"Kalaulah belum makan nasi, belumlah kenyang" celetukkan seorang warga yang disambut tawa yang lainnya. Nasi yang awalnya beras, memanglah kebutuhan pokok warga Indonesia dan menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia harga beras masih terus merangkak naik. Menurut Aida S. Budiman, kenaikan harga beras saat ini dipengaruhi musim dan fenomena iklim El Nino.
“September ini harga beras sudah naik 4,4%,” kata Aida saat pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan September 2023, Kamis (21-9-2023).
Ia menjelaskan, sekarang baru mulai musim tanam dan panen yang sekarang itu panen musim gadu. Lalu, ada El Nino yang sedikit mengalami perpanjangan.
Ekonom dari Pusat Analisis Kebijakan Strategis (PAKTA) Muhammad Hatta menilai, kenaikan harga beras tidak sebatas dampak El Nino, tetapi lebih kompleks dan sistemis.
“Kalau kita melihat akar masalahnya, ternyata ini adalah persoalan yang sangat mendasar, begitu kompleks dan sistemis,” ungkapnya kepada MNews.
Ia lalu menguraikan satu per satu masalah sistemis itu. Pertama, sebutnya, penduduk bertambah banyak, tetapi produksi makin turun.
“Data yang kami miliki, tahun 2010 luas area panen padi 12,8 juta hektare. Tahun 2021, setelah satu dekade, luas panen berkurang 2,3 juta hektare. Jadi hanya sekitar 10,5 juta hektare. Produksi padi juga turun yang tadinya 15,1 juta ton pada 2010, pada 2021 minus 9,9 juta ton sehingga hanya tersisa 5,2 juta ton. Sementara itu, populasi penduduk Indonesia di periode yang sama (baca: 2010–2021) bertambah 38,5 juta jiwa,” bebernya.
Ia lalu berujar, “Gimana ceritanya mau menurunkan harga pangan, kalau produksi turun. Sementara itu, jumlah penduduk naik. Yang namanya harga barang akan mengikuti hukum penawaran dan permintaan. Jika penawaran lebih sedikit daripada permintaan, maka harga pasti naik,” ulasnya.
Menurutnya, ini menjadi alasan kenapa pemerintah melakukan impor beras, yaitu untuk menekan supaya harga tidak naik. “Tahun 2024 pemerintah sudah memastikan akan impor beras. Ini adalah konsekuensi langsung dari produksi padi yang terus menurun,” imbuhnya.
Kedua, sebutnya, dana triliunan rupiah sudah dikeluarkan untuk pembangunan infrastruktur, tetapi beras tetap naik.
“Dana APBN yang sudah dikeluarkan dari 2009 hingga 2023 untuk pembangunan infrastruktur sudah mencapai Rp4.426 triliun. Harusnya pembangunan infrastruktur itu dimulai dari kebutuhan dasar rakyat terlebih dahulu, terlebih Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan pertaniannya,” urainya.
Hatta menilai, ini tidak masuk akal sehat, berbagai subsidi dicabut karena dananya untuk pembangunan infrastruktur, tetapi soal beras saja masih kedodoran. “Ini yang dibangun apa?” ucapnya heran.
Ketiga, jelasnya, keberlanjutan pertanian. Hatta menyebut di antara faktor keberlanjutan pertanian adalah masalah sumber daya air.
“Berdasarkan data dari food sustainability index (indeks keberlanjutan pangan), yang mengukur sistem keberlanjutan pangan di 78 negara, Indonesia berada di ranking ke-71, nyaris paling bawah. Indonesia di bawah Bangladesh, bahkan di bawah Zimbabwe,” cetusnya.
Indikator berikutnya, ucapnya, adalah ketersediaan modal. “Di tengah sistem keuangan yang kapitalistik, orang lebih memilih menimbun uang di perbankan, deposito, dan bermain di pasar modal sehingga uang yang masuk ke dalam sektor riil yang produktif itu sangat kurang,” ulasnya.
Ia memaparkan data pada Agustus 2022, 63% dana perbankan itu tidak produktif, bunga berbunga, tidak berkaitan dengan modal.
Dari tinjauan sumber daya manusia, Hatta mengatakan, ketika harga beras murah, petani malas menggarap sawah. Namun, ketika harga dinaikkan begitu banyak, masyarakat miskin yang tidak bisa menjangkau. “Ini persoalan enggak selesai-selesai,” sesalnya.
Untuk menyelesaikan masalah kenaikan harga pangan ini, Hatta menawarkan solusi Islam. Ia menerangkan, ekonomi syariah punya konsep tuntas.
“Harga beras atau harga barang-barang itu tidak boleh dipatok, tetapi masyarakat diberikan jaminan, baik secara langsung maupun tidak langsung,” jelasnya mencontohkan.
Jadi, terangnya, keberlanjutan jaminan keamanan, kesehatan, pendidikan, termasuk sembako itu dijamin oleh negara sehingga harga beras yang mengikuti harga pasar tidak akan mengganggu umat secara keseluruhan.
Ekonomi syariah menjelaskan bahwa harga barang itu mengikuti harga pasar. Adapun masyarakat yang miskin, dijamin oleh negara. Dananya dari kepemilikan sumber daya alam, termasuk distribusi kekayaan yang tidak ribawi sehingga harta itu betul-betul terdistribusi dengan baik.
Post a Comment