Menteri Agama (Menag) RI Yaqut Cholil Qoumas mewanti-wanti masyarakat agar tidak memilih pemimpin yang memecah belah umat. Ia juga meminta masyarakat tidak memilih calon pemimpin yang menggunakan agama sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan. “Agama seharusnya dapat melindungi kepentingan seluruh umat, masyarakat. Umat Islam diajarkan agar menebarkan Islam sebagai rahmat untuk semesta alam. Bukan rahmatan lil islami, tok,” ujarnya.(Kemenag, 3/9/2023).
Pernyataan Menteri Agama RI menyiratkan pandangan seakan-akan agama Islam itu adalah sesuatu yang negatif, bahkan menjadi musuh bersama, jika menyatu dengan politik dan pemerintahan. Pernyataan Menteri Agama soal Islam rahmatan lil ‘alamin juga keliru. Seolah jika kaum muslim menegakkan akidah dan syariat Islam akan mengancam umat lain. Ucapan ini berbahaya dan menyudutkan ajaran Islam.
Pertama, dalam sejarah kekuasaan Islam sejak zaman Nabi Saw. Khulafaurasyidin dan para khalifah berikutnya, orang-orang kafir selalu mendapatkan perlindungan dari kaum muslim. Kedua, ajaran Islam juga memberikan perlindungan dan perlakuan adil kepada semua manusia, baik muslim maupun kafir. Ketiga, banyak ulama tafsir muktabar yang memaknai rahmatan lil ‘alamin itu tidak semata untuk kaum muslim. Islam menjadi rahmat untuk semesta alam karena memang risalah Islam, yakni akidah dan syariatnya, menjamin datangnya rahmat bagi semua makhluk.
Seperti firman Allah SWT.
ÙˆَÙ…َØ¢ Ø£َرۡسَÙ„ۡÙ†َٰÙƒَ Ø¥ِÙ„َّا رَØۡÙ…َØ© Ù„ِّÙ„ۡعَٰÙ„َÙ…ِينَ
“Tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS Al-Anbiya : 107).
Penggambaran negatif syariat Islam, terutama dalam politik dan pemerintahan, itu semua datang dari Barat. Tujuannya untuk menciptakan islamofobia. Seharusnya yang diperingatkan oleh Menag adalah ketika agama dipisahkan dari politik dan pemerintahan, atau prinsip-prinsip sekularisme demokrasi. Terbukti hal itu menjadikan jabatan dan kekuasaan sebagai rebutan setiap Pemilu. Bahkan untuk mendapatkannya bisa menghalalkan segala cara. Modus, pencitraan, dan peduli kepada rakyat. Mestinya yang pantas dicap mempolitisasi agama adalah mereka yang berkamuflase menjelang Pemilu seolah islami pencitraan agar dipilih oleh kaum muslim.
Lebih buruk lagi, sistem politik sekularisme demokrasi meniscayakan politik uang. Saking tingginya politik uang di Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan peringkat politik uang terbesar nomor tiga sedunia. Artinya, politik uang sudah dianggap wajar dalam Pemilu Indonesia. Jumlah uang yang berputar dalam Pemilu tidak main-main jumlahnya. Mungkin bisa sampai pada jumlah yang paling tinggi. Untuk apa uang sebesar itu? Sebagian tentu saja untuk politik uang. Dari mekanisme Pemilu seperti itu, apa yang bisa diharapkan oleh rakyat? Terbukti eksekutif dan legislatif sering melahirkan kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat seperti UU Cipta Kerja, UU Minerba, rencana pembangunan IKN, kereta cepat Jakarta-Bandung, atau misalnya rencana pencabutan Pertalite untuk diganti Pertamax Green yang justru lebih mahal.
Nabi saw. mengingatkan betapa bahaya perebutan dan haus jabatan serta kekuasaan. Sabda beliau,
Ø¥ِÙ†َّÙƒُÙ…ْ سَتَØْرِصُونَ عَÙ„َÙ‰ الإِÙ…َارَØ©ِ Ùˆَسَتَصِيرُ Ù†َدَامَØ©ً ÙˆَØَسْرَØ©ً ÙŠَÙˆْÙ…َ الْÙ‚ِÙŠَامَØ©ِ
“Sungguh kalian akan berambisi terhadap kepemimpinan (kekuasaan), sedangkan kepemimpinan (kekuasaan) itu akan menjadi penyesalan dan kerugian pada Hari Kiamat kelak.” (HR Al-Bukhari, An-Nasa’i, dan Ahmad).
Dalam Islam, menjadi penguasa itu memiliki tujuan mulia, yakni sebagai amal saleh untuk mengurus umat dengan penerapan Islam dan menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia. Allah SWT. telah memerintahkan para pemimpin untuk berhukum dengan syariat-Nya dan menunaikan amanah.
Sudah seharusnya umat meluruskan pandangan soal politik dan kepemimpinan, bahwa pemimpin yang amanah bukan sekadar pemimpin yang saleh secara individu tapi juga saleh secara menyeluruh. Ia tidak akan membiarkan satu aspek kehidupan bernegara yang tidak diatur oleh hukum-hukum Allah. Tapi, dengan menerapkan semua aturan Allah yang ada didalam Al-Qur'an secara menyeluruh dalam aspek kehidupan. Sebabnya, ia yakin tidak ada aturan yang terbaik melainkan yang datang dari risalah Islam. Oleh karena itu, memilih pemimpin bukan sekadar memilih yang beragama Islam, tetapi memilih pemimpin muslim yang akan menjadikan Islam sebagai satu-satunya sistem kehidupan sehingga tercipta rahmat bagi semesta alam.
Wallahua'lam bishshawab.
Post a Comment