Oleh Lisnawati
Pendidik Generasi dan Aktivis Muslimah
Masyarakat akhir-akhir ini sedang disibukan dengan berita pemilu yang akan dihelat pada tanggal 14 Februari 2024, termasuk pemilihan anggota legislatif (Pileg) dan pemilihan presiden (Pilpres). Sementara itu, pemilihan kepala daerah (Pilkada) bakal diselenggarakan serentak pada tanggal 27 November 2024. Dalam pemilu nanti masyarakat diimbau untuk tidak memilih pemimpin yang menjadikan agama sebagai alat politik.
Sebagaimana dikutip oleh kompas.com, Senin (04/09/2023), media online KOMPAS- Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengimbau masyarakat agar jangan memilih pemimpin yang menggunakan agama sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan. Hal ini disampaikan Yaqut mengingat tahun politik dan Pemilu 2024 semakin dekat. "Kita lihat calon pemimpin ini pernah menggunakan agama sebagai alat untuk memenangkan kepentingannya atau tidak. Kalau pernah, jangan dipilih," kata Yaqut di Garut, Jawa Barat, dikutip dari siaran pers Kementerian Agama (Kemenag), Senin (4/9/2023). Yaqut mengatakan, pemimpin yang ideal harus mampu menjadi rahmat bagi semua golongan.
Dengan adanya ungkapan Bapak Menteri Agama tersebut makin menguatkan kekacuan, calon legislatif yang terpilih nanti ada seorang mantan narapidana karena kasus korupsi yang sangat merugikan rakyat dan harus jadi pemimpin perwakilan rakyat.
Ada pula yang dicalonkan jadi wakil rakyat/anggota legislatif mantan narapidana karena kasus penistaan agama yang tidak menjadikan contoh seorang pemimpin bagi masyarakat, karena di sistem sekuler ini agama dijauhkan dari kehidupan sehingga melakukan hal yang besar tidak berdasarkan norma agama hanya berdasarkan pada kepentingan personal/ kelompok yang bermodal besar.
Tidak dilihat sampai sejauhmana akan pemahaman untuk menjadi seorang pemimpin, bahkan hanya berdasarkan pada seseorang karena banyak follower yang akan dijadikan manfaat untuk memperbanyak hasil suara pada pemilu nanti.
Sehingga ungkapan Menag ini menyesatkan umat, dan membahayakan kehidupan umat karena agama dituduh sebagai alat politik, agama tidak dijadikan pedoman atau mengambil kebjakan dalam berpolitik. Pandangan ini menguatkan bahwa negara ini memang sekuler.
Dalam Islam politik tidak dapat dipisahkan dari agama karena agama harus menjadi landasan dalam menentukan arah politik negara. Politik adalah bagian dari syariat Islam karena di dalam Islam memiliki sistem politik baku yang dikenal dengan sistem khilafah, pengangkatan pemimpinnya menggunakan metode baiat.
Khalifah atau pemimpin mengurus urusan umat menggunakan syariat Islam, baik urusan di dalam negeri maupun urusan di luar negeri. Kekuasaan di bawah naungan Daulah Khilafah yang berdiri selama 1300 tahun ini bisa dirasakan oleh kaum orang Barat yaitu Will Durant dalam bukunya yang dituliskan
"Para khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan, dan usaha keras mereka para khalifah telah mempersiapkan berbagai kesempatan bagi siapapun yang memerlukannya.Dan meratakan kesejahteraan selama berabad-abad dalam luasan wilayah yang belum pernah tercatat lagi fenomena seperti itu setelah masa mereka."
Pernyataan bukti sejarah ini tidak akan mungkin ada, jika kaum muslimin tidak melakukan aktivitas politik baik di dalam negeri maupun di luar negeri sesuai syariat Islam. Saatnya kita kembali kepada sistem Islam dalam naungan khilafah an nubuwah, dan meninggalkan sistem sekuler kapitalisme yang sangat merugikan masyarakat
Wallahualam bissawab
Post a Comment