Butuh Peran Negara dalam Mencegah Kekerasan Seksual

Oleh Ummu Almira

Aktivis Muslimah


Kekerasan seksual pada anak menjadi momok yang sangat mengerikan, jumlahnya pun kian bertambah dari hari ke hari. Mirisnya, banyak orang terdekat yang menjadi pelakunya. Anak-anak yang masih lugu menjadi korban hawa nafsu bejatnya. 


KemenPPPA menyatakan bahwasannya kekerasan seksual pada anak dapat dicegah dimulai dari keluarga. Menurut beliau, keluarga adalah lembaga terkecil yang aman bagi setiap anggota, bisa melindungi anak-anak mereka dari kekerasan seksual. Dimulai dari edukasi dan menciptakan komunikasi yang berkualitas bagi seluruh anggota keluarga. (idntimes, 26/8/2023).


Sementara itu, anggota Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) dan Asosiasi Psikologi Forensik (APSIFOR),  mengatakan kekerasan seksual bisa terjadi dan dilakukan oleh orang terdekat korban karena adanya relasi kuasa yang merugikan pihak korban. Maka, peran keluarga dalam pencegahan kekerasan seksual dapat diatasi dengan keterampilan pengelolaan stress, relasi yang hangat dan sehat antara suami istri, edukasi seks pada anak sesuai usia, komunikasi terbuka dan ruang aman untuk bicara, koreksi persepsi orang dewasa tentang kekerasan seksual, dan jejaring dengan lembaga terkait penanganan kasus anak. (news.republika, 27/8/2023). 


Melihat fakta kehidupan sekarang yang rusak, masyarakat pun menjadi was-was karena ketika keluar rumah merasa tidak aman. Lebih parah lagi, saat berada di dalam rumah pun, kekhawatiran senantiasa menghantui. Karena, kasus kekerasan seksual pada anak banyak pelakunya adalah anggota keluarga. Ketika melapor takut, bahkan ketika melapor namun tidak memiliki uang bisa diabaikan dan kasusnya tidak tuntas teratasi.


Kasus kekerasan seksual muncul akibat pola pikir liberal. Sebagai konsekuensi tegaknya sistem demokrasi dengan akidahnya, yakni sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan). Kebebasan berperilaku adalah salah satu pilarnya sehingga segala sesuatu yang lahir dari demokrasi tidak akan jauh dari warna sekuler.


Begitupun dengan keberadaan media sosial juga diposisikan untuk menyebarluaskan ide-ide liberal seperti pornografi dan pornoaksi secara langsung di gadgetnya masing-masing. Kondisi ini adalah faktor yang ikut mempercepat terjadinya kekerasan seksual. Ditambah lagi lemahnya filter media yang diperparah oleh tipisnya kadar keimanan individu, serta abainya keterikatan mereka pada standar halal dan haram. 


Apalagi korbannya adalah anak-anak. Seharusnya orang terdekat menjadi pelindung utama bagi mereka. Namun, sekularisme yang begitu kuat dalam benak  pelaku, telah menyebabkannya begitu mudah meniru konten bejat di media sehingga  berkeinginan untuk melampiaskan nafsunya kepada korban terdekat. Maka, ketika pelakunya merupakan mayoritas orang terdekat, justru akan berat jika mengandalkan keluarga sebagai tumpuan utama untuk melindungi anak-anak dari kekerasan seksual.


Oleh karena itu, perlu adanya tindakan tegas dari penguasa. Mereka harus membuat kebijakan dalam menghentikan kekerasan seksual pada anak ini. Termasuk faktor-faktor penyebabnya seperti media sosial dimana konten-konten pornografi dan pornoaksi harus diberantas, tidak dibiarkan bebas dan mudah diakses. Begitupun hukum yang berlaku harus memberikan efek jera bagi pelaku. Tetapi, hal ini mustahil jika berharap pada sistem aturan yang diterapkan sekarang.


Maka, untuk perubahan secara menyeluruh perlu menerapkan sistem kehidupan yang tepat. Sistem yang berasal dari Allah Swt. Dialah yang telah menurunkan aturan sempurna untuk kemaslahatan hidup manusia selama di dunia. Islam memberikan solusi untuk menanggulangi kekerasan seksual ini dengan tiga pilar, yaitu: 


Pertama, individu yang bertakwa. Ketakwaan individu inilah yang akan membentenginya dari perbuatan maksiat. Ketakutan yang besar kepada Allah Swt. senantiasa dihadirkan dalam setiap helaan nafasnya. 


Kedua, masyarakat yang memiliki pemikiran dan perasaan Islam sehingga aktivitas amar makruf nahi mungkar adalah bagian dari keseharian mereka. 


Ketiga, negara yang menerapkan hukum Islam secara kafah dan  menerapkan sanksi tegas sehingga keadilan hukum akan tercapai.


Maka wujud dari solusi tepat dalam mengatasi kasus kekerasan seksual adalah dengan menerapkan Islam secara kafah dalam bingkai khilafah. Hasilnya, menjadikan individu takut berbuat maksiat, masyarakat ikut serta mencegahnya, dan

negara serta penguasanya menerapkan aturan yang tegas dan memberi efek jera.


Dalam Islam penguasa itu diibaratkan sebagai junnah/perisai, pelindung atau yang disebut khalifah. Khalifah inilah yang akan melindungi rakyatnya dari kebinasaan termasuk pada anak-anak yang kelak akan menjadi generasi Islam yang cemerlang.


Ø¥ِÙ†َّÙ…َا الْØ¥ِÙ…َامُ جُÙ†َّØ©ٌ ÙŠُÙ‚َاتَÙ„ُ Ù…ِÙ†ْ ÙˆَرَائِÙ‡ِ ÙˆَÙŠُتَّÙ‚َÙ‰ بِÙ‡ِ 


”Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud).


Wallahu a'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post