Benarkah Investasi Mampu Menjadi Solusi bagi Masalah Pengangguran?


Oleh Sriyanti

Ibu Rumah Tangga, Pegiat Literasi

 


Dalam sebuah event Penilaian Kinerja Terbaik Tingkat Nasional, yang dilakukan oleh Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM) Republik Indonesia, pemerintah Kabupaten Bandung masuk nominasi 9 besar dari 400 daerah kabupaten di seluruh Indonesia. Bupati  Dadang Supriyatna pun berharap ke depannya wilayahnya bisa masuk di 5 besar.

 

Untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pelayanan publik, pihak Pemkab telah menyediakan 108 jenis layanan perizinan usaha yang terdiri dari 44 pemenuhan komitmen izin Online Single Submission (OSS) dan 64 untuk yang non OSS, melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) untuk perbaikan dan percepatan pengurusan perizinan. Dengan adanya sistem tersebut, investasi di wilayah ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pria yang akrab disapa kang DS itu juga mengungkapkan bahwa upaya ini dilakukan sebagai bentuk komitmen terhadap terbitnya Undang-Undang Cipta Kerja. Karena tingginya penanaman modal di Kabupaten Bandung, terlebih di sektor tersier (kontruksi) yang merupakan proyek padat modal dan padat karya. Maka dengan demikian hal ini akan menjadikan tersedianya lapangan pekerjaan yang menyerap banyak pekerja. (JabarEkspres Senin, 12/07/2023)

 

Negeri ini memang tengah menjadi surga bagi para investor asing dan aseng. Tidak terkecuali di Kabupaten Bandung, pemerintahnya  sendiri mengklaim bahwa dalam 10 tahun terakhir  investasi di wilayahnya terus meningkat. UU Ciptaker yang dibuat negara untuk lebih mempermudah masuknya skema tersebut, telah dijadikan sebagai upaya untuk meningkatkan ekonomi bangsa dan tersedianya lapangan pekerjaan.

 

Namun sayang, hal tersebut ternyata tidak bisa menjadi solusi atas apa yang terjadi saat ini, di mana jumlah tuna karya masih tinggi, perekonomian masyarakat pun masih belum terkendali. Karut marutnya problem buruh di negeri ini, sangat erat kaitannya  dengan regulasi yang selalu berpihak pada korporasi. Alih-alih bisa membuka lapangan pekerjaan,  undang-undang cipta kerja justru berpotensi merampas peluang untuk bekerja. Lalu benarkah investasi mampu mengentaskan  pengangguran hingga memulihkan perekonomian nasional?

 

Kerja sama dengan pihak luar sering diyakini  akan berdampak baik bagi pembangunan dan perekonomian. Bank dunia  pun menarasikan bahwa sebuah negara akan sulit untuk berkembang, terutama di bidang ekonomi tanpa skema penanaman modal. Pendapat ini wajar dilontarkan karena  paradigma kapitalis telah membentuk pola pikir demikian. Padahal jika ditelisik lebih mendalam, para pemilik modal lebih tertarik pada jenis investasi padat modal dibandingkan dengan padat karya, hal ini tentu sangat kental dengan pertimbangan dari segi risiko dan keuntungannya. Di sisi lain, tenaga kerja asing dibiarkan melenggang masuk, karena para investor asing dan aseng bersedia menanamkan modalnya dengan syarat membawa sumber daya manusianya juga.

 

Dipermudahnya tenaga kerja asing masuk di tengah jutaan rakyat negeri ini tidak memiliki pekerjaan, merupakan sebuah kebijakan yang salah kaprah. Adalah sebuah omong kosong belaka jika dikatakan bahwa investasi ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat. Justru yang terjadi adalah penjajahan gaya baru yang dilakukan asing melalui perekonomian. Hegemoni para kapitalis telah begitu mencengkeram, negeri ini tidak lebih seperti sapi perah bagi mereka. Kesengsaraan rakyat pun tak kunjung usai bahkan semakin sulit dan terhimpit. Sudah saat nya kita bangkit dan menyadari kesalahan ini, dan membuang jauh sistem yang melahirkannya yaitu kapitalisme demokrasi yang berasaskan kebebasan termasuk kebebasan kepemilikan dan menggantinya dengan aturan  yang shahih yaitu Islam.

 

Dalam sistem Islam, seluruh perundang-undangan dan berbagai kebijakan, termasuk investasi wajib terikat dengan syariat.  Oleh karena itu jika pun ada seseorang yang ingin terlibat dengan aktivitas tersebut, maka ia harus memahami hukum syarak secara teliti agar tidak terjerumus pada aktivitas haram. Allah Swt.  telah menetapkan bahwa seorang penguasa wajib bertanggung jawab terhadap seluruh urusan rakyatnya, ia tidak boleh menyerahkan tugas ini kepada pihak lain. Karena hal tersebut merupakan amanah besar yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban,  sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

 

"Imam adalah ra'in (pengurus) bagi rakyatnya, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang diurusnya." (HR. Bukhari)

 

Pemerintah akan membangun perekonomian dan infrastruktur yang dibutuhkan umat, namun tidak melalui   jalan investasi. Karena negara memiliki sebuah lembaga keuangan yang disebut Baitul mal, di mana salah satu sumber pemasukannya berasal dari hasil pengelolaan sumber daya alam yang dimilikinya.  Hal ini juga dilakukan dengan berbagai pertimbangan, yang tentunya akan mengutamakan kepentingan umat. Selain itu juga harus dilihat dari sisi urgensitasnya, apakah mendesak atau masih bisa ditangguhkan. Tidak seperti saat ini, pembangunan jor-joran yang dilakukan nyatanya hanya ditujukan untuk kepentingan para kapital, sementara kebutuhan rakyat tetap terabaikan.

 

Pun jika keadaannya  sangat mendesak, tetapi keuangan negara sedang minim, penguasa akan segera melakukan pemungutan dharibah (pajak) temporer kepada para agnia (orang kaya). Perlu diketahui bahwa pajak dalam Islam tidak sama seperti dalam sistem kapitalis, dimana keberadaannya dijadikan sebagai sumber pendapatan utama negara.

 

Terkait dengan mata pencaharian umat, terutama bagi seorang laki-laki yang memiliki tanggung jawab perihal penafkahan, pemerintah akan menyediakan lapangan pekerjaan yang layak. Kepemilikan umum yang dikelola negara secara mandiri akan bisa memunculkan berbagai industri yang padat karya hingga mampu menyerap banyak pekerja.

 

Oleh karena itu, penguasa wajib mengurus setiap urusan rakyat secara langsung termasuk perekonomian, bukan hanya sekedar menjadi regulator yang bisa disetir pihak lain. Dan negara yang bisa berbuat demikian hanya ada dalam naungan sistem pemerintahan Islam.

 

Wallahu a'lam bi ash-shawab

Post a Comment

Previous Post Next Post