Melejitkan Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual


Oleh: Nina Iryani S.Pd


Dewasa ini, kekerasan seksual meroket drastis. Setiap tahunnya mengalami peningkatan kasus, baik terhadap anak-anak, pria dewasa maupun wanita dewasa. 

Indonesia yang sudah 78 tahun merdeka, ternyata masih terjajah oleh tingginya angka kekerasan seksual.


Beragam upaya dilakukan untuk menekan jumlah terjadinya kekerasan seksual pada keluarga, masyarakat dan pemerintah bahkan disusun Undang-undanh agar menjadi payung hukum bagi korban pelecehan seksual serta efek jera bagi pelakunya.


Namun faktanya, ternyata hukum hanya tajam ditegakkan bagi kalangan menengah kebawah, sedangkan bagi mereka para pemilik modal, seolah tidak terjerat hukum. 


Maraknya kekerasan seksual mengakibatkan stress, depresi, meningkatnya angka ODGJ, bunuh diri, penyimpangan seksual, LGBTQ+, HIV/AIDS, itu semua ujung dari pelecehan seksual.


Mewujudkan Indonesia sehat, Indonesia aman, Indonesia nyaman seolah mimpi belaka ditengah sulitnya perlindungan hukum, krisisnya iman, minimnya komunikasi yang baik antar keluarga, kurangnya kerjasama yang baik dari masyarakat dan kurang tegas nya negara menegakkan hukum terhadap pelaku kekerasan seksual. 


Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Indra Gunawan mengungkapkan keluarga dan masyarakat dapat berkontribusi mencegah tindak pidana kekerasan seksual (TPKS). Indra menyoroti fenomena anak yang menjadi korban TPKS namun enggan menceritakannya.


Indra menyebut anak tak mau melaporkan kasus TPKS karena takut menjadi aib dan mencoreng nama keluarga. Padahal orang tua perlu menciptakan ruang yang aman dalam keluarga.


Sementara itu anggota Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) dan Asosiasi Psikologi Forensik (APSIFOR) Ratri Kartiningtyas mengatakan kekerasan seksual bisa terjadi dan dilakukan oleh orang terdekat korban karena adanya relasi kuasa yang merugikan pihak korban. Padahal seharusnya, membentuk keluarga yang sehat jasmani dan rohani, dapat dimulai dari orang tua begitu pun dengan pencegahan kekerasan seksual terhadap anak juga dapat dimulai dari keluarga. 


"Peran keluarga dalam pencegahan kekerasan seksual dalam keluarga keterampilan pengelolaan stress, relasi yang hangat dan sehat suami istri, edukasi seks pada anak sesuai usia, komunikasi terbuka dan ruang aman untuk bicara, koreksi persepsi orang dewasa tentang kekerasan seksual dan jejaring dengan lembaga terkait penanganan kasus anak." Ujar Ratri. 


Lebih lanjut, Ratri mengatakan dalam sebuah keluarga terdapat dinamika yang menyebabkan terjadinya kekerasan seksual antara lain, kurang keterampilan pengelolaan konflik perkawinan, ketidakmampuan pengelolaan stress orang dewasa, budaya relasi kuasa dalam sebuah keluarga dan gangguan dan penyimpangan seksual. 


"Untuk mencegah kekerasan seksual, kolaborasi dan sinergi dari seluruh pihak sangat dibutuhkan, pencegahan juga dapat dimulai dari keluarga, keluarga yang sehat akan menciptakan anak yang sehat dan terhindar dari kekerasan seksual." Ujar Ratri. 


Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengungkap kasus kekerasan seksual di Indonesia semakin meningkat. LPSK mencatat 70 persen korban kekerasan seksual kenal dengan pelaku. 


"70 persen korban kenal dengan pelakunya, mulai dari ayah kandung, paman, kakek, kakak, keluarga, dosen, pejabat negara ," ungkap Wakil Ketua LPSK Livia Istania DF Iskandar, di Kuta, Bandung, Bali. Kamis (25/5/2023).


"Sekitar 80 persen adalah perempuan dan 75 persen adalah anak-anak kalau dilihat dari terlindung LPSK." Ungkap Livia. Contoh kasus yang baru-baru ini mencuat dipublik, diantaranya:

1) Pria di Polman. Sulawesi Selatan diadukan ke polisi usai diduga lecehkan keponakan (4/9/2023).

2) Heboh begal payudara beraksi di Sleman. Jogja (4/9/2023).

3) Akal bulus guru Pramuka diduga lecehkan siswa bermodus beri traktiran di Bali (31/8/2023), dan sebagainya. Masih banyak kasus-kasus lain baik yang terpublikasikan maupun tidak. 


Masalah kekerasan seksual bisa menghancurkan generasi masa kini bahkan dimasa mendatang. Kekerasan Seksual mampu merusak mental, fisik, bahkan masa depan dan cita-cita seseorang. 


Resiko kekerasan seksual adalah pangkal kehancuran individu, masyarakat dan negara. Diantaranya:

1) Bagi individu, korban kekerasan seksual rentan mengalami stress, gangguan jiwa, trauma berat, penyimpangan seksual, tertular penyakit kelamin bahkan bunuh diri.

2) Bagi masyarakat, kekerasan seksual mendominasi terjadinya penyimpangan seksual berjamaah, di anggap lumrahnya berpacaran, hamil diluar nikah, tipisnya iman dalam pergaulan masyarakat, rusaknya norma, adab dan mental masyarakat, dan merebaknya LGBTQ+ dan menjalarnya HIV/AIDS.

3) Bagi negara dan dunia, kekerasan seksual menyebabkan minimnya kualitas manusia dalam tata kelola negara yang sehat dan aman, melonjaknya kasus LGBTQ+ dan HIV/AIDS berujung pada kematian masal, bertambahnya kesulitan negara membangun generasi muda yang berinovasi dan berkarya akibat gencarnya kekerasan seksual, dan lain sebagainya.


Islam mengharamkan segala bentuk kekerasan dan penindasan termasuk kejahatan seksual. Allah SWT berfirman:


"... Dan janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan kehidupan duniawi." (TQS. An-Nur: 33).


Rasulullah SAW bersabda:


"Seorang laki-laki tidak boleh berduaan (kholwat) dengan seorang perempuan kecuali wanita tersebut bersama mahromnya." (H.R Muslim).


Dari Abu Hurairah RA, bahwa Nabi SAW bersabda:


"Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir, bersafar sejauh perjalanan sehari semalam kecuali bersama mahramnya." (H.R Muslim nomor: 1339).


Demikian Islam mengatur bagaimana berinteraksi dengan sesama manusia, pergaulan laki-laki dan perempuan, tata kelola bermasyarakat dan bernegara yang baik dan sehat, menjunjung tinggi adab, norma, dan martabat manusia, memuliakan kesehatan, kebersihan jasmani, rohani dan keamanan bagi individu, masyarakat dan negara.


Islam pula yang memberikan jaminan kesehatan, keamanan, pendidikan bahkan memberikan kelayakan hukuman bagi pelaku serta efek jera bagi pelaku tindak kriminal kasus kekerasan seksual. 


Kembali pada kehidupan Islam, saatnya campakkan sistem kapitalis kembalikan Indonesia yang sehat, aman, berinovasi dan dinamis.


Wallahu'alam bissawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post