Menyoal Islamophobia, Bagaimana Islam Mewujudkan Kerukunan antar Umat Beragama?


Oleh: Hamsina Ummu Ghaziyah

(Freelance Writer)


Kondisi India tengah mencekam menyusul tewasnya lima orang akibat bentrokan antara umat Hindu dan Muslim yang meletus pada Senin, 31/7/2023 tak jauh dari New Delhi.


Melansir dari laman resmi cnbcindonesia.(1/8), pejabat polisi mengungkap, kekerasan meletus setelah prosesi keagamaan Hindu melewati wilayah Nuh yang didominasi Muslim, di negara bagian Haryana. Menjelang sore, kekerasan telah meluas ke Gurugram yang berdekatan, dimana sebuah masjid dibakar, ulama dibunuh, dan banyaknorang terluka.


Di belahan bumi Eropa, kelompok anti-Islam Danske Patrioter (Patriot Denmark) kembali membakar Al Qur'an di depan mesjid Kedutaan Turki di Copenhagen, Rabu (2/8/2023). Mengutip laporan Anadolu Agency, Kamis (3/8/2023), itu menjadi aksi yang ketiga oleh Patriot Denmark selama tiga hari berturut-turut dan menjadi aksi kedua di dekat Kedutaan Turki. (Sindonews,3/8/2023)


Lagi dan lagi, Islam menjadi sasaran empuk orang-orang kafir yang benci terhadap Islam. Serangan demi serangan dilesatkan sebagai bentuk kebencian dan ketidaksukaan mereka tersebab Islam dianggap sebagai agama stigmatisasi dan intoleran. padahal, jauh sebelum peradaban Islam runtuh, Islam adalah agama yang paling toleransi terhadap non muslim.


Di masa kepemimpinan Rasulullah saw., Piagam Madinah merupakan salah satu bentuk toleransi Islam kepada non muslim. Dalam rumusan Piagam Madinah pada 622 H., Rasulullah saw. meletakkan dasar-dasar bagi keragaman hidup antar umat beragama. Di antaranya, sikap saling menghormati antar umat beragama, tidak saling menyakiti, serta saling melindungi keanggotaan yang tergabung dalam Piagam Madinah.


Bentuk toleransi yang ditunjukkan umat Islam kepada non muslim juga dipraktikkan dalam kepemimpinan Khulafaur Rasyidin, Kekhilafahan Umayah, hingga di masa Kekhilafahan Utsmaniyah. Bentuk-bentuk toleransi yang ditunjukkan oleh umat Islam dari masa kepemimpinan Rasulullah saw. hingga kepemimpinan Kekhalifahan Utsmaniyah adalah bukti otentik yang secara historis telah ditorehkan selama kurang lebih 14 abad.


Namun, sejak runtuhnya Kekhalifahan Turki Utsmaniyah 1924, Islam pelan-pelan mulai mendapat pengekangan dari Barat dan sekutunya. Berbagai macam paham atau pemikiran Barat mulai digencarkan dengan merusak pemikiran kaum muslimin diantaranya, sekularisme, liberalisme, nasionalisme, dsb.


Upaya ini sejatinya untuk mereduksi berbagai ajaran Islam dan mematikan kemurnian ajaran Islam. Setelah perang Salib, kaum kafir menyadari bahwasanya kaum muslim sulit untuk dikalahkan lewat peperangan fisik. Untuk itu, mereka mengatur strategi bagaimana cara untuk menjatuhkan Islam dan menjauhkan kaum muslimin dari ajarannya yaitu salah satunya adalah lewat ghazwul Fikri atau perang pemikiran.


Namun, apakah Barat cukup puas sampai di situ saja? Tidak. Usaha Barat pun tak henti-hentinya menggencarkan aksi mereka untuk menyudutkan Islam dan mendiskriminasi kaum muslim, terutama di negara-negara minoritas muslim. 


Lewat proyek Islamophobia yang di kembangkan Barat terutama AS, diskriminasi terhadap Islam dan kaum muslim pun semakin massif, seperti penghinaan, pelecehan, penodaan agama, kriminalisasi ulama dan aktivis Islam, kampanye negatif, serangan terhadap tempat ibadah dan pengrusakan aset-aset milik umat Islam.


Serangan terhadap Islam dan kaum muslim yang terus terjadi sejatinya adalah bentuk dari adanya kebebasan berpendapat dan berekspresi yang diagungkan oleh kaum kafir atas nama hak asasi manusia (HAM). Meskipun PBB telah menetapkan Hari Anti Islamophobia, namun hal ini tidak menyurutkan kaum kafir melakukan diskriminasi terhadap Islam dan kaum muslim.


Apa yang terjadi terhadap Islam dan kaum muslim saat ini adalah buah dari penerapan sekularisme liberal yang masih di adopsi oleh negeri-negeri muslim dan negeri-negeri dengan minoritas muslim. Sehingga, diskriminasi demi diskriminasi kerap dilakukan oleh kaum kafir dengan berlindung di balik HAM dan kebebasan.


Parahnya lagi, pemberlakuan hukum yang lemah tidak mampu memberi efek jera bagi setiap pelaku diskriminasi yang ditujukan kepada Islam dan kaum muslimin. Walhasil, vonis dengan hukuman ringan yang diberikan hanya memunculkan diskriminasi demi diskriminasi berikutnya. Alih-alih ingin memberi efek jera, justru malah sebaliknya. Islam seolah-olah bebas untuk dinodai dan dihina.


Oleh karena itu, untuk meredam aksi-aksi diskriminasi yang dilakukan oleh kaum kafir, umat Islam harus memiliki kekuatan besar dalam bentuk institusi negara yang kuat untuk mencegah terjadinya Islamophobia.  Karena adanya tuduhan Islam intoleran terhadap non muslim adalah sebuah fitnah keji tanpa bukti. Lantas bagaimana mekanisme negara Islam (khilafah Islamiyyah) dalam mereduksi adanya berbagai bentuk Islamophobia yang akhir-akhir ini terus terjadi?


Islam merupakan agama Rahmatan Lil 'Aalamin dan juga berperan sebagai sebuah ideologi. Dikatakan sebuah ideologi karena memiliki paradigma dalam menyelesaikan berbagai rentetan persoalan umat. Salah satunya adalah bagaimana mengatur hubungan antar umat beragama agar tidak terjadinya konflik yang memicu kebencian terhadap Islam (Islamophobia)


Pertama, Islam menghendaki adanya keberagaman agama. Dalam hal ini, keberadaan non muslim dalam negara Islam diberikan kebebasan memeluk agama dan keyakinannya. Sebab Islam tidak memaksa bagi non muslim untuk memeluk Islam sebagai agama mereka. Dan ini sudah di contohkan oleh Rasulullah saw. saat Beliau telah menetap di Madinah maupun di masa Kekhilafahan sesudahnya.

Sebagaimana Allah Swt. berfirman,

لَآ إِكْرَاهَ فِى ٱلدِّينِ ۖ 

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)…” (TQS. Al Baqarah [2]: 256)


Meskipun Islam mengakui adanya keberagaman, namun Islam tidak mengakui adanya pluralisme. Di dalam Daulah Islam, non muslim tetap mendapatkan perlakuan yang sama dengan kaum muslim tetapi mereka wajib mematuhi aturan yang sudah ditetapkan oleh Khalifah.


Kedua, Islam memiliki seperangkat aturan dalam mengatur keberagaman agama. Semasa kepemimpinan Rasulullah saw. sebagai kepala negara di Madinah, Beliau mengajarkan bagaimana hidup berdampingan dengan non muslim. Sebagai contoh, Kafir Dzimmi dalam negara Khilafah mendapatkan perlakuan yang sama seperti kaum muslim tanpa adanya diskriminasi. Selama mereka patuh dan taat terhadap aturan dalam negara Islam, maka negara akan memberikan jaminan perlindungan seperti menjaga keyakinan, kehormatan, akal, kehidupan dan harta benda, dan jiwa mereka.


Sebagaimana kedudukan Ahlu Dzimmah dalam negara Islam dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


مَنْ قَتَلَ قَتِيلًا مِنْ أَهْلِ الذِّمَّةِ لَمْ يَجِدْ رِيحَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا


“Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, maka dia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun. ” (HR. An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)


Ketiga, Islam menjaga batasan antar umat beragama terutama perihal peribadatan, tegas dalam perkara haq dan bathil, keimanan dan kekufuran, serta hal-hal yang menyangkut masalah aqidah, Islam sangat menjaganya. Sebisa mungkin Islam menjaga batasan kehidupan dengan non muslim terkait perkara aqidah tanpa harus merobohkan bangunan Islam. Sebab, Islam menghendaki kehidupan yang rukun dengan pemeluk agama lain tanpa keluar dari koridor syariat Islam. 


Daulah Islam memberi kebebasan kepada pemeluk agama lain beribadah sesuai dengan kepercayaan mereka masing-masing tanpa diskriminasi apapun. Inilah bentuk toleransi Islam kepada non muslim, sebagaimana Allah Swt. berfirman,

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِىَ دِينِ

"Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku".


Sementara, untuk keterlibatan non muslim dalam perkara ekonomi, sosial, politik, dan sanksi hukum, mereka diberi keluasan dengan syarat harus terikat dengan hukum Syara' tanpa terkecuali.


Inilah mekanisme yang dibangun oleh Islam dalam kehidupan beragama dengan penganut agama lainnya. Namun, jika di antara mereka (non muslim) ada yang melakukan pelanggaran atau penyesatan maka negara Khilafah berhak melakukan tindakan yang tegas. 


Sungguh, hanya dalam institusi Daulah Khilafah Islamiyyah, kerukunan antar umat beragama dapat terjaga. Hal ini sudah dibuktikan sepanjang sejarah kepemimpinan Rasulullah saw  dan kekhilafahan sesudahnya, dimana kaum muslim dan non-muslim hidup berdampingan tanpa adanya diskriminasi. Wallahu A'lam Bishshowab

Post a Comment

Previous Post Next Post