Perekonomian Hanya Bisa Bangkit dengan Penerapan Islam Kafah


Oleh Sriyanti

Ibu Rumah Tangga, Pegiat Dakwah 


Pariwisata dan olahraga atau lebih dikenal dengan istilah sport tourism tengah menjadi tren saat ini. Banyak wisatawan mancanegara tertarik dengan wisata tersebut. Tentunya hal ini menjadi angin segar bagi negeri kita, untuk membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Menparekraf (Menteri Parawisata dan Ekonomi Kreatif) Sandiaga Uno memprediksi, perkembangan sektor wisata ini bisa mencapai  Rp18.790 triliun pada tahun 2024. 


Sport tourism terdiri dari dua macam olahraga yaitu hard sport tourism, seperti ajang lomba olahraga yang bersifat reguler sebagaimana Sea Games. Sedangkan soft sport tourism lebih ke gaya hidup misalnya bersepeda, berlari hingga berselancar.


Di negara kita sendiri sudah ada beberapa destinasi sport tourism yang mampu menjadi perhatian peserta/pelancong asing seperti, Mandalika, Borobudur Maraton, Tour de Singkarak, Ironman Bintan dan lain sebagainya. Semuanya akan terus dikembangkan dan diperbaiki agar lebih menarik para wisatawan. Untuk itu pemerintah juga memberikan kesempatan pada para investor dan perusahaan swasta untuk terlibat dalam pengembangan sektor ini. PT Jakarta Internasional Velodrome  adalah salah satu perusahaan yang telah bergabung dalam proyek ini.  (Media online Tirto, 11/08/2023)


Dalam rangka menggenjot perekonomian nasional, pemerintah tengah berupaya dengan berbagai hal, di antaranya dengan meningkatkan sektor pariwisata. Terlebih  sport tourism saat ini cukup digemari terutama oleh pelancong dari mancanegara. Maka kesempatan untuk meraup untung dari ajang wisata olahraga tersebut tidak akan dilewatkan. Namun jika dipikirkan lebih mendalam lagi, apakah tren semacam ini akan berjalan lama? Mengingat berwisata bagi turis dan masyarakat adalah untuk memenuhi kesenangan, yang seiring waktu akan ada bosannya.


Di sisi lain, seharusnya pemerintah pun tidak sekadar memandang sport tourism dari sisi keuntungan materi saja. Banyak hal yang harus dipertimbangkan, dari segi ekonomi mungkin bisa menguntungkan, tapi tidak menutup kemungkinan juga dapat merugikan sebagaimana sirkuit Mandalika beberapa waktu lalu.  Nyatanya even MotoGP yang dipandang bergengsi ini tidak begitu menguntungkan, karena sedikitnya para investor dan sponsor di acara tersebut. Belum lagi kerugian yang dialami warga sekitar, mereka terpaksa harus berpindah tempat, karena rumah dan lahan tempat usahanya tergusur. (BBC Indonesia)


Terlebih efek sosial  yang bisa memberikan dampak buruk bagi rakyat. Budaya negatif yang dibawa oleh para wisatawan asing seperti meminum alkohol, pemakaian obat terlarang hingga zina bisa merusak masyarakat sekitar.


Tak hanya itu, digandengnya pihak swasta dalam mengembangkan bisnis wisata ini juga semakin membuktikan bahwa para pemegang kebijakan, telah berlaku abai terhadap rakyat. Dapat dipastikan yang paling diuntungkan dari proyek tersebut adalah para pemilik modal, sedangkan masyarakat hanya mendapatkan remahannya saja.


Berkaitan dengan sumber pendapatan negara, sebenarnya hasil dari sektor wisata tidak bisa dijadikan sebagai penyangga ekonomi. Karena sebenarnya ada sektor lain yang lebih strategis yang harusnya mendapat perhatian khusus yaitu kekayaan alam yang begitu melimpah. Negeri kita ini sangat kaya raya. Allah Swt. telah memberikan berbagai sumber daya alam seperti, minyak bumi, gas alam, emas, nikel, tembaga, dan berbagai barang tambang lainnya. Ditambah lagi dengan keragaman kekayaan laut yang beraneka ragam. Pengelolaan sumber-sumber kekayaan inilah yang seharusnya menjadi prioritas utama negara. Karena hal inilah yang akan menjadi pendapatan negara yang sangat besar. Jika semua itu dikelola sendiri oleh negara, niscaya kesejahteraan rakyat dan negara akan terwujud. Semua kebutuhan masyarakat akan terpenuhi, perekonomian pun tidak akan terpuruk sebagaimana saat ini. 


Namun sayang paradigma kapitalis yang diadopsi negeri ini telah menjadikan negara tidak bisa berbuat demikian. Para penguasa lebih tergiur dengan profit, dibandingkan dengan mengemban tugas sebagai pengayom dan pengurus rakyat. Ibarat kata, negara jor-joran mengejar keuntungan receh, sementara kekayaan yang melimpah, emas, barang tambang dan sebagainya, pengurusannya diserahkan pada pihak asing.


Dalam kacamata kapitalisme sekuler keuntungan materi akan selalu menjadi pandangan utama, walaupun hal demikian berpotensi menimbulkan kerusakan sosial. Ini menjadi bukti  abainya penguasa menjaga masyarakat dari potensi penyakit moral.


Lain halnya dengan paradigma Islam, yang berasaskan pada akidah Islam. Hanya dalam sistem inilah konsep negara yang bertanggung jawab terhadap rakyat akan didapati. Para pemimpin dalam sistem Islam akan menjalankan tugas dengan serius atas dorongan ketaatan pada Allah Swt.. Termasuk dalam mengurus rakyat, hingga ia akan berupaya memberikan yang terbaik bagi umat agar kehidupannya sejahtera.


Rasulullah saw. bersabda, "Imam (pemimpin) itu adalah pengurus/pengembala. Dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang diurusnya" (HR. Bukhari)


Terkait dengan wisata, Islam memandang sebagai sesuatu yang diperbolehkan selama tidak melanggar batas syarak. Umumnya pariwisata ditujukan untuk kebutuhan tadabur alam, agar  mengenal, mensyukuri serta lebih mendekatkan diri pada Sang Pencipta. Begitu juga dengan olahraga yang dipandang sebagai ikhtiar untuk menjaga kesehatan. Jadi bukan justru diarahkan untuk bisnis, apalagi untuk sekadar bersenang-senang, terlebih jika berpotensi melakukan maksiat.


Terkait dengan perekonomian dan pendapatan negara, Islam memiliki konsep ekonomi yang sahih. Orientasinya adalah pada terpenuhinya seluruh kebutuhan masyarakat, baik kolektif maupun individu secara kepala per kepala. Semua itu terwujud karena penguasa menjalankan aturan yang berasal dari Zat Pengatur manusia. Termasuk dalam hal ini dengan mengelola sumber daya alam sebagai salah satu pendapatan negara yang berkesinambungan. Dengan begitu, dalam sistem ini tidak akan ditemui berbagai program pengembangan, atau pun bisnis seperti sport tourism yang ditujukan untuk menambah pendapatan negara.


Oleh karena itu untuk membangkitkan perekonomian, dibutuhkan penerapan sistem yang sahih yaitu sistem pemerintahan Islam yang akan menerapkan aturan Islam kafah. Bukan dengan menggenjot sektor pariwisata dengan sport tourismnya dan mempertahankan sistem batil kapitalisme sekuler. Wallahu a'lam bi ash-shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post