Ancaman Kelangkaan Minyak Goreng, Rakyat yang Dirugikan

 


Oleh: Nida Aprida

 

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mempertanyakan kembali kejelasan hutang kepada kementrian perdagangan senilai Rp 344 miliar. Hutang tersebut adalah selisih dari harga minyak goreng atau rafaksi dalam program satu harga pada tahun 2022 lalu. 

 

Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey mengatakan, apabila Kemendag tak kunjung membayarkan utangnya itu, maka Aprindo akan lepas tangan jika 31 perusahaan ritel (peritel) yang terdiri dari 45.000 gerai toko di seluruh Indonesia menghentikan pembelian minyak goreng dari para produsen. Adapun 31 perusahaan ritel yang tergabung diantaranya, Alfamart, Indomaret, Hypermart, Transmart, hingga Superindo. 

 

Selain akan memberhentikan pasokan minyak goreng kepada distributor sebagai aksi mogok, aprindo akan melakukan pemotongan tagihan kepada distributor minyak goreng oleh perusahaan peritel kepada distributor minyak goreng, lanjut roy. 

 

Namun Roy mengaku belum mengetahui pasti kapan peritel akan melakukan pemotongan tagihan hingga hentikkan pasokan minyak goreng ke distributor. Aprindo sudah tidak dapat membendung keresahan 31 anggota peritel sehingga semua itu tergantung pada pemegang keputusan peritel sendiri bukan keputusan Aprindo. 


Roy juga mengatakan apabila kemenag tak kunjung membayar hutangnya, aprindo akan membawa ke jalur hukum lewat Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Ini sudah kedua kalinya Aprindo memberikan ancaman serupa kepada Kemenag setelah sebelumnya dilakukan pada April 2023 lalu. Tetapi belum juga ada kejelasan kapan hutang tersebut akan dibayarkan. 

 

Sebelumnya lagi, Kementrian Perdagangan mengatakan kejelasan pembayaran akan tergantung pada pendapat hukun dari Kejaksaan Agung (kejagung), namun hal itu belum cukup untuk pemerintah membayarkan utang rafaksinya tersebut. Sampai akhirnya kemendag memintta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk memverifikasi terkait hutang yang harus dibayarkan pemerintah. Karena ada perbedaan angka antara klaim prdusen, peritel, dan pemerintah. 

 

 

Namun demikian, sejak Senin (17/7/2023) lalu, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengaku telah memberikan laporan terkait hasil audit utang rafaksi minyak goreng kepada Kemendag. BPKP menjelaskan bahwa tidak ada wewenang di dalam regulasinya sehingga tidak dapat di adakan Audit kembali.


Adapun keputusan berikutnya, berada di tangan Kemendag selaku pihak yang berhutang. Ancaman kelangkaan minyak goreng ini mengingatkan kembali pada tahun 2022 lalu saat pemerintah menetapkan kebijakan terkait satu harga minyak goreng senilai Rp 14.000 per liter. 


Akibatnya, minyak goreng kemasan 1 liter langka di pasaran. Minyak kemasan 2 liter melonjak harganya dari harga pasaran Rp.28.000 per liter menjadi Rp.38.000 per liter. Masyarakat mengalami buyying attack, dan tidak sedikit onkum yang menimbun minyak goreng.  

 

Sampai pada hari ini akibat kelangkaan tersebut harga minyak goreng tak kunjung turun seperti semula. Rata-rata harga pasaran kemasan 2 liter masih menginjak di harga RP.30.000 ke atas.  

 

Siapakah yang dirugikan oleh keputusan pemerintah? Tidak lain adalah masyarakat. Bayangkan saja jika kelangkaan ini terjadi lagi, harga minyak goreng kemungkinan akan naik lagi dan akan sulit kembali seperti harga semula.  

 

Dalam sistem ekonomi dan politik islam. Islam telah mengatur dalam masalah pemanfaatan kekayaan alam dengan cara yang jelas. Adapun dari segi tata cara perolehannya islam telah mensyariakan hukum-hukum tertentu dalam memperoleh kekayaan tersebut.


Sedangkan dalam Memproduksinya islam telah mendorong dan memacu setiap orang untuk memproduksi kekayaan sebanyak-banyaknya agar manusia terpacu untuk bekerja. Tetapi islam tidak ikut campur dalam pengolahannya dan meningkatkan produksinya. 

 

Adapun dari segi keberadaannya, harta kekayaan tersebut sebenarnya terdapat dalam kehidupan ini secara alamiah. Allah SWT telah menciptakannya untuk di eksploitasi manusia. Sehingga hasilnya bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Allah berfirman: 

 

"Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu."

(QS al-Baqarah[2]:29) 

 

Islam telah mengatur hukum-hukum untuk memecahkan berbagai urusan manusia. Islam telah menjamin terealisasinya semua kebutuhan manusia secara menyeluruh dalam sebuah negara, seperti sandang, pangan, papan. Termasuk hukum-hukum kepemilikan.  

 

Minyak adalah hasil bumi, kekayaan tersebut termasuk ke dalam kepemilikan umum. Kekayaan tersebut harus dieksplorasi dan dikembangkan dalam mewujudkan kemajuan taraf perekonomian umat. Sebab kepemilikan tersebut milik umat, sementara negara memiliki otoritas untuk mengembangkan dan mengelolanya. Dan hasilnya untuk memenuhi kebutuhan umat. 

 

Lalu bagaimana dengan sistem ekonomi saat ini? Rakyat bukannya menikmati hasil bumi dengan selayaknya bahkan tidak sedikit uang yang harus dikeluarkan. Sedangkan dalam islam seharusnya gratis untuk mendapatkannya. Apalagi jika kelangkaan minyak terjadi lagi. Siapa yang dirugikan?! 

Wallahu a’lam bish-shawab

Post a Comment

Previous Post Next Post