Oleh : Ratna Sari
Membahas tentang persoalan remaja selalu menarik, sejuta pesona yang dimiliki mendorong siapa saja untuk mengulik lebih detail dunia mereka. Sosok generasi yang aktif, penuh semangat membara, rasa ingin tahu yang tinggi dan kekuatan fisik yang luar biasa, menjadi nilai plus yang kiprahnya selalu dinantikan. Di pundaknya dititipkan harapan perubahan dan cahaya kebangkitan sebuah peradaban.
Sayangnya, ditangan peradaban kapitalis yang menjunjung tinggi nilai liberalisme generasi remaja ditempatkan sebagai objek komoditas untuk menghasilkan sebanyak mungkin keuntungan materi semata. Setali tiga uang dengan iduknya, sekularisme adalah paham yang memisahkan peran agama dalam kehidupan telah merenggut setiap mimpi indah generasi, membawa pada buaian nikmat sesaat, menyeret mereka ke dalam lembah nista kehidupan.
Pacaran menjadi trend, zina merajalela, hingga aborsi dianggap hal biasa. Aktivitas pornoaksi dan pornografi yang menjadi penyumbang terbesar penyebab perzinahan menjadi legal dalam arus liberalisme. Mereka berlindung dibalik jargon Kebebasan berekspresi dan kebebasan bertingkah laku atas nama Hak Asasi Manusia (HAM).
Salah satu fakta kebobrokan sistem pergaulan yang dihadapi remaja, diungkapkan oleh
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat usia remaja di Indonesia sudah pernah melakukan hubungan seksual di luar nikah. Paling muda direntang umur 14 hingga 15 tahun tercatat sebanyak 20 persen sudah melakukan hubungan seksual.
Lalu, diikuti dengan usia 16 hingga 17 tahun sebesar 60 persen. Sedangkan di umur 19 sampai 20 tahun sebanyak 20 persen. (Dikutip dari online Liputan6, Jakarta)
Hal tersebut baru sekelumit realita kelam remaja di negeri dengan penduduk muslim terbesar dunia. Sungguh miris, kala Islam tidak lagi jadi pedoman, maka pandangan hidup manusia termasuk remaja hanya berorientasi pada asas manfaat dan materi semata.
Kebahagian dan sukses tertinggi dinilai dengan seberapa banyak kenikmatan fisik yang dirasakan. Maka wajar, hal tersebut mendorong gaya hidup hedonisme, serba bebas, serba boleh. Semua dilakukan dengan dalih tidak ada yang dirugikan, atau dengan ungkapan suka sama suka.
Sistem pergaulan ala liberal yang diadopsi di negeri ini memandang pacaran hingga seks bebas bukan tindakan kriminal yang bisa dikenai sanksi. Selama dilakukan dengan kesepakatan, tanpa paksaan dan selama tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Aturan agama dianggap mengekang kebebasan, hingga harus disingkirkan jauh-jauh dari kehidupan. Sistem pergaulan yang jauh dari nilai-nilai Islam inilah yang telah mencabut fitrah remaja muslim untuk tunduk dan taat pada aturan sang pencipta.
Potensi kehidupan remaja yang begitu dahsyat, disalahgunakan dan dibajak oleh perdaban rusak yang membawanya mundur jauh dari tujuan penciptaan. Wajar kemudian generasi remaja menjadi budak peradaban, alih-alih menjadi pemimpin, justru menjadi sampah dan objek eksploitasi.
*Islam Solusi Tuntas*
Maraknya perilaku seks bebas dikalangan remaja hanya terjadi di dalam sistem yang menghalalkan segala cara, mengagungkan kebebasan dan mencampakkan peran agama dalam mengatur kehidupan. Semua ini ada di dalam sistem Kapitalisme yang berlandaskan sekularisme. Hal ini sangat berbeda dalam sistem Islam. Islam adalah sistem yang mampu mewujudkan kehidupan dan menjamin pemenuhan kebutuhan hidup, sesuai fitrah, memuaskan akal dan menenteramkan jiwa. Islam memiliki tatanan kehidupan yang khas yang mampu menghentikan perilaku seks bebas secara tuntas dan mencegah munculnya peluang penyimpangan perilaku amoral.
Dalam Islam, remaja adalah aset berharga, di pundaknya dititipkan masa depan peradaban Islam yang mulia. Cinta kepada lawan jenis merupakan hal yang fitrah bagi manusia. Sebuah perwujudan dari naluri untuk melestarikan jenis. Karena sebab cintalah, keberlangsungan hidup manusia bisa terjaga. Namun realisasinya sangat jauh berbeda dengan kehidupan sekuler yang menempuh segala cara. Hubungan pacaran, TTM, FWB atau apapun namanya, adalah sebuah keharaman dan jalan tol menuju perzinahan. Allah Taala berfirman,
"Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk" (QS. Al Isra : 32) .
Asy Syaukani dalam Fathul Qodir mengatakan, Apabila perantara kepada sesuatu saja dilarang, tentu saja tujuannya juga haram, dilihat dari maksud pembicaraan.
Dilihat dari perkataan Asy Syaukani ini, maka kita dapat simpulkan bahwa setiap jalan (perantara) menuju zina adalah suatu yang terlarang. Satu-satunya jalan yang dibenarkan untuk menyatukan dua insan berbeda jenis yaitu dalam ikatan pernikahan.
Terdapat perintah, baik bagi laki-laki maupun wanita untuk menutup aurat, menundukkan pandangan dari segala yang diharamkan termasuk setiap konten yang mengandung unsur pornografi, menjaga interaksi agar tetap dalam koridor yang dibenarkan Islam, juga perintah menjaga kemuliaan dan kesucian diri.
Pemeliharaan Islam terhadap manusia bukan menjadikan mereka terkekang, justru menjadi penjaga agar selalu berada dalam ketaatan.
Dalam Islam, zina adalah tindakan kriminal, dimana pelakunya harus dihukum tanpa memandang apakah dilakukan karena terpaksa atau suka sama suka. Hukuman bagi yang sudah menikah, di rajam (dilempari batu hingga mati. Sedangkan bagi yang belum menikah di cambuk 100 kali tanpa rasa kasihan, disaksikan masyarakat luas ditempat terbuka.
Dengan demikian, hukum Islam secara praktis memberikan efek jera, mencegah peluang terulang hal yang sama. Kedua, hukum Islam yang ditegakkan oleh daulah Islam menjadi penebus atas dosa yang dilakukan di dunia, agar tidak mendapatkan azab di akhirat.
Allah Taala berfirman:
"Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?"
(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 50)
Islam memiliki solusi yang dilandaskan pada nash-nash syariah yang berasal dari al-Qur’an dan as-Sunnah. Sistem Islam telah diterapkan dalam sistem pemerintahan Islam sejak masa Rasulullah saw, Khulafaur Rasyidin dan masa kekhilafahan sesudahnya hingga kekhilafahan terakhir Turki Utsmani diruntuhkan pada tanggal 3 Maret 1924. Islam memiliki kemampuan menyelesaikan berbagai bentuk penyimpangan perilaku (seks bebas) dan menghentikannya secara tuntas saat diterapkan secara kaffah (baik pada masa silam maupun pada masa yang datang). Solusi untuk menyelesaikan segala permasalahan yang melanda remaja pada umumnya, membutuhkan langkah yang terintegrasi antar berbagai komponen, baik individu, keluarga, sekolah (pendidikan), masyarakat dan negara. Seluruh komponen ini membutuhkan penyamaan persepsi tentang standar yang diambil sebagai solusi. Kebutuhan untuk menyelesaikan masalah secara tuntas harus dikembalikan pada standar syariah.
Wallahu alam bi ash-shawwab
Post a Comment