Harga beras terpantau naik terus, terutama dalam sebulan terakhir melonjak signifikan. Panel Harga Badan Pangan mencatat, harga beras hari ini, Senin (11/9/2023) pecah rekor, naik Rp60 ke Rp12.760 per kg untuk jenis medium dan jenis premium naik Rp60 ke Rp14.390 per kg. Menurut Jokowi harga harga beras naik imbas dari beberapa negara yang melakukan menghentikan ekspornya. Selain itu karena produksi padi yang tengah menurun imbas fenomena El Nino.(cnbcindonesia,11/9/2023)
Di Kota Bekasi, Jawa Barat, salah satu pedagang beras mengatakan kenaikan terjadi mulai dari Rp1.000 per kilogram untuk kelas medium juga premium. Untuk harga medium dijual Rp13.000 atau satu sak 50 kilogram seharga kurang lebih Rp630 ribu. Sedangkan beras premium dijual dengan harga Rp13.500 atau dengan ukuran satu sak 50 kilogram di harga mulai Rp670 ribu. Masyarakat kini semakin sulit mendapatkan lagi harga beras dengan bandrol Rp10 ribu untuk satu liter di warung-warung. Kini harga perlitermya juga mengalami kenaikan. Pembeli yang merasakan dampak kenaikan harga beras ini mengeluh dan meminta harga kembali normal. Dikatakan pedagang, tingginya harga terjadi karena memasuki musim kering dan berkurangnya stok dari petani.
BMKG merilis 63% wilayah Indonesia sudah memasuki musim kemarau sebagai dampak fenomena El Nino. Gagal panen akibat kekeringan makin meluas sehingga menyebabkan lonjakan harga, alhasil krisis pangan pun mengancam.
Untuk itu Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya memutuskan untuk melakukan impor beras sebesar 250 ribu ton dari Kamboja. Menurut Jokowi, impor beras dilakukan untuk memastikan adanya cadangan strategis karena adanya penurunan produksi dampak dari El-Nino.
Selain impor dari Kamboja, kata Jokowi, impor beras juga dilakukan dari beberapa negara lainnya. Ia mengaku telah berkomunikasi dengan kepala negara dan kepala pemerintahan agar menindaklanjuti negosiasi impor beras tersebut dengan Bulog.
Sementara Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mendampingi Presiden Jokowi meninjau persediaan dan membagikan beras di Gudang Bulog Sunter Timur II Kelapa Gading, Jakarta Utara, DKI Jakarta. Zulhas mengatakan pembagian 10 ton beras ke 21,3 juta masyarakat Indonesia memang dipercepat. Adapun alasannya adalah untuk menekan harga beras di pasaran. (Republika, 11/9/2023)
Musim kemarau masih akan terus berlangsung. Ketua Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Prof Dwikorita Karnawati ungkap perkiraan akhir musim kemarau tahun 2023 di berbagai wilayah Republik Indonesia (RI). Akhir musim kemarau tergantung wilayahnya.
Untuk wilayah Jawa dan Sumatera, musim kemarau kemungkinan berakhir hingga akhir bulan Oktober 2023. Dengan demikian, per bulan November Jawa dan Sumatera akan segera memasuki musim penghujan. "Tapi di wilayah lain seperti Nusa Tenggara musim kemarau bisa sampai akhir tahun bahkan awal tahun. Jadi tidak seragam berakhirnya," jelasnya.
Meski berakhir berbeda di setiap wilayahnya, Dwikorita menyampaikan musim kemarau tahun 2023 berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya karena terasa lebih kering. Ia juga menyampaikan agar masyarakat bersiap karena musim kemarau ini mungkin hanyalah awal dari musim kemarau panjang lainnya.(detik, 7/9/2023)
Di Kabupaten Bekasi pun beberapa wilayah mengalami krisis air bersih. Sehingga pemerintah Kecamatan dan desa, juga dengan bantuan seluruh elemen masyarakat melakukan penyaluran air bersih. Pemerintah pun berupaya agar penyaluran air bersih ini dilakukan bertahap ke 23 wilayah Kecamatan dan Kabupaten Bekasi.
Krisis air bersih berefek pula pada keringnya lahan pertanian, sehingga berisiko pada ketahanan pangan. Kesulitan air untuk bertani menyebabkan sebagian daerah menunda masa tanam hingga masuknya musim hujan.
Jika dilihat, kondisi kekeringan ini bukan semata-mata karena faktor alam. Melainkan adanya persoalan dalam tata kelola sumber daya alam, seperti deforestasi yang menyebabkan rusaknya hutan sebagai daerah resapan air dan kerusakan lainnya.
Tercatat pada 2021 lalu, dunia kehilangan 4,1 juta ha hutan tropis yang berdampak pada meningkatnya suhu bumi sehingga pada musim panas suhu tersebut makin meningkat.
Kerusakan lingkungan akibat keserakahan para kapitalis yang menebang hutan secara serampangan serta pengelolaan SDA yang tidak benar bahkan eksploitasi SDA adalah imbas dari ideologi kapitalisme liberal hingga menyebabkan kekeringan yang berujung gagal panen. Yang amat disayangkan, pemerintah tidak menjalankan perannya dalam mengurusi urusan rakyat.
Hal ini terlihat dari langkah-langkah yang diupayakan pemerintah dalam menangani bencana kekeringan, yakni hanya bersifat kuratif bukan preventif ataupun mitigatif. Tidak adanya upaya penangan serius dari pemerintah dalam menangani gagal panen, seperti memperbaiki irigasi, perbaikan waduk, dan lain sebagainya makin menjelaskan bahwa peran pemerintah hanyalah sebagai regulator dan fasilitator.
Apalagi data dari World Bank menyebutkan bahwa hanya 15% lahan pertanian yang memiliki irigasi dan sisanya lahan tanpa irigasi. Padahal irigasi yang baik merupakan infrastuktur utama keberhasilan panen petani. Maka sudah seharusnya problem ini diselesaikan pemerintah secara tuntas agar bencana kekeringan dan gagal panen dapat diminimalkan.
Di dalam Islam, pengelolaan SDA dan apa saja di muka bumi harus merujuk pada aturan Allah Swt. Termasuk pengelolaan pangan. Pemerintah harus memastikan seluruh irigasi berfungsi dengan baik, waduk-waduk terisi dengan air, lumbung-lumbung pangan tersedia sebagai antisipasi krisis pangan. Masyarakat pun dididik mandiri dan siap menghadapi berbagai bencana termasuk kekeringan.
Dalam hal pengelolaan harta milik umum seperti hutan dan air, maka negara tegas memberikan sanksi pada pihak yang melakukan eksploitasi. Semisal swasta atau siapa pun yang dapat menimbulkan kemudharatan. Semua harta milik umum dikelola oleh negara dan hasilnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Maka sudah semestinya aturan kapitalisme yang menyengsarakan diganti dengan aturan Islam yang menyejahterakan. Dengan diterapkan aturan Islam, air akan berjalan sesuai dengan siklusnya sehingga bisa mencukupi kebutuhan manusia.
Allah berfirman, “Dan, Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran, lalu Kami jadikan air itu menetap di Bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.” (TQS Al-Mu’minun [23]: 18).
Wallahu a'lam bishshawab
Post a Comment