Oleh Neneng Sriwidianti
Pengasuh Majelis Taklim
Lagi dan lagi. Kota Bandung menjadi surganya para pengedar narkoba. Mereka melakukan cara apapun demi untuk memuluskan tujuannya. Aturan hidup sekuler yang diterapkan di negeri ini, benar-benar telah menjerat manusia ke dalam lingkaran kemaksiatan yang tak bertepi. Kerusakan pun telah melanda hampir di seluruh aspek kehidupan. Masyarakat semakin jauh dari agamanya. Agama hanya dipakai dalam urusan akidah dan ibadah, sementara masalah lainnya seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan, sanksi, pargaulan, penguasa menggunakan aturan Barat yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam.
Seperti kasus seorang wanita inisial NWP (30), yang diamankan oleh Satuan Reserse (Satres) Narkoba Polrestabes Bandung karena terlibat dalam peredaran narkoba. Wanita tersebut memasok barang haram itu ke salah satu Lapas di Jawa Barat (Jabar). Menurut Wakapolresta Bandung, AKBP Dwi Handono Prasanto, NWP mengakui telah mengedarkan narkoba jenis sabu ini selama dua tahun. Untuk mengelabuhi petugas, NWP menyimpan sabu tersebut di lipatan sepatu dan kelaminnya. Dari pemeriksaan, NWP menyerahkan narkoba itu kepada suaminya yang berstatus narapidana. Selain NWP, Satres Narkoba Polresta Bandung juga berhasil mengungkap kasus tindak pidana peredaran narkotika dan peredaran obat keras terlarang di Kota Bandung dalam kurun waktu 4-14 Agustus 2023. Dalam pengungkapan kasus tersebut, ada 16 tersangka yang diamankan. (Online ayobandung, 17/8/23)
Penangkapan NWP baru-baru ini, menambah daftar panjang kasus penyebaran narkoba di kota kembang ini. Penyebarannya kian tak terkendali. Bukan hanya dilakukan oleh kaum pria, tapi juga menjerat kaum hawa yang terkesan lemah lembut dan keibuan. Tetapi, sistem hidup yang diterapkan, telah merubahnya menjadi wanita yang bebas, lepas tak terkendali karena desakan lingkungan yang rusak dan minimnya pengetahuan agama yang dimiliki. Demi untuk meraih tujuan, dia rela menghalalkan segala cara sekalipun melanggar hukum syariat.
Harapan untuk membabat narkoba di negeri ini seperti jauh panggang dari api. Bagaimanapun kerasnya usaha yang dilakukan, selama akar masalahnya tidak diberangus, harapan itu tidak akan pernah terwujud. Karena, selama akidah sekularisme yang menjadi landasan kehidupan masyarakat masih dipakai, selama itu pula peredaran narkoba akan tumbuh subur di negeri ini, termasuk di Kota Bandung.
Sekularisme telah merubah masyarakat menjadi pemburu hawa nafsu, hedonis, dan permisif (serba boleh). Halal dan haram bukan lagi menjadi tolak ukur dalam diri mereka. Penerapan hukum yang diharapkan mampu membabat narkoba, nyatanya tumpul. Buktinya, seseorang yang sedang dihukum bisa bebas mengendalikan peredaran narkoba sekalipun menjadikan istrinya sebagai perantara barang haram tersebut. Sungguh miris.
Sebagai ajaran yang sempurna, Islam bukan hanya sebagai agama tetapi juga, sebagai ideologi (aturan hidup) yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Termasuk aturan tentang penjagaan terhadap akal dan jiwa. Secara tegas, Islam telah mengharamkan narkoba, miras, atau barang-barang sejenis yang dapat merusak akal pikiran.
Dari riwayat Ummu Salamah ra berkata, "Rasulullah saw. melarang setiap zat yang memabukkan dan menenangkan." (HR. Abu Dawud)
Ketika syariat Islam ditegakkan, maka peluang penyalahgunaan narkoba akan tertutup rapat. Asas akidah Islam, telah mewajibkan negara untuk membina ketakwaan masyarakatnya, serta menjadikan faktor ekonomi sebagai alasan berbuat kejahatan tidak akan terjadi. Sebab, pemenuhan kebutuhan pokok individu masyarakat semisal pangan, sandang, dan papan serta kebutuhan dasar seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan dijamin oleh negara.
Maka, para ulama sepakat, bahwa konsumsi narkoba haram hukumnya, karena menimbulkan kemudharatan yang luar biasa efeknya. Ibnu Taimiyah ra berkata, "Narkoba sama halnya dengan zat yang memabukkan dan diharamkan berdasarkan kesepakatan ulama. Bahkan, setiap zat yang dapat menghilangkan akal, haram dikonsumsi walau tidak memabukkan." (Majmu'' Al Fatawa, 34:204)
Karena, termasuk zat haram, maka bagi yang mengkonsumsi, mengedarkan, dan memproduksi termasuk jarimah (tindak kriminal) dan pelakunya mendapat sanksi ta'zir, yang jenis dan kadarnya diserahkan kepada ijtihad khalifah atau qadhi. Bisa dipenjara, sanksi ekspos, denda, jilid, bahkan hukuman mati. Dengan melihat tingkat kejahatan dan bahaya yang ditimbulkannya di masyarakat.
Menurut Syaikh Abdurahman al-Maliki, dalam ta'zir dan mukhalafat, ketika qadhi sudah menetapkan keputusan maka artinya keputusannya itu telah mengikat seluruh kaum muslimin, tidak boleh dibatalkan, dihapus, diubah, diringankan, atau yang lainnya, selama vonis itu masih dalam koridor syariat. Pemaafan itu adalah pembatalan vonis (sebagian atau total).
Sanksi dalam Islam juga ketika diterapkan akan berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Pelaksanaan disaksikan oleh masyarakat. Sehingga akan menimbulkan efek jera bagi pelaku dan masyarakat akan berpikir ribuan kali ketika akan melakukan kejahatan narkoba atau kemaksiatan lainnya.
Demikianlah, penerapan Islam secara kafah akan membabat pengedaran narkoba sampai ke akar-akarnya. Karena sistem Islam datang dari sisi Allah Swt. yang memahami kondisi hambanya dan memberikan solusi yang hakiki ketika terjadi permasalahan yang menimpa manusia dengan solusi yang sesuai fitrah, memuaskan akal, dan menenangkan jiwa. Masihkah percaya dengan sistem rusak sekularisme? Saatnya mencampakkan sistem ini dan berjuang untuk segera mewujudkan kepemimpinan Islam dalam naungan khilafah. Karena khilafah, satu-satunya sistem pemerintahan yang bisa menerapkan aturan Islam secara kafah.
Wallahu a'lam bishshawab
Post a Comment