Mahasiswa, Aktivis Dakwah, Guru
Maraknya kasus perundungan atau bullying kini semangkin tak bias dibendung, bahkan kasus ini semakin marak terjadi dikalangan pelajar yang merupakan tunas bangsa. Sudah dapat dibayangkan bagaimana nasib negeri ini kedepannya. Motif – motif yang melatar belakanginya pun beragam, mulai dari status sosial, dendam, cemburu, bahkan sampai permasalahan emosional antar kelompok.
Dikutip dari detiknews,sabtu,30-9-23, terjadi kasus perundungan dikalangan pelajar yang menghebohkan masyarakat khususnya diwilayah cilacap jawa tengah. Kasus perundungan ini viral lewat video yang beredar di media sosial. Kapolres cilacap kombes Fannky Ani Sugiharto menyebutkan kejadian tersebut disebabkan oleh pelaku (berinisial MK) tidak terima korban (berinisial FF, 14thn) mengaku sebagai bagian dari kelompok Barisan Siswa (Basis). “Motifnya, korban mengaku menjadi anggota kelompok Basisan Siswa (Basis). Padahal dia bukan sebagai anggota kelompok ini”. Kata Fannky saat ungkap kasus di Mapoltabes Cilacap, Rabu(27/9)
Penganiayaan brutal ini membuat korban mengalami cedera parah, yakni patah tulang rusuknya. Kasat Reskrim Polresta Cilacap Kompol Guntar Arif Setyoko menyebut, dari hasil rontgen di RSUD Majenang, tulang rusuk kiri korban patah dan harus menjalani operasi, Kamis (28/9)
Kasus-kasus serupa masih banyak lagi, yang menggambarkan fenomena gunung es. Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyatakan berdasarkan hasil Asesmen Nasional pada 2022, terdapat 36,31% atau satu dari tiga peserta didik (siswa) Indonesia berpotensi mengalami bullying atau perundungan. news.republika. bullying dikalangan pelajar sudah menjadi problem komleks yang butuh penanganan yang komperhensif, pasalnya korban bullying semakin banyak dan menimbulkan luka batin yang mendalam, bahkan para korban kini merambah menjadi pelaku bullying yang membentuk mata rantai bullying di sekolah. Tak jarang korban bullying mengambil sikap balas dendam pada pelaku dengan melakukan tindakan kekerasan hingga pembunuhan.
Pemerintah dan pihak-pihak terkait memang tidak tinggal diam atas kasus – kasus ini, berbagai strategi dicanangkan dan dijalankan untuk mengatasi persoalan yang menimpa generasi. Sejak 2021 pusat Penguatan Karakter (Puspeka) telah bekerjasama dengan UNICEF Indonesia untuk melaksanakan bimbingan teknik (bimtek) Roots pada 10.708 satuan pendidikan, termasuk melatih 20.101 fasilitator guru, dan menambahkan 51.370 siswa agen perubahan. Program roots merupakan kekerasan, khususnya perundungan. Dalam 2 tahun pelaksanaanya, program ini telah mendorong 34,14% satuan pendidikan membentuk tim pencegahan kekerasan. Mantan ketua KPAI untuk periode 2017-2022 Prof. Dr. Susanto pun melaunching Gerakan Pelopor Anti Bullying melalui Olimpiade Anti Bullying. Berbagai layanan psikologi disediakan di satuan pendidikan untuk menyelesaikan persoalan ini.
Sistem pendidikan sekuler tak lepas dari persoalan ini, pasalnya kurikulum dan program pembelajaran disekolah didorong nilai-nilai sekuler-liberal, yang membentuk pelajar melakukan aktivitas sesukanya tanpa landasan iman, tanpa memikirkan lagi konsekwensi dari hasil perbuatannya baik didunia maupun diakhirat. Hak asasi manusia menjadi landasan penanaman nilai – nilai liberal.
Belum lagi system penataan media yang bebas menayangkan adegan kekerasan tanpa sensor yang menjadi pemicu tindak kekerasan pelajar. Pendidikan didalam rumah yang hari ini tidak didominasi oleh pendidikan islam karena minimnya pemahaman islam dalam diri orang tua yang menjadi landasan dalam mendidik anak.
System kapitalisme yang diterapkan dinegeri ini sudah tidak biasa diharapkan lagi untuk menyelesaikan masalah perundungan yang kian marak hingga keakarnya. Permasalahan ini memerlukan penyelesaian yang komprehensis, sistemik, dan terintegrasi. Satu – satunya system yang mampu menyesesaikan persoalan ini hanyalah islam. Islam mampu melahirkan berbagai kebijakan yang mampu menyelesaikan persoalan secara terintegratif. Keluarga merupakan elemen penting paling utama dalam mendidik dan mengasuh anak berdasarkan aqidah islam hingga terbentuk kepribadian islam. Sehingga anak akan menstandartkan segala aktifitas sesuai syariat islam. Islam juga akan membentuk masyarakat islami dengan gaya hidup yang benar dengan melakukan amar ma’ruf nahi munkar dan saling menasehati dalam kebenaran sehingga anak tumbuh dalam lingkungan taqwa yang terlindungi dari perilaku maksiat.
Negara dalam islam juga menerapkan system pendidikan islam berbasis aqidah islam dengan tujuan membentuk generasi berkepribadian islam yang akan memiliki pola pikir dan pola sikap islam yang berlomba – lomba dalam ketaatan. bertsaqofah islam, terdepan dalam sains dan teknologi, berkarya untuk kemudahan urusan umat sebagai kontribusi dalam peradaban islam. Pengelolaan media juga diatur Negara agar tidak menayangkan konten yang merusak, media digunakan sebagai sarana dakwah dan menyebarluaskan tsaqofah islam. Hanya dengan khilafah solusi secara kompherensif akan terwujud untuk memberantas masalah bullying hingga ke akarnya.
Wallahu alambisowab
Post a Comment