Aktivis Muslimah
Maraknya kekerasan seksual di dunia pendidikan masih begitu memprihatinkan, Federasi Serikat Guru Indonesia( FSGI) pada 3 Mei 2023 lalu, menyampaikan dalam siaran persnya selama rentang Januari sampai Mei 2023, terjadi 22 kasus kekerasan seksual dengan jumlah korban sebanyak 202 anak. Pendataan ini dilakukan baik pada satuan pendidikan yang ada di wilayah kewenangan Kemendikbudristek maupun di bawah Kemenag RI.
Adapun tujuan Permendikbudristek ini yaitu mengatasi perundungan, diskriminasi, kekerasan seksual dan sekaligus untuk melindungi staf pendidik dari kekerasan selama kegiatan pendidikan berlangsung, baik itu dalam bentuk psikologis dan daring.
Jika dilihat dari salinan draft Permendikbudristek PPKS adanya pertimbangan peraturan bahwasanya kekerasan seksual berdampak pada kurang optimalnya penyelenggaraan pendidikan tinggi, sehingga sangat dibutuhkan adanya pengaturan yang dapat menjamin kepastian hukum dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi. Fakta ini sejatinya menambah daftar panjang kasus kekerasan seksual, baik dalam satuan pendidikan yang makin hari jumlahnya semakin meningkat. Belum lagi kasus yang tidak terekspose biasanya jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang terekspose.
Pemerintah sejauh ini telah mengambil beberapa langkah, salah satunya penggunaan narasi "sexual consent" yang membuat ambigu mendefinisikan kekerasan seksual. Bukan mencegah kekerasan seksual, malah mendorong untuk melakukan perzinahan tanpa disertai kekerasan.
Kondisi ini tentu sangat menodai citra performa pendidikan yang seharusnya menjadi tempat membina jati diri sekaligus membina kepribadian generasi bangsa.
Setiap solusi yang ditawarkan oleh pemerintah nyatanya masih artifisial dan pragmatis, sehingga tidak menyentuh kepada akar persoalan. Ditambah lagi pembinaan dalam bidang pendidikan masih terlalu kental dengan paham sekuler yang menjauhkan peran agama dalam aspek kehidupan, sehingga cendrung melemahkan pertahanan ideologis sebagai pondasi kepribadian Islam.
Menjadikan Permendikbudristek PPKSP ( Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan)sebagai solusi pencegahan kekerasan seksual nyatanya hanya sebatas tambal sulam. Faktanya semua regulasi dinilai mandul, sekedar mengotak-atik peraturan tanpa membenahi akar persoalannya.
Semua itu akibat diterapkan sistem sekuler liberal dalam setiap aspek peraturan bernegara dan bermasyarakat, sehingga tidak heran munculnya persoalan yang jauh dari kata solusi penyelesaian. Dan ini juga membuktikan kelemahan manusia sebagai pembuat hukum untuk mengatur kehidupan.
Sistem pendidikan dalam sistem sekuler hanya memfokuskan pada jenjang akademik, namun jauh dari visi misi Islam. Jauhnya mereka dari agama disebabkan seiring tingginya konektivitas mereka dengan internet yang sangat mudah mengakses situs-situs yang merusak. Alhasil apapun yang ada di media sosial akan mereka telan bulat-bulat tanpa memperhatikan benar atau salahnya. Inilah yang pada akhirnya makin menyuburkan tindakan kejahatan dikalangan generasi muda.
Permendikbudristek 46/2023 PPKSP tidak akan bisa menghambat tindakan kejahatan dilingkungan sekolah kalau sistem yang diterapkan masih sistem sekuler liberalisme. Karena tindakan kejahatan hanya bisa terselesaikan secara optimal hanya dengan diterapkan sistem Islam bukan yang lain. Islam mengandung seperangkat aturan yang komprehensif, bukan sekedar menetapkan regulasi.
Negara akan memastikan dalam aspek pendidikan yang berbasis akidah Islam sebagai pondasi dalam berinteraksi sosial. Begitu juga dengan media sosial, negara akan menghilangkan situs-situs yang merusak, yang hanya menayangkan konten yang bermanfaat. Begitu juga dengan adanya sanksi yang tegas, yang akan diberlakukan apabila kedapatan ada produsen atau pihak-pihak yang sengaja merusak moral generasi.
Semua itu, menjadi sangat penting untuk segera melanjutkan kembali kehidupan Islam di seluruh dunia. Bukan hanya dalam lingkungan sekolah, melainkan juga dalam setiap aspek kehidupan harus didasarkan dengan peraturan Islam.
Wallahu a'lam bishowwab
Post a Comment