Pegiat Literasi
Musim kemarau tahun ini memang cukup panjang. Bukan semata faktor musiman tapi juga dampak dari fenomena El Nino yang menyebabkan kekeringan ektrem terjadi di beberapa wilayah Indonesia termasuk Kabupaten Bandung. Kondisi ini pun berimbas pada menurunnya kapasitas produksi air oleh PDAM Tirta Raharja hingga 30-60 persen. Penurunan ini tentu saja memengaruhi pelayanan air minum di tiga wilayah pelayanan utama, yaitu Pelayanan I Soreang, Pelayanan II Banjaran, dan Pelayanan IV Cimahi.
Untuk meringankan beban masyarakat, terutama para pelanggan PDAM Tirta Raharja yang terdampak, Bupati Bandung, Dadang Supriatna mengeluarkan Instruksi Bupati Bandung No. 4 Tahun 2023 yang berlaku mulai bulan September 2023. Instruksi ini berisi kompensasi keringanan pembayaran tagihan rekening air minum kepada pelanggan PDAM yang tidak menerima pelayanan air minum secara optimal. Selain konpensasi, Dadang juga menjamin tidak akan ada kenaikan tarif air minum untuk tahun 2024. Penetapan ini akan dilakukan melalui Keputusan Bupati Bandung dan akan diterbitkan paling lambat pada November 2023 sesuai dengan Permendagri No. 21 Tahun 2020. (Bandungraya.inews, Rabu 6/9/2023)
Konpensasi, Solusi Parsial untuk Kebutuhan Vital
Apa yang dilakukan Bupati Bandung di atas tentu suatu hal yang positif yang bisa dilakukan pejabat daerah. Karena permasalahan kekeringan ini adalah masalah nasional yang membutuhkan peran pemimpin untuk terjun memberi solusi. Namun, kebijakan bupati dalam Intruksinya yakni keringanan bagi pelanggan PDAM tak serta merta menyelesaikan masalah. Sebab keringanan ini sifatnya bukan bantuan apalagi pelayanan tapi komersial yakni bagi pelanggan PDAM saja, sementara di luar itu harus berusaha sendiri. Keringanan ini kemungkinan bukan berhenti membayar tapi bentuk penundaan waktu membayar atau tidak memungut denda bagi pelanggan yang telat membayar tagihan. Padahal, yang dibutuhkan masyarakat terkait air ini adalah ketersediaannya secara mudah tanpa harus membayar. Baik yang berasal dari PDAM atau pun bukan itu merupakan tanggung jawab pemimpin.
Di samping faktor alam, kekeringan diakibatkan pula oleh aturan yang bersifat sistemik. Dan ini faktor terbesar yang harusnya diatasi terutama sejak diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme di negeri ini. Negara secara terbuka memberikan izin kepada para pemilik modal untuk melakukan kegiatan ekonomi apapun yang bisa mendatangkan keuntungan. Sebut saja misalnya pengelolaan sumber daya air yang dilakukan oleh AQUA Group yang merujuk pada Kebijakan Nasional No.7/2004 dan PP No.42/2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air. Perusahaan air minum ini adalah salah satu pelopor kapitalisasi air pegunungan yang kemudian diperjualbelikan dalam bentuk kemasan dan galon.
Dari sini masyarakat pasti paham, bahwa pengelolaan sumber daya air di tangan pengusaha sejatinya adalah pemberian aset publik oleh negara untuk memperkaya pengelola dan penguasa, bukan rakyat. Kondisi ini menyebabkan rakyat yang harusnya bisa memanfaatkan sumber air untuk aktivitas sehari-hari secara gratis justru 'dipaksa' membeli jika ingin mendapatkannya.
Contoh lainnya adalah kapitalisasi wisata. Kegiatan ekonomi ini diawali dengan izin negara kepada pengusaha untuk mengalihfungsikan lahan. Lahan pertanian, perkebunan, atau pegunungan disulap menjadi tempat wisata seperti air terjun, kolam renang, waterboom, dan wahana air lainnya. Untuk menikmatinya, masyarakat tidak bisa bebas masuk atau memanfaatkan secara leluasa tapi harus mengeluarkan dana terlebih dahulu berdasarkan tiket masuk.
Itu baru sedikit fakta mengapa sumber air dan resapannya makin berkurang. Negara yang bertanggug jawab atas kesulitan masyarakat hanya bisa memberi solusi parsial sebatas konpensasi, pengiriman air bersih atau membuat sumur bor. Padahal yang utama yang harus dilakukan oleh negara adalah mengambil alih pengelolaan sumber daya air ke tangan negara untuk kepentingan masyarakat secara umum. Kemudian membatasi atau menghapus kegiatan ekonomi apapun yang bisa mengancam kedaulatan negara dan kebutuhan vital masyrakat seperti swastanisasi dan kapitaliasi.
Terapkan Sistem Ekonomi Islam
Islam dan syariatnya adalah solusi terbaik yang tidak dimiliki ideologi apapun baik kapitalisme atau sosialisme. Masalah kekeringan yang disebabkan faktor alam akan diupayakan melalui usaha penguasa dengan arahan syariat. Di antaranya negara akan meminta masyarakat untuk introspeksi diri (muhasabah); menghemat air; menjaga kelestarian alam dan ekosistemnya; memanfaatkan teknologi pertanian dan industri terkait pengelolaan dan peningkatan sumber daya air secara benar.
Di masa Khalifah Umar bin Khattab ra. pernah terjadi musim kemarau yang cukup lama yang disebut 'Tahun Abu'. Karena Kemarau ini menyebabkan tanah kering hingga warnanya menjadi abu, retak-retak, masyarakatnya bahkan banyak yang kelaparan termasuk hewan ternak banyak yang mati, dan hewan buas banyak berkeliaran di pemukiman warga untuk mencari makan.
Umar ra. pun segera meminta para gubernur di wilayah luar ibukota seperti Amr bin Ash, Muawiyah bin Sufyan, dan Abu Musa al Asy'ari untuk mengirimkan bantuannya. Bantuan itu pun segera datang dengan jumlah yang cukup besar baik dari jalur darat maupun jalur laut. Setelah kebutuhan itu terpenuhi selanjutnya Umar bin Khattab ra. menggelar shalat Istisqa' (minta hujan) bersama seluruh kaum muslimin.
Adapun jika musibah kekeringan ini disebabkan oleh aturan atau kerusakan yang datang dari manusia, maka negara akan memberikan tindakan tegas hingga sanksi berat kepada pelakunya. Apakah dalam bentuk pengembalian aset publik seperti saat ini karena kapitalisasi atau membayar sejumlah denda, penjara atau lainnya yang disesuaikan dengan dampak yang ditimbulkannya. Hal ini dilakukan negara untuk menjaga agar kepemilikan umum seperti air, padang rumput (hutan), dan api (sumber energi) tidak dikuasai individu atau kelompok kapital dimana akan menyebabkan publik kesulitan mengaksesnya atau memanfaatkannya.
Rasulullah saw. telah bersabda: "Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal yaitu air, padang rumput dan api; dan harganya adalah haram. (HR. Ibnu Majah)
Adapun yang dimaksud oleh hadis tersebut dengan syirkah (perserikatan) dalam air adalah air yang mengalir di lembah, sungai besar, maka pemanfaatan air itu posisinya sama seperti pemanfaatan matahari dan udara. Baik bagi muslim maupun nonmuslim dimana mereka tinggal. Dan tidak boleh ada seorang pun yang menghalangi seseorang dari pemanfaatannya. Misalnya melarang mengambil air sungai atau melarang orang lewat di jalan umum. Maka, menjadi boleh hukumnya dalam pemanfaatan ketiganya (air, padang rumput, dan api) serta memilikinya oleh komunitas secara bersama-sama. Sebagai contoh air yang ada di lembah itu bukan milik seseorang.
Berserikatnya manusia dalam ketiga hal pada hadis di atas bukan karena zatnya, tetapi karena sifatnya sebagai sesuatu yang dibutuhkan oleh orang banyak (komunitas) dan jika tidak ada maka mereka akan berselisih atau terjadi masalah dalam mencarinya. Artinya berserikatnya manusia itu karena posisi air, padang rumput, dan api sebagai fasilitas umum yang dibutuhkan secara bersama oleh suatu komunitas atau masyarakat. Contoh barang fasilitas umum sifatnya sama seperti ketiga hal tersebut termasuk sarana transportasi umum, fasilitas kesehatan, dan sebagainya.
Dalam sistem ekonomi Islam, benda atau barang yang termasuk kepemilikan umum akan dikelola oleh negara untuk kepentingan publik. Negara boleh memberikan kepada rakyat secara gratis atau menetapkan harga tertentu yang hasilnya dikembalikan kepada rakyat, karena negara hanya mewakili umat untuk mengelola barang tersebut. Wallahu a'lam bisshawwab.
Post a Comment