Demokrasi Melahirkan Pejabat yang Tidak Amanah

Oleh Neneng Hermawati

Pendidik Generasi Cemerlang


Pemilu anggota legislatif tahun 2024 akan segera digelar. Semua partai politik rame-rame mendaftarkan bakal calon legislatifnya (bacaleg) agar dapat terpilih menjadi anggota DPR/DPRD/DPD di Senayan.

Rakyat Indonesia pun diharapkan ikut berpartisipasi memilih salah satu bacaleg yang diusung parpol masing-masing. 

 

Hal yang mengejutkan, ternyata diam-diam ada beberapa mantan terpidana korupsi yang mencalonkan diri pada pemilu legislatif tahun 2024. Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan bahwa setidaknya ditemukan ada 15 mantan terpidana korupsi dalam Daftar Calon Sementara(DCS) bakal calon legislatif (bacaleg) yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum(KPU) pada 19 Agustus 2023.(VOAIndonesia, 26/8/2023).


Sungguh disayangkan, saat ini parpol masih memberikan posisi penting kepada para mantan korupsi. KPU pun menunjukkan sikap yang sama, tidak melarang napi koruptor menjadi bacaleg dengan alasan pasal 43 ayat (1) UU HAM yang pada pokoknya menyatakan bahwa setiap warga negara berhak untuk dipilih melalui pemilu. Padahal, bacaleg adalah mantan koruptor yang sudah terbukti menyalahi jabatan yang diamanahkannya. Akankah rakyat memberikan kepercayaannya kembali kepada mereka yang sudah terbukti memiliki rapot merah dalam jabatannya? 


Demokrasi pada realitasnya tidak seindah yang dibayangkan. Demokrasi selama ini dicitrakan sebagai pemerintahan yang bersih dan transparan karena pemimpinnya adalah pilihan rakyat. Namun nyatanya, demokrasi justru melindungi pelaku korupsi. Atas nama HAM sistem ini membuka kesempatan lebar-lebar kepada siapa saja yang memiliki modal besar untuk mencalonkan diri sebagai bacaleg,  meskipun mereka sudah nyata-nyata mengkhianati amanah rakyat, dan menutup kesempatan kepada orang baik untuk dapat mencalonkan diri mengemban amanah karena tanpa dukungan modal besar. 


Tentu saja dengan dibolehkannya mereka ikut serta menjadi peserta pemilu, ini memunculkan kekhawatiran akan resiko terjadinya korupsi kembali, mengingat  sistem hukum di Indonesia tidak memberikan sanksi yang membuat efek jera, dengan hukum yang bisa dibeli. Pemberantasan korupsi dalam sistem ini hanyalah sebuah ilusi. Aturan dibuat oleh manusia yang sejatinya untuk kepentingan mereka sendiri. Sehingga korupsi tidak akan benar-benar diberantas karena dapat menguntungkan para politisi.


Tidak adanya upaya memberantas para koruptor dalam bacaleg pemilu 2024 terbukti dengan instruksi Jaksa Agung, S.T. Burhanuddin yang menunda pengusutan kasus korupsi terhadap mereka yang terlibat pemilu. Fakta ini memberi peluang kepada para koruptor yang memiliki modal besar untuk menang kembali dalam pemilu.


Sungguh menyedihkan sistem demokrasi telah melahirkan  pemimpin-pemimpin yang korup, tidak amanah dalam jabatannya. Keadaan inikah yang kita harapkan, terus berulang tanpa perubahan?


Oleh karena itu, sistem satu-satunya yang menutup rapat para pejabat yang tidak amanah, terhindar dari korupsi sistemik, hanyalah sistem Islam yang lahir dari Sang Pencipta dan Pembuat hukum, Allah Swt. 

Dalam sistem Islam, salah satu syarat penguasa adalah memiliki sifat adil. Dalam QS. An-Nahal ayat 90, Allah Swt. berfirman, "Sungguh Allah memerintahkan (kamu) untuk berbuat adil dan berbuat baik." 

Begitu juga sabda Rasulullah saw., 

"Sehari seorang pemimpin yang adil lebih utama daripada beribadah 60 tahun, dan satu hukum ditegakkan di bumi akan dijumpainya lebih bersih daripada hujan 40 hari." ( HR. Thabrani, Bukhari, Muslim dan Imam Ishaq).


Orang yang adil adalah orang yang menegakkan hukum Allah Swt. baik untuk dirinya sendiri maupun masyarakat. 

Korupsi termasuk perilaku maksiat. Siapa saja yang terlibat kasus korupsi maka ia tidak memenuhi sifat adil. Apalagi jika para koruptor tersebut mencalonkan diri menjadi penguasa tentu saja tidak memenuhi syarat sifat adil menjadi penguasa. Islam akan melarang orang fasik untuk menjabat dalam pemerintahan.


Maka, hanya dalam sistem Islam yang menerapkan hukum Islam secara kafah, rakyat akan memiliki seorang pemimpin yang amanah, adil, dan menjauhi praktek korupsi. Rasa takut kepada Allah Swt. akan senantiasa menjadi alarm bagi mereka untuk  berperilaku amanah. Karena mereka memahami, setiap diri akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Saatnya, umat melakukan perubahan secara hakiki  dengan mencampakkan demokrasi yang terbukti menimbulkan kerusakan di berbagai sendi kehidupan. 


Wallahu a' lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post