Oleh : Lina Lugina
Pemerintah mengusulkan perbaikan penghasilan berupa kenaikan gaji untuk ASN pusat dan daerah/TNI/Polri sebesar 8 persen dan kenaikan untuk pensiunan sebesar 12 persen yang di harapkan akan meningkat kan kinerja serta mengakselerasi transformasi ekonomi dan pembangunan nasional. Kenaikkan gaji PNS sebesar 8 persen di harapkan di harapkan beban PNS untuk menghadapi tekanan kenaikan harga tahun depan. Asumsi inflansi memang diajukan 2,8 persen tetapi bukan tidak mungkin akan jauh dari proyeksi. Inflansi sepanjang 2022 tercatat mencapai 5,51 persen melampaui target Bank Indonesia di kisaran 2,4 persen secara tahunan. Tekanan inflansi terbesar tahun lalu terutama terjadi akibat imbas kenaikan harga bahan bakar minyak pada sepanjang September 2022.
Data pusat harga pangan strategis nasional (PHPSN) menyebutkan harga beras kualitas medium pada akhir Juli 2022 masih di bandrol Rp. 11.750 per kg harga beras sudah mencapai Rp 13.650/ kg naik 16 persen persen dalam setahun. Belum lagi ancaman perubahan iklim artinya kenaikan gaji 8 persen tidak bisa menutup laju kenaikan harga harga meskipun angka kenaikan sudah cukup tinggi di saat yang sama dipertontonkan etos kerja pegawai yang buruk dan perilaku pejabat yang tak layak menjadi teladan seperti korupsi dan flexing di tengah kemiskinan rakyatnya.
Klaim menaikan gaji untuk menunjang kesejahteraan masih menjadi mimpi, bahkan perlu di praktekan semacam ada tradisi menjelang pemilu. Para penguasa mewacanakan kenaikan gaji para pegawainya. Hal ini jelas adanya pemanfaatan kedudukan terhadap pemilu yang akan dilaksanakan. Carut marut tata kelola kepegawaian seperti ini adalah hasil penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Penguasa kapitalisme jelas ingin menjaga eksistensi kekuasaannya. Mereka akan melakukan berbagai cara bahkan dengan tipu muslihat, sementara para ASN hanya mementingkan urusan pribadi dan keluarganya. Jabatan yang diperoleh digunakan untuk meraup kekayaan sebanyak-banyaknya meski dengan melakukan kecurangan. Maka tidak heran integritas dan etos kerja mereka buruk.
Sangat berbeda ketika masyarakat hidup dalam naungan Islam yaitu khilafah. Islam menjadi kan kesejahteraan bukan milik ASN saja juga bukan milik para pejabat namun semua masyarakat tanpa terkecuali individu. Kesejahteraan maupun bukan insidental apalagi pencitraan atau tujuan tersembunyi karena itu kesejahteraan adalah bentuk tanggung jawab negara mengurus rakyatnya. Dengan konsep ini maka negara Khilafah hadir sebagai negara periayah (pengurus) bukan negara fasilitator atau regulator seperti negara kapitalis saat ini.
"Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya (HR Al-Bukhari).
Oleh karena itu negara berkewajiban mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Kesejahteraan adalah kemampuan individu memenuhi kebutuhan dasarnya. Dalam Islam kebutuhan dasar bukan hanya sandang, pangan dan papan saja namun kesehatan pendidikan dan keamanan juga termasuk kebutuhan dasar.
Islam menjadikan standar kesejahteraan adalah ketika setiap individu terpenuhi semua kebutuhan tersebut, jelas di sini dibutuhkan peran negara karena mustahil mewujudkan kesejahteraan melalui individu atau kelompok tertentu dalam masyarakat, bahkan islam memandang jika jaminan kesejahteraan diambil oleh individu atau kelompok dan negara berlepas tangan. Hal ini adalah sebuah kedzaliman, Syekh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitabnya Nidzomul Iqtishadiy menjelaskan pemenuhan kebutuhan tersebut akan di bedakan kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan termasuk kebutuhan pokok yang akan dijamin secara tidak langsung oleh khilafah. Maksudnya adalah negara memberikan kesempatan bekerja bagi setiap laki-laki warga Daulah dengan bekerja dan mendapatkan gaji, maka mampu membeli kebutuhan dasar untuk keluarganya.
Di sisi lain khilafah juga akan menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok terjangkau oleh masyarakat caranya dengan menghilangkan monopoli pasar, para kartel, mafia-mafia pasar serta mengharamkan sektor ekonomi non riil. Dengan konsep ini bukan hanya ASN saja yang dapat menjangkau kebutuhan pokok, namun masyarakat biasa pun bisa menjangkaunya, sementara kebutuhan dasar seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan termasuk kebutuhan publik yang di jamin secara langsung oleh khilafah. Pada faktanya kebutuhan dasar ini memerlukan biaya tinggi, tenaga para ahli, dan fasilitas yang memadai.
Maka Islam mengharamkan kebutuhan dasar publik dijadikan bahan komersialisasi seperti dalam sistem kapitalis saat ini karena dampaknya adalah diskriminasi sosial bagi masyarakat mampu mereka bisa memenuhi kebutuhan tersebut, sekalipun harus membayar mahal. Sedangkan bagi masyarakat miskin mustahil dipenuhi, karenanya Islam mewajibkan negara menjadi penanggung jawab mutlak atas kebutuhan dasar publik tersebut. Jadi semua biaya pembangunan, penyediaan terkait terselenggaranya kebutuhan pokok ditanggung negara. Sistem keuangan Baitul Maal menjadi support sistem bagi khilafah untuk melakukan tugas ini, sehingga semua masyarakat Daulah dapat menikmati secara gratis dan berkualitas. Seperti inilah konsep kesejahteraan dalam Islam
Wallahu a'lam bishawab
Post a Comment