Solusi Fundamental Atasi Kekerasan Seksual pada Anak di Sultra


Oleh: Hamsina Ummu Ghaziyah

(Freelance Writer)


Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Pemerintah Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara, menggelar sosialisasi tindak pidana kekerasan seksual di salah satu hotel di Kendari, Sulawesi Tenggara. (Antara news,10/8/2023)


Dilansir dari laman yang sama, sosialisasi tersebut dibuka langsung oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Kendari Ridwansyah Taridala, dan dihadiri polisi, Rumpun Perempuan Sultra, dan Forum Anak Kota Kendari (Fantri). Sekda Taridala mengatakan, sosialisasi itu menyajikan materi terkait UU Nomor 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Menurutnya, beberapa kasus ditemukan anak-anak di bawah umur yang dipekerjakan, terutama di lampu merah dan di perempatan-perempatan ruas jalan Kota Kendari, diduga diorganisir oleh oknum tertentu.


Sepanjang tahun 2022, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3APPKB) Sulawesi Tenggara mencacat, sebanyak 261 kasus kekerasan seksual terjadi pada anak. Dari jumlah tersebut, laporan paling banyak adalah kekerasan terhadap anak perempuan sebanyak 212 kasus dan 49 kasus kekerasan terhadap anak laki-laki.


Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Seksual 


Kasus kekerasan seksual yang tengah marak hingga saat ini, tak hanya mengintai orang dewasa. Anak-anak pun tak luput dari terkaman predator seksual. Beragam kasus kekerasan seksual pada anak yang terus mencuat, menjadikan para orang tua was-was terhadap kehidupan anak-anak mereka. Seperti halnya ketika sang anak beraktivitas di sekolah, bahkan di lingkungan sekitarnya pun sebenarnya tak luput dari incaran predator seksual. Apalagi, jika orang tua lebih sibuk di luar rumah dengan bekerja, maka tidak menutup kemungkinan si anak menjadi korban karena kurangnya perhatian dan pengawasan dari orang tua.


Di sisi lain, pengaruh lingkungan dan pergaulan bebas adalah sebagian faktor mengapa kekerasan seksual pada anak terus terjadi. Ketika anak kurang mendapatkan perhatian dari keluarga, maka tempat untuk mendapatkan hal tersebut tak lain adalah teman sepermainannya. Apakah dia bergaul dengan teman yang baik atau teman yang buruk semua itu tergantung mindset yang ditanamkan oleh orang tuanya.


Jadi, jika ada anak yang terjerumus pada pergaulan bebas dan mendapatkan kekerasan seksual maka bisa jadi dirinya tidak dibekali dengan dasar aqidah Islam dari orang tuanya. Tak hanya faktor lingkungan dan pergaulan bebas, masih banyak lagi faktor yang menyebabkan terjadinya tindakan kekerasan seksual, diantaranya tontonan yang berbau pornografi, pornoaksi, miras, dan narkoba yang menjadikan seseorang sebagai pelaku kriminalitas seksual.


Namun sejatinya, adanya faktor-faktor yang memicu terjadinya tindak kekerasan seksual pada anak maupun wanita hingga menjadikan seseorang berpotensi menjadi predator seksual, muncul bukan dengan sendirinya. Tentunya hal-hal tersebut ada pemicunya, seperti halnya aturan pemerintah yang tidak mampu memblokir total situs pornografi maupun pornoaksi. Pada akhirnya, tontonan-tontonan tersebut masih bisa diakses hingga dipraktekkan dalam tindakan-tindakan tak bermoral.


Miras dan narkoba, sampai saat ini masih terjual bebas dan dikonsumsi bahkan oleh anak-anak di bawah umur. Maka, langkah pemerintah menanggulangi kekerasan seksual, tidak akan berhasil selama pemicu terbesarnya masih dibiarkan bahkan terkesan sengaja dipelihara.


Belum lagi, kondisi masyarakat yang individualistis telah melahirkan sikap nirempati terhadap lingkungan sekitar serta  acuh tak acuh terhadap perkara-perkara yang mengancam kehidupan anak-anak maupun wanita. Pun demikian pada masalah ekonomi. Pengangguran dimana-mana, hingga ketiadaan hukum yang jelas yang mampu memberi efek jera bagi pelaku kejahatan seksual.


Akar Masalah Sesungguhnya


Sebagaimana kehidupan masyarakat kita saat ini, dimana hidup serba bebas, halal-haram dipinggirkan, haq dan bathil dicampuraduk, telah menimbulkan  kerusakan demi kerusakan dalam kehidupan umat. Lihat saja, bagaimana pendidikan kita saat ini dikapitalisasi oleh orang-orang bermodal, hingga sebagian masyarakat yang ingin mendapatkan akses pendidikan yang bagus terpaksa harus terhenti karena terbebani oleh biaya pendidikan yang mahal. Di sisi lain, banyak masyarakat yang kurang memandang persoalan kekerasan seksual sebagai alarm yang harus diwaspadai.


Dari sisi ekonomi, terpampang nyata bagaimana SDA kita dikuasai oleh korporasi Asing maupun swasta. SDM yang melimpah di negeri ini menjadi tidak berarti. Sebab, angka kemiskinan masih tinggi, pengangguran terus meningkat, dan kesejahteraan bagaikan barang langka. Belum lagi, minimnya lapangan kerja turut andil menyuburkan terjadinya kekerasan seksual, baik pada anak-anak maupun perempuan. Hal demikian akibat tekanan psikologi, ditambah ketiadaan iman pada diri manusia itu sendiri. 


Hal lain yang memicu maraknya kekerasan seksual, terkait penerapan hukum dan sanksi yang diberikan oleh negara saat ini. Sanksi yang lemah dan tingginya penghargaan terhadap HAM dan kebebasan individu, kian menambah panjang daftar kasus kekerasan seksual. Tak dimungkiri, hukum dan sanksi yang diterapkan tidak mampu memberi efek jera pada pelaku kekerasan seksual. Pun, hal ini  mencerminkan ketidaktegasan pemerintah dalam menguarai masalah kekerasan seksual. Semua itu, tak lain sebagai akibat duterapkannya sistem kapitalisme sekuler yang mendistorsi peran agama dalam kehidupan.


Telah nyata di depan mata, bagaimana dahsyatnya kerusakan yang ditimbulkan sistem yang lahir dari akal manusia tersebut. Seluruh aspek kehidupan, baik pendidikan, ekonomi, politik, pemerintahan, kehidupan sosial dll., diporak-porandakan, hingga kehidupan umat berada di titik terendah dan terhina karena terjebak syahwat duniawi. 


Islam Sebagai Solusi Fundamental


Efek domino yang ditimbulkan oleh sistem sekularisme, sejatinya telah memberikan kita gambaran bahwa kerusakan yang terjadi saat ini adalah akibat kita mencampakkan hukum-hukum Allah Swt. Bagaimana tidak, seluruh aspek kehidupan manusia dijauhkan dari agama. Padahal, mulai perkara makan, minum, tidur, hingga masuk kamar mandi saja diatur dalam Islam. Apatah lagi, perkara kekerasan seksual yang notabene merupakan kejahatan dan butuh penanganan serius.


Hal ini justru berbanding terbalik dengan sistem kapitalisme sekuler, dimana akal dan hawa nafsu manusia dijadikan sebagai sumber aturan dalam kehidupan sehari-hari. Padahal, akal sifanya lemah dan  terbatas. Oleh karena itu, Islam hadir sebagai ideologi yang memiliki seperangkat aturan (fikroh dan thoriqoh) yang bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah. Islam yang bersumber dari Allah Swt., Tuhan yang Maha Pencipta dan Maha Pengatur.


Aturan yang bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah inilah yang menjadi patokan kita dalam menyelesaikan berbagai problematika kehidupan, termasuk kekerasan seksual pada anak maupun wanita. Islam memandang, kekerasan seksual sebagai tindak kriminalitas yang memberi efek buruk bagi korbannya seperti gangguan psikis maupun kerusakan fisik. Hal ini tentu memberi trauma yang cukup lama bagi korban apalagi jika korbannya adalah anak-anak.


Untuk itu, Islam memberi aturan tegas kepada perempuan dan  laki-laki untuk menjaga interaksi sosial, baik di depan publik mauoun di ranah privasi, yakni tidak melakukan aktivitas ikhtilat (campur baur) maupun aktivitas khalwat (berdua-duaan) di tempat sepi. Selain menjaga interaksi sosial, Islam mewajibkan untuk menutup aurat secara syar'i dan menundukkan pandangan. Dengan adanya aturan demikian akan menjaga hal-hal yang menjerumuskan dalam kemaksiatan (zina). Surah al-Isra ayat 32 menjadi peringatan keras agar aki-laki dan perempuan tidak terjerumus dalam perkara yang diharamkan.


Pun, Islam melarang  pornografi dan pornoaksi. Sebab, keduanya berpotensi menimbulkan hasrat seksual. Demikian halnya dengan miras. Islam dengan tegad telah mengharamkan miras, apapun bentuknya. Sebab, Islam mwmandang miras sebagai pangkal dari berbagai macam kejahatan.


Islam juga menjamin pendidikan bagi setiap individu-individu tanpa pandang status sosial. Bagi pelajar akan diberikan fasilitas pendidikan gratis tanpa dipungut biaya sepeserpun begitu pun halnya masyarakat yang ingin mendapatkan pendidikan. 


Dari segi ekonomi,  negara Islam akan membuka lapangan pekerjaan dengan memanfaatkan potensi SDM untuk mengelola perkebunan, hutan, dsb. agar tidak terjadi ketimpangan dalam kehidupan sosial masyarakat. Sementara itu, untuk memberi efek jera, negara Islam akan menerapkan sanksi yang tegas dan memberi efek jera.


Misalnya, jika pelaku melakukan kejahatan sodomi (liwath) maka sanksi hukum yang akan diberikan adalah dibunuh. Jika pelaku melakukan kekerasan seksual tapi tidak sampai pada pemeriksaan maka akan dikenakan hukuman ta'zir. Sementara jika kejahatan seksual berujung pada pemerkosaan maka pelaku akan dicambuk 100 kali kemudian diasingkan selama satu tahun (jika pelakunya belum menikah). Namun, jika pelaku sudah menikah maka hukuman yang akan diberikan adalah dirajam sampai mati.


Demikianlah solusi fundamental yang Islam tawarkan dalam menuntaskan kasus kekerasan seksual pada anak maupun perempuan. Hanya Islamlah satu-satunya yang mampu memberikan perlindungan serta keamanan bagi anak-anak maupun perempuan dalam tatanan keluarga dan negara.


Negara sebagai benteng perlindungan berkewajiban untuk menjaga keselamatan rakyatnya, termasuk anak-anak. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.


" Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya, penguasa yang memimpin rakyat banyak akan dimintai pertanggung jawaban atas rakyatnya. ( HR Bukhari dan Muslim)


Wallahu A'lam Bishshowab

Post a Comment

Previous Post Next Post