Bullying Makin Nyaring, Adakah yang Salah dengan Sistem Pendidikan?



Oleh Ana Ummu Rayfa 

Aktivis Muslimah


Kasus bullying di kalangan pelajar makin hari makin meresahkan. Bullying (perundungan) yang dilakukan tidak hanya berupa kekerasan verbal tapi juga lebih banyak menggunakan kekerasan fisik. Akibatnya, tentu  berujung pada kerusakan fisik, cacat permanen dan bahkan sampai menghilangkan nyawa.


Seperti halnya perundungan yang menimpa seorang pelajar SMP di Cimanggu, Kabupaten Cilacap Jawa Tengah yang harus mengalami patah tulang rusuk sehingga terus mengeluh dadanya sesak akibat perundungan yang dilakukan oleh beberapa temannya di sekolah. (media online detiknews, 29/9/2023). Ada juga siswa SD di Jakarta Selatan yang tewas setelah melompat dari lantai empat gedung sekolahnya karena tidak tahan dengan perundungan yang dilakukan teman-temannya. (TribunNews 29/9/2023).


Terbaru, perundungan dilakukan oleh santri di sebuah pondok pesantren, lembaga pendidikan yang meletakkan pendidikan agama dengan porsi yang lebih besar daripada sekolah umum. Adalah MAZ (16), seorang santri yang menjadi korban perundungan di pondok pesantren tempatnya menimba ilmu di Kabupaten Bandung saat itu melarikan diri sambil membawa sebilah pisau di tangannya. MAZ yang memendam emosi pada teman-teman yang merundungnya, saat itu melampiaskan emosinya dengan menusuk seorang pemilik warung yang dilewatinya, Abdul Kodar (41) hingga tewas, dan juga Masdiah, istri dari pemilik warung yang juga diketahui sedang hamil, yang tertusuk di bagian punggung tetapi nyawanya masih bisa diselamatkan. Pelaku meski masih di bawah umur dikenakan pasal penganiayaan yang menyebabkan hilangnya nyawa dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara. (media online beritasatu)


Menurut FSGI, tercatat ada 23 kasus bullying sejak Januari hingga September 2023. Dari 23 kasus tersebut, prosentase paling besar dilakukan oleh siswa SMP yaitu 50%, kemudian pada jenjang SD 23%, dan terakhir pada jenjang SMK 13,5% . (media online detik)


Sungguh miris melihat data ini. Padahal, perundungan ini terjadi di lingkungan sekolah di mana siswa dididik untuk belajar, bukan untuk menjadi pelaku kriminal. Bahkan, negara melalui Kemendikbudristek telah mengeluarkan kebijakan agar setiap sekolah membentuk TPPK atau Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan, tetapi pada kenyataannya tidak efektif dalam mengurangi tingginya kasus bullying yang terus saja terjadi. Lantas timbul pertanyaan, adakah yang salah dengan sistem pendidikan kita saat ini?


Bila dilihat dari akar permasalahan, masalah perundungan ini disebabkan oleh tiga faktor, yaitu keluarga, sekolah dan media. Dari dalam keluarga, orang tua yang sering cekcok, menggunakan kekerasan dalam pengasuhan, menyebabkan anak mencari perhatian di luar rumah dengan cara merundung. Faktor kedua yaitu sekolah. Ini merupakan faktor penentu karena perundungan terjadi di lingkungan sekolah yang menandakan lemahnya pengawasan para pendidik pada para siswanya. Lalu faktor media juga sudah diketahui bersama, dari mulai game online, juga anime dan tontonan kartun yang banyak menyajikan kekerasan yang merasuk dalam benak anak-anak pelajar. 


Pemerhati Pendidikan dan Dunia Remaja, Hidayatul Fitriyah M.Si mengkritisi sistem pendidikan saat ini yang mempunyai andil besar dalam tingginya kasus perundungan. Menurutnya, sistem pendidikan sekuler yang dianut saat ini memberikan  ruang kebebasan kepada para siswa untuk berperilaku, berpendapat, dll. Kebebasan ini menjadikan para pelajar jauh dari nilai-nilai agama. Ditambah lagi, pendidikan hanya mengacu pada nilai-nilai akademik dan mengesampingkan nilai akhlak dan budi pekerti. Hal ini dibuktikan dengan minimnya porsi mata pelajaran agama dibanding mata pelajaran lainnya. Sehingga, agama tidak lagi digunakan sebagai pedoman hidup mereka. Di sisi lain, bahkan pondok pesantren yang menjadikan agama sebagai kurikulum utama, tidak dapat menghindarkan para santrinya dari aksi perundungan. Maka, menurut Hidayatul, selama negara ini masih menerapkan sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, upaya apapun yang dilakukan tetap tidak akan dapat menyelesaikan masalah bullying yang sangat kompleks ini.


Maka dari itu, kaum muslim membutuhkan solusi yang mendasar dan menyeluruh dalam persoalan ini, yaitu dengan sistem pendidikan Islam. Sistem pendidikan Islam memiliki tujuan untuk menjadikan para siswa mempunyai kepribadian Islam dan siap membangun peradaban. Para siswa dididik untuk memiliki akidah yang kuat dan mempunyai pedoman dalam bertingkah laku. Sistem Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk aspek pergaulan, menjadikan para siswa terikat pada suatu aturan dalam berinteraksi dengan sesamanya. Islam juga akan mendorong para siswa agar mempunyai kasih sayang kepada sesama, karena sejatinya kaum muslim itu bagaikan satu tubuh, bila satu bagian tubuh sakit maka bagian yang lain akan merasakannya. 


Oleh karena itu, untuk memiliki sistem pendidikan Islam, tentu diperlukan negara yang menerapkan syariat Islam. Negara dengan sistem Islam akan memastikan seluruh aspek kehidupan diatur oleh satu aturan yang bersumber dari Sang Pencipta, Allah Swt. Negara juga akan mendorong dan memfasilitasi para orang tua untuk menjadi individu yang bertakwa sehingga menghasilkan generasi yang berpikir dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai akidah Islam. Negara juga akan memblokir semua media yang menjadi jalan terbentuknya karakter perundung pada anak, meskipun menguntungkan secara ekonomi. Dalam Islam, perundungan tidak akan mendapat tempat karena tidak sesuai dengan syariat Islam.


Oleh karena itu, sudah saatnya kita meninggalkan sistem sekuler kapitalis yang hanya membuat kerusakan bagi generasi, dan beralih kepada sistem Islam yang berasal dari Sang Pencipta dan pasti membawa kebaikan bagi seluruh manusia.


Wallahualam bissawab

Post a Comment

Previous Post Next Post