Bullying Makin Marak, Buah Sekulerisme

 


Oleh : Ummu Nabila 

(Aktivis Muslimah Peduli Umat)


Kasus bullying anak terjadi berulang kali. Menurut Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat kasus bullying anak di satuan pendidikan periode Januari—September 2023 mencapai 23 kasus.  FSGI menyatakan keprihatinannya atas beragam kekerasan terhadap anak yang terjadi di dunia pendidikan ini, khususnya kasus bullying. FSGI pun mendorong Kemendikbudristek dan pemerintah daerah untuk melakukan berbagai upaya mencegah dan menangani kekerasan di satuan pendidikan atau sekolah. Salah satu caranya adalah penerapan Permendikbudristek 46/2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan. 

Sudah lama semua pihak mencari akar masalah atas maraknya bullying di lembaga pendidikan. Gerakan anti bullying juga terus dikampanyekan. Tapi sayang, bullying tetap saja marak, bahkan kasus-kasus terbaru kian brutal hingga menghilangkan nyawa. Menganalisa faktor yang menjadi penyebab akan membawa kita pada berbagai fakta miris. Dari sekian banyak kasus bullying yang dilakukan teman sebaya, pemicunya beragam. Ada karena sakit hati, pengaruh lingkar pertemanan, pengaruh tontonan, saling kompetisi, atau pola asuh keluarga. Sekolah yang dianggap sebagai tempat teraman bagi anak, kini berubah menjadi tempat menakutkan. Sedangkan lembaga pendidikan dipandang mampu untuk mengedukasi sekaligus melindungi mental anak didik. Nyatanya, bullying masih menjadi PR besar lembaga pendidikan.

Jika kita mengkaji sejumlah penyebab maraknya bullying, kita dapati bahwa anak tumbuh dan berkembang dalam satu lingkungan yang khas. Di lingkungan ini, anak-anak terpengaruh  pemahaman yang hadir dalam berbagai media yang mereka akses, pertemanan, ataupun pola asuh keluarga. Sekolah sejatinya berperan membentuk imunitas anak didik. Kurikulum sekolah yang akan membentuk kepribadian anak didik. Dengan menempa kepribadian mereka, harapannya terbentuk pada diri anak didik perilaku dan pola sikap yang sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Tujuan sistem pendidikan saat ini kian kehilangan arah. Kurikulum pendidikan yang sering berubah-ubah menjadi tanda “bingungnya” pemerintah dalam membentuk kepribadian peserta didik. Belum lagi kebijakan pendidikan tidak menyentuh akar semua masalah yang ada, termasuk kasus bullying. Dunia pendidikan hanya berfokus dalam membentuk soft skill dan mengarahkannya sesuai minat agar mudah memasuki dunia kerja. Pembentukan karakter melalui Kurikulum Merdeka Belajar yang berjalan saat ini pun tidak jelas. Bahkan, mendefinisikan “karakter” yang dimaksud dalam kurikulum ini pun multitafsir. Walhasil, tujuan pendidikan kian jauh dari masalah mendasar anak didik, padahal kurikulum sebagai alat dalam menjalankan cita-cita mulia pendidikan harus sinkron dengan visi-misi pendidikan.

Sistem pendidikan yang hanya menghasilkan output siap kerja, membuat anak didik kian kering dari sisi adab dan akhlak. Banyak kasus yang menunjukkan betapa krisis moral melanda anak-anak kita. Pendidikan agama yang kini terus mengalami perombakan juga tidak mampu menjawab masalah yang kian kompleks. Oleh karena itu, sudah saatnya memahami bahwa pendidikan agama—yang bahkan terus pemerintah rombak dengan konsep sekuler—tidak akan mampu menyelesaikan masalah jika sistemnya masih sekuler. Masalah pendidikan bukanlah sistem yang berdiri sendiri, namun bagian dari sistem kehidupan yang sedang berjalan. Masalah bullying tidak hanya membutuhkan evaluasi dari lembaga pendidikan, tetapi juga pada sistem yang sedang berjalan.

Islam memiliki pandangan khas mengenai pendidikan. Sebagai sebuah sistem kehidupan, Islam mendudukkan pendidikan berdasarkan pada penyelaman hakikat ilmu yang Allah firmankan dalam Al-Qur’an, serta sunah Rasul-Nya. Dalam pandangan Islam, pendidikan bertujuan untuk membentuk kepribadian Islam anak didik. Kurikulum akan berorientasi pada upaya untuk membentuk kepribadian Islam.

Penanaman akidah adalah yang utama. Sistem pendidikan Islam memahami bahwa kesadaran hubungan manusia dengan Allah merupakan kontrol terbaik atas seluruh perbuatan manusia. Rasa takut terhadap Sang Khalik akan mendorong ketakwaan individu anak didik.


Ketakwaan inilah yang akan menjadi landasan anak didik dalam berbuat, baik hubungan pada dirinya sendiri, hubungannya dengan sesama termasuk teman sebaya, serta hubungannya dengan Sang Pencipta. Fondasi keimanan ini pula yang akan mengontrol mereka dalam melakukan berbagai aktivitas. 


Dengan memahami tujuan pendidikan dalam Islam, mereka akan memahami hak dan kewajiban sesama penuntut ilmu. Ini menuntut mereka untuk menghiasi diri dengan adab dan akhlak kepada ilmu, kepada sesama penuntut ilmu, juga kepada para ahli ilmu (guru dan ulama). Inilah bentuk realisasi lembaga pendidikan yang aman dan nyaman secara hakiki bagi peserta didik.

Walhasil, tiada lain yang harus kita perjuangkan selain lahirnya kembali sistem Islam berikut seluruh subsistemnya. Jika ini terwujud, bukan hanya rantai kasus bullying yang akan terputus, melainkan juga kasus lainnya yang kian membelenggu anak-anak di lembaga pendidikan. Wallahualam bis shawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post