Adakah Jaminan Keamanan Bagi Perempuan?


Oleh: Yanti, S. Pd

(Freelance Writer)


Sejatinya Perempuan adalah makhluk yang harus dijaga dan dilindungi. Namun, pada faktanya, ada banyak peristiwa yang menunjukkan berbagai ancaman terhadap perempuan hari ini. Sehingga perbuatan yang sangat keji pun menimpa perempuan. Kasus kekerasan terhadap perempuan terus bergulir dalam kehidupan saat ini. 


Sebagaimana belum lama ini Gregorius Ronald Tannur (31) dengan keji menganiaya kekasihnya, Dini Sera Afrianti (28), hingga menyebabkan korban kehilangan nyawa. Ronald merupakan anak dari Edward Tannur, salah satu anggota Fraksi PKB di DPR RI dari Dapil Nusa Tenggara Timur (NTT). Penganiayaan yang dilakukan oleh Ronald terhadap korban terjadi di tempat karaoke Blackhole KTV Surabaya pada Selasa, 4 Oktober 2023 malam. Ronald disebut memukul kepala korban dengan botol dan menyeretnya dengan mobil hingga sempat terlindas (Tirto 11/10/2023). 


Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani menyebut bahwa kasus penganiayaan berat berujung kematian dengan korban seorang perempuan berinisial DSA, dapat dikategorikan sebagai femisida.


Andy Yentriyani mengatakan terdapat relasi kuasa timpang berbasis gender terhadap pelaku, dalam hal ini relasi antara korban dan pelaku yang merupakan kekasihnya. Di mana Komnas Perempuan telah melakukan pemantauan femisida sejak tahun 2017 melalui pemberitaan media yang dilakukan karena minimnya pengaduan ke Komnas Perempuan (Antaranews, 11/10/2023).


Banyaknya kasus kejahatan terhadap wanita itu tidak lain akibat sistem kapitalisme, liberalisme dan gaya hidup bebas yang berlaku di negeri ini. Pun tak adanya hukuman yang membuat efek jera pada pelaku kekerasan. Akibatnya perempuan sering menjadi korban dari kekerasan. 


Realita ini sungguh sangat miris, tidak ada lagi keamanan bagi perempuan. Maraknya kasus pelecehan, pemerkosaan, penculikan, hingga pembunuhan terhadap perempuan, semakin menunjukkan sistem hukum yang mandul. Sistem hukum yang seharusnya mampu memunculkan efek pencegahan tindak kejahatan, justru seolah-olah memelihara kejahatan.


Sangat tampak bahwa berbagai upaya untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan belum menyentuh akar persoalan sehingga solusi yang ditawarkan tak membuahkan hasil. Ibarat orang sakit kepala hanya diberi pereda nyeri, ketika pengaruh obat hilang sakitnya kambuh lagi. Bisa jadi semakin parah karena yang diobati bukan penyebab sakit kepala, tetapi hanya meredakan sementara. Padahal pengobatan yang tepat harus pada pokok persoalan. 


Misal, jika sakit kepala karena ngantuk, maka obatnya tidur. Kalau sakit kepala karena lapar, maka obatnya makan. Jikalau sakit kepala karena tekanan darah rendah, maka harus mengonsumsi makanan yang bisa meningkatkan tensi darah. Dengan obat yang tepat sakit kepala akan sembuh.


Fakta demikian bisa dipahami, karena regulasi saat ini lahir dari pemikiran manusia yang lemah dan serba terbatas.  Faktanya sistem kapitalisme sekuler hanya menghasilkan berbagai kerusakan di tengah-tengah masyarakat, salah satunya kekerasaan terhadap perempuan.


Dalam sistem ini pun interaksi laki-laki dan perempuan serba bebas tidak terjaga, aurat diumbar, maraknya pornoaksi dan pornografi, beredarnya miras, menjamurnya tempat maksiat, kemiskinan yang mendera, dan lain sebagainya. Sistem ini melahirkan hukum yang pragmatis, sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi para pelaku tindak kriminal. Oleh karena itu, negeri ini membutuhkan sebuah sistem yang melahirkan sebuah peraturan yang universal. 


Berbeda dengan sistem islam. Islam memandang bahwa kaum perempuan adalah kehormatan yang harus dipelihara dan dijaga dengan baik. Oleh karen itu, Allah telah menurunkan Islam sebagai aturan yang menjaga dan melindungi kaum perempuan. Memberikan rambu-rambu agar kaum hawa tidak terhina dan dihinakan oleh orang-orang yang suka menghina. 


Allah swt. pun menurunkan seperangkat aturan untuk perempuan karena rasa kasih sayang dan cinta Allah swt. agar makhluk bernama wanita yang lembut itu tidak sembarangan orang boleh mendekatinya. Karenanya islam memberikan rambu-rambu yang harus ditaati seorang wanita agar terhindar dari kehinaan. 


Jika mau mengacu pada Islam, tentunya kasus tersebut tidak akan kembali berulang. Islam telah menetapkan bahwa melindungi kaum wanita adalah wajib. Islam menjamin perlindungan kepada perempuan dengan aturan terperinci. Aturan yang lahir dari Sang Pemberi Kehidupan sudah pasti menyejahterakan. Wanita akan terjaga kehormatan di mana pun berada tanpa adanya perasaan was-was. Lebih dari itu, dengan diterapkannya hukum Islam, negeri akan senantiasa dalam naungan rahmat dan berkah dari Sang Khalik, yaitu Allah yang menciptakan dan mengatur alam semesta. 


Kemudian Islam akan menghukum pelaku tindak kriminal dalam berbagai bentuk dengan standar hukum syariat. Seperti yang telah dilakukan pada masa Daulah Abbasiyah, khalifah Al-Mu’tashim Billah mengirimkan puluhan ribu pasukan untuk melindungi satu wanita yang dilecehkan oleh orang Romawi.


Dengan demikian, Islam telah menempatkan posisi yang layak bagi kaum wanita sesuai fitrahnya. Islam mengkhususkan beberapa perkara dan membolehkan kerja sama dengan lelaki pada perkara tertetu. Allah menciptakan wanita, tentu Dia lebih tahu mana yang baik dan tidak. Oleh karena itu, andai negeri ini dan negeri muslim lain kembali kepada syariat Islam yang mulia, tidak akan ada penghinaan bagi kaum perempuan. Baik muslimah maupun non muslim. Sebab Negara akan menjaga dan melindungi kehormatan kaum perempuan yang menjadi warga negaranya tanpa pandang warna kulit, suku, dan agama.


Maka untuk memutuskan rantai kekerasan bagi kaum perempuan di era modernisasi ini adalah dengan membuang racun feminisme dan liberalisme. Kemudian mengadopsi Islam sebagai aturan hidup bersama. Peradaban Gelap Barat dan modernisasi kapitalisme telah gagal memuliakan kaum perempuan, dan peradaban Islam telah terbukti berhasil menjaga kehormatan kaum perempuan. Adakah alasan bagi kaum perempuan kini untuk menolak syariat Islam? Wallahu a’alam bi ash-shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post