Maraknya Judi Online Pertanda Rakyat Belum Sejahtera?

 


Oleh Tribuana Koentary

 (Praktisi Pendidikan)


Siapa sih yang tidak mau hidup sejahtera  dengan segala fasilitas kehidupan yang sudah lengkap tersedia?  Apalagi di tengah arus digitalisasi yang salah satunya membawa pengaruh terhadap gaya hidup. Para pengguna media sosial disajikan tampilan gaya hidup serba mewah yang kemudian dijadikan sebagai ukuran keberhasilan.


 Kemuliaan seseorang dalam kehidupan akhirnya dinilai dari berapa banyak harta yang dia miliki. Apa merk mobil, pakaian, tas, sepatu hingga sendal yang digunakannya? Apa saja pencapaiannya (secara materi/ ekonomi) pada usianya sekarang?


Semua kemewahan hidup yang dipamerkan oleh para sultan (sebutan untuk kalangan kaya) melalui media sosial tersebut sangat kontras dengan realita sehari-hari kebanyakan warga negeri ini yang sering disebut sebagai warga misqueen (baca: miskin). Di satu sisi, gaya hidup para sultan ini menjadi hiburan di tengah sulitnya himpitan kehidupan. Di sisi lain, hiburan ini  memicu angan-angan hingga ambisi untuk mendapatkan kekayaan dengan cara apa saja yang bisa dilakukan. Salah satu cara tersebut adalah judi. 


Judi sebenarnya bukan hal yang baru dalam sejarah peradaban manusia. Yang terkesan baru hanyalah perkembangan bentuk aktivitas judi yang dipengaruhi oleh perkembangan teknologi. Jika lazimnya para penjudi dan bandar bertemu di satu tempat, kini bahkan judi-pun bisa dilaksanakan secara online.


Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat penyebaran uang melalui transaksi judi online meningkat tajam. Bayangkan, pada 2021 nilainya mencapai Rp57 triliun dan naik signifikan pada 2022 menjadi Rp81 triliun! Lebih miris lagi, masyarakat yang ikut judi online tidak hanya orang dewasa, tetapi ada anak kecil yang masih Sekolah Dasar (SD). (cnnindonesia, 26/8/2023) 


Pada sisi ini ternyata judi online menjadi bisnis yang sangat menguntungkan bagi pihak pengelolanya. Sekitar 5000 situs judi online ditemukan menyusup ke situs pemerintah. Memang kemudian situs-situs judi online ini diblokir oleh Kominfo, namun situs-situs lainnya seperti tak terbendung untuk terus bermunculan memberikan impian semu dan kecanduan bagi mereka yang sudah terjerat di dalamnya. 


Dengan mengkaji realita kemunculan judi dan perkembangannya, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan judi online saat ini tampak sangat sulit untuk diberantas. Berikut adalah faktor-faktor tersebut:


Pertama, rendahnya ketakwaan individu. 

Banyak rakyat miskin main judi online demi mendapatkan harta dengan cara instan. Begitu juga di kalangan menengah ke atas, judi sudah menjadi semacam hobi. Mereka membentuk komunitas dan menjalankan bisnis perjudian. Padahal Islam dengan tegas mengharamkan judi. 

"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan." (TQS.An-Nisa ayat 43)


Kedua, masih lemahnya kontrol masyarakat. Ketakwaan individu juga harus ditopang oleh adanya kontrol masyarakat karena seorang Muslim yang bertakwa pun tetap terbuka kemungkinan untuk melakukan kekhilafan, pelanggaran terhadap aturan Allah Swt. Masyarakat menjalankan fungsi kontrol terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di tengah masyarakat, baik terjadi di antara anggota masyarakat, atau dari pemerintah terhadap rakyatnya. 


Ketiga, peran negara yang harus dibenahi. Kondisi ini cerminan buruknya sistem  ekonomi yang gagal mensejahterakan dan gagalnya sistem pendidikan mencetak  generasi berkepribadian Islam. 


Apa yang sudah dilakukan oleh negara? Negara melalui Kominfo sebenarnya sudah melakukan pemblokiran 5000 situs judi online, namun tidak cukup karena Pelaku / penyedia  permainan sangat banyak. Negara  membutuhkan komitmen kuat dan peralatan hebat  untuk serius memberantas perjudian ini sampai ke akarnya. Dan memang hanya institusi negara lah yang mampu dan memiliki kewenangan untuk itu.


Lalu apa yang seharusnya yang bisa dilakukan oleh negara? Sebagaimana kita ketahui

Islam mengharamkan perjudian, karena itu negara yang menerapkan Islam tak mungkin menyediakan fasilitas untuk keharaman. Negara lah yang berwenang untuk menerapkan sanksi yang tegas bagi pelaku judi. Sistem hukum dalam Islam  sangat tegas dan menjerakan, sehingga membuat pelaku  kejahatan dapat benar-benar bertobat.  Apalagi  dalam islam sanksi berfungsi sebagai  zawajir (pencegahan) dan jawabir (penebus )


Penerapan sistem pendidikan berbasis akidah Islam yang melahirkan generasi berpola pikir Islam dan bertingkah laku sesuai tuntunan Islam. Generasi yang takut kepada Allah. Generasi yang berlomba meraih keridaan Allah Swt. menguasai ilmu pengetahuan dan memanfaatkannya untuk kemaslahatan masyarakat.


Penerapan sistem ekonomi sesuai aturan Allah. 

Negara menegakkan perekonomian dengan menjadikan kepemilikan umum tetap menjadi kepemilikan umum dan dikelola untuk kesejahteraan rakyat. Haram menyerahkan SDA yang melimpah ruah kepada individu, kelompok, apalagi pihak asing. Dengan pengelolaan ini, negara akan bisa menjamin pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat dengan gratis. Memastikan distribusi pemenuhan kebutuhan rakyat sampai ke per individu rakyat.


Negara juga berperan membekali rakyat (penduduk laki-laki) dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mencari nafkah, menyediakan lapangan pekerjaan hingga membantu memberikan modal usaha.


Tiga faktor di atas akan menjadikan upaya pencegahan judi online  terwujud nyata  dan terjaminnya ketakwaan sekaligus kesejahteraan bagi semua warga negara. Kesejahteraan yang hakiki dengan ridho Allah Swt. Bukan iming-iming kekayaan palsu yang dibiuskan melalui judi online.


Wallahu a'lam bishawab

Post a Comment

Previous Post Next Post