya bertugas mengawasi tata niaga di pasar dan menjaga agar bahan makanan yang beredar adalah makanan yang halal dan tayib.


Yang tidak kalah penting adalah peran negara dalam mengedukasi masyarakat terkait ketakwaan dan syariat bermuamalah. Dengan pemahaman tentang konsep bermuamalah, masyarakat akan terhindar dari riba, konsumsi makanan haram, serta tidak panic buying yang bisa merugikan orang lain. 


Umar ra. pernah melarang orang yang tidak memiliki ilmu untuk datang ke pasar dengan mengatakan, “Jangan berjual beli di pasar kami, kecuali orang yang berilmu. Apabila tidak, ia akan makan riba, baik disengaja atau tidak.”


Walhasil, penguasa Islam akan melakukan apa pun yang semestinya dilakukan untuk menjamin kesejahteraan rakyat sesuai tuntutan syariat. Dengan menjamin ketersediaan, stabilitas, keterjangkauan, dan konsumsi atas produk pangan. Artinya, aspek produksi, distribusi, dan konsumsi akan menjadi concern penguasa agar tidak ada masalah. Semua ini hanya mungkin diwujudkan dalam sistem yang menerapkan Islam secara kaffah. Wallahu 'alam

Post a Comment

Previous Post Next Post