Oleh Tati Ristianti
Komunitas Ibu Peduli Generasi
Ngomongin LGBT, sungguh nyesek. Konsep, ide, dan paham dari perilaku menyimpang ini, harus dikubur sebelum hancur dunia beserta isinya. Tidak ada kata samaran bagi LGBT ini, bukan perilaku unik apalagi fitrahnya manusia. Wacana ingin memberantas sejatinya jangan ditunda sebelum tergoda budget. LGBT ini jangan dilindungi sebelum mereka mendatangi keluarga anda, dan tetangga kita. Naudzubillah tsumma naudzubillahi min dzalik.
Dikutip dari media online koranjakarta, Bupati Bandung Dadang Supriatna, akan mendorong Rancangan Peraturan Daerah (Perda) anti LGBT. Agar masuk kepada Program Legislasi Daerah (Prolegda) secepatnya segera dilakukan pembahasan di DPRD ketika rapat tiba. Selanjutnya fatwa MUI sudah dikantonginya. Disisi lain beliau belum dapat menjelaskan secara umum isi dari Perda tersebut. Yang jelas, di Kabupaten Bandung ini dilarang keras untuk LGBT. koranjakarta (Senin 14/8/2023)
Kepedulian Bupati terhadap persoalan LGBT patut diapresiasi. Namun, kepedulian ini harus dibarengi dengan kesungguhan yang kuat. Kuat mental, argumen, dan keimanan. Karena kalau lemah, mereka punya modal tinggi yang dapat menggoyahkan kekuatan atas sikap peduli ini. Jangan sampai agenda ini tertunda dengan alasan nilai kemanusiaan. Padahal tergoda budget yang mantap. Nilai kemanusiaan yang berlindung dibawah HAM serta dikokohkan atas dasar kebebasan berperilaku, merupakan alasan basi. Walhasil, Perda yang direkomkan jauh dari kesempurnaan, yang ada hanya sebatas tumpukan naskah seperti catatan diari.
Disamping itu, apakah adanya Perda akan mampu menyelesaikan persoalan tersebut? Menjamurnya perilaku LGBT, sudah seperti pandemi. Itu menunjukan bahwa mereka dibiarkan berkeliaran, dengan dalih asal jangan mengganggu masyarakat. Padahal keberadaannya sangat meresahkan dan mengundang azab Allah SWT.
Perda dirancang sejatinya jangan membuat pemilik bimbang, karena yang dituju pasti meradang, sehingga ancaman menjadi ganjaran bagi siapa saja yang mengusik keberadaanya. Siapa saja yang membuat aturan tidak sesuai, sudah pasti sengsara dan merana. Maka kekuatan mental dan keimanan sudah pasti harus ada dalam diri seorang pejabat negara.
Karena, akar masalahnya ada pada penerapan sistem sekuler liberal yang mengakui serta melindungi kebebasan berperilaku itu yang membuat mereka kuat. Atas nama HAM penyimpangan tersebut justru dilindungi oleh UU. Perda hanyalah solusi parsial yang tidak menyentuh akar masalah. Selama tidak ada sanksi yang tegas bagi pelaku LGBT, dan kebebasan berperilaku masih diterapkan maka mereka akan terus eksis.
Adakalanya antara Perda dan UU seringkali tidak sejalan, atau berbenturan. Daerah melarang, tetapi pemerintah pusat justru membebaskan. Maka harus ada pemahaman bersama, bahwa persoalan LGBT bukan hanya persoalan daerah/kabupaten Bandung semata, tapi persoalan Indonesia bahkan dunia.
Berbeda dengan sistem Islam, setiap peraturan baru tidak butuh anggaran mahal. Apalagi perkara yang sangat urgen untuk segera diselesaikan. Menunda merupakan bentuk pengkhianatan terhadap amanahnya sebagai wakil rakyat. Sebab perilaku ini bukan saja salah dan menyimpang, tetapi juga menyalahi fitrah. Fitrah yang Allah tetapkan pada diri manusia.
Untuk menangani perilaku seks menyimpang ini, semuanya sudah dikemas dalam kebijakan sistem Islam. Perilaku salah ini, hanya manusia yang bisa melakukannya, sedangkan hewan tidak akan bisa. Alasannya manusia itu memiliki akal, dengan akalnya mereka bisa berfantasi. Hasil dari fantasi dapat mendorong nya melakukan trial and error itulah manusia. Untuk mencegah penyimpangan, maka bisa dilakukan melalui tiga pendekatan. Yaitu, secara individu, masyarakat, dan negara.
Secara individu, mempunyai fitrahnya masing-masing. Pria atau wanita, jelas memiliki perbedaan. Sejak dini, harus dididik dan dibiasakan sesuai kodratnya. Peran keluarga sangat dibutuhkan agar anak-anaknya berjalan sebagaimana mestinya. Misalnya anak laki-laki harus memakai pakaian, celana, sendal, sepatu, dan atributnya yang memang untuk laki-laki. Begitu juga sebaliknya. Bukan hanya itu, bahasa tubuh, gaya bahasa, tutur kata dan perilakunya harus sesuai dengan kodratnya.
Islam juga menetapkan larangan anak laki-laki tidur sekamar dengan anak perempuan, tempat tidur mereka harus dipisahkan. Begitu juga dengan sesama perempuan, dan sebaliknya mereka tidak boleh tidur berdua dalam satu ranjang, atau dua ranjang satu selimut. Semua ini untuk mencegah terjadinya penyimpangan perilaku sejak dini, dan bentuk dari pendekatan secara individu dan keluarga.
Pada tatanan masyarakat, sistem yang diterapkan di tengah masyarakat memiliki andil yang besar. Sebab bisa memengaruhi dan membentuk perilaku individu akan terkontrol. Demikian juga negara, sebagai wujud yang menerapkan sekumpulan pemahaman, pedoman, dan keyakinan, yang dipercaya masyarakat, peran ini mempunyai andil yang besar. Karena negaralah yang menerapkan, untuk menjaga, setiap pemikiran, perasaan dari sistem Islam.
Melalui masyarakat, pencegahan bisa dilakukan, jika ada tampak perilaku menyimpang, maka masyarakat melakukan amar makruf nahi mungkar. Melalui negara, pencegahan bisa dilakukan. Selain melalui aparat, hisbah, juga sanksi yang tegas, dan hikuman yang setimpal, kepada pelaku seks menyimpang, dan bagi orang yang belum melakukan penyimpangan juga harus dibina.
begitulah cara Islam mengatasi masalah penyimpangan tingkah laku ini dengan cara seperti ini maka penyimpangan tersebut bukan saja bisa diatasi tetapi juga dicegah sejak dini. Karena kasus ini sangat langka di sistem Islam. Berbeda dengan sistem sekular saat ini. Sikap peduli menjadi agenda yang tertunda.
Padahal. "Siapa saja yang kalian temukan melakukan perbuatan Nabi Luth, maka bunuhlah pelaku dan yang diajak melakukannya."
Wallahualam bissawab
Post a Comment