Kesejahteraan Untuk Petani


Oleh : Sri Idayani

Aktivis Dakwah


Bisnis, JAKARTA - Ketua Komisi IV DPR RI, Sudin, menyoroti perbedaan angka e-alokasi dan realisasi kontrak dalam pupuk subsidi imbas adanya laporan langkanya pupuk subsidi di daerah. Menurut data yang diperoleh Sudin, pupuk subsidi yang dialokasi oleh Kementerian Pertanian (Kementan) tercatat sebesar  7,85 juta ton, sedangkan dalam realisasi kontrak Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) antara Kementan dengan PT Pupuk Indonesia (Persero) hanya 6,68 juta ton.


Sekitar 1,17 juta ton selisih pupuk subsidi yang seharusnya dialokasikan 7,85 juta ton menjadi 6,68 juta ton, lantas kemana sisa pupuk subsidi tersebut. Itu bukanlah jumlah yang sedikit, wajar saja jika Ketua Komisi IV DPR RI menyoroti hal ini. Namun dengan alasan Kementerian Pertanian (Kementan) hanya mendapat anggaran sekitar Rp 25 triliun maka jumlah pupuk tidak sesuai dengan rencana anggaran. Karena hal tersebut, terjadi kelangkaan pupuk subsidi dikalangan petani serta menjadikan serta menjadikan kepanikan dikalangan petani. Bagaimana tidak, kelangkaan pupuk subsidi yang sudah terdengar menyebabkan para penjual pupuk dan kelompok-kelompok tani sudah harus menimbun pupuk pada musim bercocok tanama sekarang. Sebab mereka belum tahu musim bertani selanjutnya bagaimana dengan persediaan pupuk mereka. Apakah dapat memenuhi kebutuhan mereka pada musim bertani selanjutnya atau tidak.


Kelangkaan pupuk subsidi yang terjadi menambah panjang derita rakyat Indonesia, seolah setiap lapisan masyarakat kalangan menengah kebawah selalu terdampak dengan kebijakan-kebijakan yang hanya menguntungkan sebagian pihak saja. Kelangkaan pupuk subsidi serta biaya operasional dalam bertani yang semakin meningkat tentu berbanding terbalik dengan harga gabah yang murah serta hasil pertanian lainnya. Petani yang selalu dirugikan dalam penetapan harga hasil panen, walaupun tak melulu untung dengan apa yang dihasilkan para petani tetap harus bertahan dan berjuang. Karena bertani sudah menjadi pekerjaan mereka sejak lama bahkan turun temurun. Bertani merupakan pekerjaan yang mulia, sebab dari apa yang mereka tanam dapat membuat orang lain bisa menikmati juga hasilnya.


Peran pemerintah dalam pengadaan pupuk subsidi ini dipertanyakan, akankah berpihak pada rakyat atau kepada oligarki. Sebab jumlah 1,17 juta ton bukanlah jumlah yang sedikit . Apakah jumlah 1,17 juta ton pupuk subsidi tersebut akan disalurkan kepada rakyat atau dijual kembali dengan lebel non subsidi. Karena para kapital selalu melihat kesempatan dari situasi yang ada. Apakah hal tersebut menguntungkan atau tidak.


Padahal pada saat masa keislaman, bidang pertanian mendapat perhatian yang besar. Islam memberikan dorongan ruhiah yang besar untuk bertani atau berladang atau lebih umum menanam bebijian atau pepohonan. Rasulullah SAW. pun bersabda "Tidaklah seorang muslim menanam sebatang pohon (berkebun) atau menanam sebutir biji (bertani), lalu sebagian hasilnya dimakan oleh burung, manusia atau binatang, melainkan baginya ada pahala sedekah" (HR. al-bukhari, Muslim, at-Tirmizi dan Ahmad).


Selain dorongan ruhiah, peran negara tang menjalankan politik ekonomi Islam juga amat penting dan berperan besar. Hasilnya, kaum muslim berhasil meraih kegemilangan disektor pertanian serta memberikan kontribusi besar bagi kemakmuran dan kesejahteraan umat manusia selama berabad-abad. Khilafah Bani Umayyah mengeringkan rawa-rawa dan daerah aliran sungai di Irak serta mengubahnya menjadi lahan pertanian yang subur. Kemudian Khilafah Umayyah juga membangun jaringan irigasi yang canggih di seluruh wilayah dan yang terkenal di wilayah Irak. Khalifah Umar bin Khathab memberi dukungan modal kepada para petani di Irak, atau dalam bentuk pinjaman tanpa bunga seperti pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz.


Sungguh luar biasa nasib para petani pada masa Khilafah. Seluruh masyarakatnya diperhatikan termasuk nasib para petaninya. Tidak ada kelalaian seorang pemimpin terhadap rakyatnya, sebab para khalifah-khalifah tersebut sadar dengan tanggung jawab mereka pada apa yang dia pimpin. Sehingga apa yang mereka kerjakan hanya mengharap ridho Allah.


Tentu hal ini tidak sama dengan par pemimpin saat ini yang tidak membela rakyatnya, namun hanya sebagai regulator bagi para pemilik modal untuk mensahkan Undang-Undang yang menguntungkan para oligarki. Sungguh miris nasib rakyat saat ini, sehingga kita benar-benar harus hijrah dari sistem kufur ini dan menjadi muslim yang kaffah. Yang menjalankan seluruh aturan kehidupan sesuai dengan sistem Islam.


Wallahualam bishowab

Post a Comment

Previous Post Next Post