Ada Apa dengan Rempang Galang?

 

Oleh: Hana Sheila

 Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok

 

Bentrok masa dengan aparat yang dipicu oleh proyek pembangunan pemerintah kembali terjadi di wilayah Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Pada 7 September lalu, Aparat memaksa masuk ke kampung adat untuk melakukan pemasangan patok batas, saat aparat mulai masuk terjadi lemparan batu dari arah warga yang disusul semprotan gas air mata oleh aparat. Gas air mata dilaporkan sampai masuk ke lingkungan sekolah hingga belasan siswa dilarikan ke rumah sakit.

 

Sebelumnya masyarakat adat menolak direlokasi imbas proyek ini karena khawatir kehilangan ruang lingkup hidupnya. Karena proyek ini membuat 16 kampung di wilayah Rempang Galang yang dihuni sekitar 10 ribu orang harus dikosongkan, dan pemerintah hanya memberi waktu sampai 28 September 2023. Pemerintah akan merelokasi masyarakat ke wilayah 3 Sijantung dan menjanjikan bahwa masing masing kepala keluarga mendapatkan rumah tipe 45 senilai 120 juta rupiah.

 

Proyek Rempang Eco City adalah proyek strategis nasional (PSN) dari seluruh Pulau Rempang dan sebagian Pulau Galang dan Subangmas menjadi wilayah industri, perdagangan dan wisata yang terintegrasi. Proyek ini dimaksudkan untuk menumbuhkan pendapatan ekonomi negara yang diawali oleh investasi dari produsen kaca terkemuka dari Cina yaitu Xinyi Group.

 

Fakta konflik lahan selalu terjadi dalam pembangunan infrastruktur pemerintah, dan relokasi sebagai solusi dari konflik agraria selalu menjadi kekhawatiran bagi masyarakat sebab mereka akan kehilangan rumah, mata pencaharian, dan sebagainya. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari arah pembangunan ekonomi negara yang bertumpu pada investor. Bahkan UU Ciptaker yang dibuat pemerintah memudahkan penggunaan lahan untuk proyek strategis nasional dalam rangka pembangunan infrastruktur. Parahnya lagi, cara pemerintah untuk mengambil lahan tidak manusiawi, ini menunjukkan jati diri pemerintah yang hanya sebagai regulator yang berpihak pada korporasi bukan rakyat.

 

Inilah ketidakadilan pemerintah yang menerapkan sistem kapitalisme. Sistem ini hanya menjadikan rakyat sebagai korban karena pembangunannya lebih berpihak pada kaum oligarki. Berbeda dengan pembangunan dalam sistem Islam yang mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagai wujud tanggung jawab negara sebagai pengurus rakyat. Sesuai sabda Rasulullah SAW, “Imam adalah ra'iin (pengurus rakyat) dan mereka dimintai pertanggung jawaban atas kepengurusan rakyatnya,” (HR Al Bukhari).

 

Berdasarkan hal ini, negara dalam sistem Islam yakni khilafah harus hadir secara benar di tengah masyarakat yang sesuai dengan aturan Allah SWT. Negara juga harus hadir sebagai penanggung jawab seluruh urusan rakyatnya melalu penerapan syariat Islam secara kaffah pada seluruh aspek kehidupan. Karena fungsi dari pelaksanaan hukum syariat mencegah munculnya masalah dan konflik ditengah kehidupan manusia. Serta menyelesaikan masalah dengan adil.

 

Pembangunan dalam Islam hanya untuk kemaslahatan rakyat, lahan-lahan yang digunakan dikembalikan menggunakan konsep aturan pengaturan tanah dalam Islam. Islam menegaskan, setiap lahan atau tanah sudah memiliki status kepemilikan yang ditetapkan oleh Allah SWT.

 

Di dalamnya ada tiga jenis kepemilikan tanah, yaitu: Pertama, tanah yang boleh dimiliki oleh individu, yaitu tanah pertanian atau lahan perkebunan. Kedua, tanah yang merupakan kepemilikan umum, yaitu tanah yang di dalamnya terdapat harta milik umum. Seperti tanah hutan, tambang, dan berbagai infrastruktur umum. Islam melarang penguasaan atau privatisasi yang diberikan korporasi atas tanah milik umum, sebab hal tersebut akan menghalangi orang lain untuk memanfaatkan tanah tersebut, yang bisa memicu adanya konflik. Ketiga, tanah milik negara, yakni tanah yang tidak berpemilik alias tanah yang diatas nya adalah bangunan milik negara. Dan tanah ini wajib dikelola oleh negara sepenuhnya.

 

Kepemilikan tanah di dalam Islam harus sejalan dengan pengelolaannya. Islam menetapkan ketika menemukan suatu tanah yang tidak tampak ada kepemilikan seseorang terhadapnya, maka siapa pun boleh memiliki tanah tersebut dan selama dia mau mengelolanya. Namun ketika tanah yang sah dimiliki seseorang ditelantarkan selama 3 tahun, maka kepemilikan atas tanah tersebut otomatis akan hilang dan diambil oleh negara.

 

Pengaturan seperti ini akan menjaga kepemilikan orang atas tanah sekalipun tidak memiliki surat surat tanah, sebab kepemilikan tanah sudah ditunjukkan dengan pengelolaan atas tanah tersebut. Adapun jika negara ingin melakukan pembangunan atas tanah milik warganya, maka negara harus mendapatkan izin dari warga yang bersangkutan. Jika warga menolak negara tidak boleh memaksakan. Inilah pengelolaan tanah dalam sistem Islam yang akan membawa kesejahteraan bagi rakyat.[]


Post a Comment

Previous Post Next Post