Pembangunan Infrastruktur Kapitalisme, Maslahat atau Mudharat?


Oleh: Astina


Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, izin operasi Kereta Cepat Jakarta-Bandung baru akan dikeluarkan Kementerian Perhubungan dalam waktu satu pekan ke depan. Hal ini disampaikan Jokowi usai menjajal Kereta Cepat Jakarta-Bandung dari Stasiun Halim hingga Stasiun Padalarang. 

Dengan anggaran proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang membengkak dari US$ 6,07 miliar menjadi US$ 7,5 miliar atau setara dengan Rp112 triliun yang mengacu pada kurs rupiah Rp15.000 per US$, membuat bandar PT KCIC ketar-ketir.


Akhirnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan jurus sakti mengatasi permasalahan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Kajian terakhir adalah aturan penjaminan pemerintah dalam rangka memperoleh pendanaan atas kenaikan dan/atau perubahan biaya (cost overrun) proyek tersebut.


Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi menegaskan tidak ada subsidi tarif atau Public Service Obligation (PSO) untuk Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB). Public Service Obligation adalah  Kewajiban Pelayanan Umum  oleh pemerintah yang berarti seharusnya Kereta cepat ini seharusnya mendapatkan subsidi sehingga biaya yang diperlukan cukup murah bagi masyarakat.


Bengkaknya dana menambah panjang masalah  akibat Proyek Strategis Nasional (PSN). Nyatanya juga proyek tersebut tidak bermanfaat untuk umat. Negara harus menanggung biaya yang tinggi dalam pembangunan kereta cepat ini, padahal negara seyogianya membiayai yang lebih penting dan mendesak terhadap kebutuhan masyarakat. Hal ini menggambarkan ketidaktepatan dalam merancang PSN.


Proyek kereta cepat saat ini bukan menjadi prioritas dalam kebutuhan rakyat, karena disisi lain banyak infrastruktur yang lebih dibutuhkan oleh rakyat seperti jalan, jaringan internet, instalasi pengelolaan air, pasokan listrik, fasilitas pendidikan dan kesehatan serta berbagai fasilitas umum lainnya, sementara itu tidak ada tanda-tanda pembangungan infrastruktur. Itulah gambaran dari gagalnya sistem yang dijalankan saat ini yaitu sistem kapitalisme.


Berbeda dengan Islam. Proyek strategis dalam Islam adalah proyek yang membawa banyak manfaat untuk umat dan mengokohkan posisi negara dalam kancah internasional. Pembangunan infrastruktur untuk kepentingan umat secara penuh adalah tanggung jawab negara. Oleh karena itu pengadaan dan pembiayaanya pun ada ditangan negara. Infrastruktur dimaknai sebagai fasilitas yang dibutuhkan oleh seluruh semua orang yang jika hal tersebut tidak tersedia akan menyebabkab bahaya dan kesengsaraan hidup rakyat. Fasilitas yang telah dibangun menjadi tanggung jawab negara dalam mengelolanya serta diberlakukan secara gratis untuk masyarakat dan tidak dijadikan sebagai objek bisnis semata.


Islam juga telah mengatur bahwa pembangunan infrastruktur tidak boleh diserahkan kepada swasta sebab pembangunannya diperuntukkan untuk kepentingan masyarakat bukan objek bisnis. Jika pembangunan dikelola oleh swasta sangat memungkinkan terbengkalai dan merugikan rakyat.


Pembangunan infrastuktur menggunakan anggaran dari negara yaitu baitul maal, fasilitas yang sangat penting seperti jalan, saluran air minum, listrik, pendidikan dan kesehatan akan diprioritaskan untuk pembangunan di seluruh wilayah, sebab jika keberadaannya tidak segera makan akan menyebabkan bahaya bagi kehidupan manusia. 


Apabila dana baitul maal tidak mencukupi dalam membangun semua fasilitas mendesak tersebut maka negara wajib untuk membiayai dengan memungut pajak dari rakyat yang mampu. Selain itu negara juga bisa meminjam dari pihak lain asalkan tetap dalam koridor syara’ yaitu tanpa bunga atau menyebabkan negara bergantung pada pemberi pinjaman.

 

Negara akan membangun infrastruktur berdasarkan skala prioritas. Infrastruktur kesehatan dan pendidikan, jalan raya, dan semua infrastruktur yang menunjang aktivitas ekonomi rakyat menjadi prioritas utama. Sedangkan fasilitas umum yang bersifat tidak mendesak akan dibangun ketika semua fasilitas utama sudah dibangun dan keuangan negara dalam keadaan aman.


Begitulah Islam yang membangun infrastruktur berdasarkan kepentingan rakyat, menggunakan kas negara, serta tanpa menyerahkan proyek tersebut pada swasta. Keberhasilan Islam membangun infrastruktur ini masih bisa kita saksikan saat ini sebagai bukti kegemilangan peradaban Islam. Keberhasilan umat Islam membangun peradaban yang mengungguli peradaban Barat tentu saja karena ideologi Islam diterapkan sebagai sistem bernegara.


Negara membangun sistem perekonomian Islam yang mampu menopang aktivitas ekonomi umat. Tidak ada sektor ekonomi non-riil apalagi sistem keuangan ribawi. Roda perekonomian berputar pada sektor riil yang mengalirkan kekayaan tidak hanya pada segelentir orang, tapi pada semua pelaku ekonomi. Maka, sudah saatnya kita beralih pada sistem yang terbukti mampu menyejahterakan umat. Itulah Islam yang diterapkan secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan. Wallahu 'alam

Post a Comment

Previous Post Next Post