Mampukah Kopsyah Berantas Rentenir dan Memajukan Ekonomi Umat?


Oleh Nina Marlina, A.Md

Aktivis Muslimah


Kondisi ekonomi rakyat saat ini kian sulit. Usaha banyak yang sepi bahkan hingga gulung tikar. Ditambah harga kebutuhan pokok pun terus merangkak naik. Hal ini tentu amat memberatkan rakyat untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya karena minimnya penghasilan. Akhirnya tidak sedikit masyarakat yang mengambil jalan pintas hingga terjebak pada pinjaman utang berbunga. Untuk membantu ekonomi masyarakat tersebut, Pemerintah membentuk sejumlah koperasi syariah. Salah satunya di wilayah Sumedang.


Sebagaimana dikutip dari laman Radar Sumedang di usianya yang baru 3 tahun, sejumlah Koperasi Syariah (Kopsyah) di Kabupaten Sumedang sudah mengalami kemajuan. Kopsyah yang tujuan utamanya untuk memberantas rentenir ini merupakan program Pemkab Sumedang yang dibentuk di 26 masjid besar di tiap kecamatan. Kepala Bidang Koperasi Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah Perdagangan dan Perindustrian (Diskop UKMPP) Ellys Rahmawaty mengatakan, sedikitnya ada 4 Kopsyah yang mengalami perkembangan pesat, yaitu Kopsyah Masjid Besar Tegalkalong Sumedang Utara, Cisitu, Paseh dan Ganeas.


Koperasi Syariah dan Ekonomi Umat

Koperasi Syariah (Kopsyah) dianggap mampu mencegah masyarakat agar tidak terjebak dalam praktik rentenir. Sebagaimana kita ketahui memang banyak masyarakat yang terjerat utang berbunga atau riba. Misalnya bank keliling, pinjol, koperasi dan bank konvensional serta lembaga keuangan lain yang berbunga. Adapun beberapa perbedaan koperasi konvensional dan koperasi syariah yaitu, pertama pada koperasi konvensional terdapat sistem bunga yang diberikan pada nasabahnya yang merupakan keuntungan koperasi. Sedangkan koperasi syariah, menerapkan sistem bagi hasil sebagai salah satu keuntungannya. Kedua, Koperasi konvensional biasanya tidak menjadi tempat penyalur zakat, namun koperasi syariah menyediakan layanan penyalur zakat. Ketiga, koperasi konvensional memberlakukan sistem kredit pada dana dan produknya sehingga nasabah yang meminjam harus mengembalikan beserta dengan bunganya. Sementara itu, koperasi syariah tidak memberlakukan sistem kredit. Barang dijual secara tunai dan tidak menerapkan sistem bunga.


Namun, faktanya mayoritas masyarakat saat ini  tidak berpikir apakah syariah atau bukan transaksi muamalahnya. Asalkan bisa mendapatkan pinjaman uang dengan mudah dan cepat meski mengandung riba, maka akan diambil. Terlebih dengan diiming-imingi bunga yang rendah. Beberapa penyebab masyarakat terjebak praktik rentenir adalah karena terdesaknya untuk memenuhi kebutuhan di saat ekonomi sedang sulit. Ibaratnya besar pasak daripada tiang. Banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi sementara penghasilan minimalis. Diantara mereka adalah ibu rumah tangga atau pedagang kecil yang modalnya sedikit. Selain itu ada juga yang melakukannya karena gaya hidup, membeli barang-barang branded padahal tidak terlalu penting untuk dimiliki. Masyarakat banyak yang tergiur tanpa berpikir panjang apa resikonya. Akibatnya tidak sedikit yang akhirnya keluarga menjadi hancur karena tagihan utang menumpuk. 


Adapun kopsyah yang ada di masyarakat tidak semuanya sesuai syariat. Istilah bunga pada koperasi konvensional hanya diganti menjadi bagi hasil. Kebanyakan praktik yang terjadi, bagi hasil yang ditetapkan adalah bagi untung. Pada dasarnya, baik bagi hasil dan bunga adalah balas jasa yang diberikan lembaga keuangan kepada nasabahnya.


Dalam sistem kapitalisme yang berasaskan manfaat ini memang banyak transaksi-transaksi ekonomi yang menyalahi syariat. Jika tidak haram, bisa jadi syubhat belum jelas kehalalannya. Namun, karena dianggap menguntungkan kedua belah pihak baik bagi konsumen atau penyedia layanan, maka akan dilakukan. Terlebih dalam sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, banyak masyarakat yang terjebak dalam muamalah yang tidak syar'i. Hal ini karena lemahnya keimanan dan minimnya pemahaman Islam yang dimiliki umat.


Selain itu, negara memberikan kemudahan berdirinya lembaga keuangan berbasis riba sehingga makin menjamur. Apalagi negara pun merupakan pelaku utama dalam melakukan transaksi ribawi dengan utang luar negerinya dan berbagai kerjasama ekonomi. 


Ekonomi Islam Mampu Menyejahterakan Rakyat

Negara seharusnya memberikan kemudahan kepada rakyat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yaitu kemudahan dalam mengakses barang dengan harga murah dan dijamin ketersediaannya. Kemudian, rakyat disediakan lapangan pekerjaan yang luas sehingga mengurangi angka pengangguran. Selain itu, negara akan menutup celah riba. Para pelaku riba akan ditindak secara tegas. Selain merupakan keharaman, riba juga bisa menghancurkan perekonomian masyarakat dan negara. Negara akan mewujudkan ekonomi yang sehat dengan sistem ekonomi islamnya. Muamalah yang terjadi di tengah masyarakat adalah sesuai syariat sehingga halal dan juga memudahkan masyarakat. Semestinya semua unsur syariat diambil oleh negara, jangan hanya mengambil sebagian dan meninggalkan muamalah syar'i yang lain dengan pertimbangan kecocokan atau untung dan rugi. 


Hal ini tentu akan menciptakan kemajuan ekonomi serta terwujudnya keberkahan. Sementara riba akan menghapus keberkahan dan mengundang bencana di tengah umat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. “Apabila zina dan riba telah merajalela dalam suatu negeri, maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah diturunkan kepadanya”. (HR. Hakim)


Namun, muamalah syar'i ini hanya bisa diterapkan secara sempurna dalam sistem yang berlandaskan akidah dan syariat Islam. Tidak bisa diterapkan dalam sistem kapitalisme yang berasaskan manfaat dan mengandalkan pertumbuhan ekonomi. Begitu pula dalam sistem sekulerisme yang mengabaikan aturan agama dan alergi terhadap syariat. Dengan demikian rentenir pun dapat diberantas secara tuntas, kemajuan ekonomi umat juga terealisasi.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post