Oleh Jasli La Jate
Pegiat Literasi
Warning! Para pengusaha ritel minyak goreng geram. Lantaran belum mendapatkan kepastian utang dari pemerintah. Mereka mengancam akan membuat minyak goreng langka di pasaran lagi bila pemerintah belum membayar utangnya.
Utang pemerintah kepada para pelaku usaha minyak goreng tersebut berawal dari program minyak satu harga yang diluncurkan pemerintah pada awal Januari 2022. Ketika itu, peritel diwajibkan menjual minyak goreng dengan satu harga Rp14.000 per liter. Padahal modal pembelian mereka sudah di atas Rp17.620 per liter. Pemerintah belum membayar rafaksi atau selisih harga minyak goreng tersebut. Total utang senilai Rp344 miliar.
Ketua Umum Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey menyatakan, bila pemerintah tak kunjung membayarkan utangnya, maka perusahaan ritel di seluruh Indonesia akan menghentikan pembelian minyak goreng dari produsen, selain itu memotong tagihan ke distributor, dan mengurangi pembelian minyak goreng. Bahkan sampai menggugat pemerintah melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika ancamannya tidak didengar. (cnnindonesia.com, 20/8/2023)
Salah Tata Kelola
Sebenarnya masalah minyak goreng berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan rakyat. Jika pemerintah bisa memenuhi segala yang dibutuhkan masyarakat secara murah bahkan gratis secara langsung. Masalah ancam mengancam tidak akan terjadi. Namun negara dalam naungan kapitalisme tidak bertanggung jawab terhadap rakyat.
Seluruh penentuan harga-harga diserahkan kepada mekanisme pasar dan pelaku pasar salah satunya adalah para pengusaha ritel. Akhirnya, rakyat harus berjuang sendiri untuk dapat memenuhi segala kebutuhannya dengan harga mahal. Nanti ketika harga bergejolak, barulah negara hadir untuk menormalkan harga. Itupun tidak mampu menstabilkan harga di pasaran. Jadi, terlihat negara tidak begitu serius dan mau berlepas tangan terhadap urusan rakyatnya. Inilah ciri ekonomi kapitalisme, harga dilimpahkan pada mekanisme pasar. Peran negara dimandulkan, semua urusan diserahkan pada korporasi.
Sesungguhnya dari kasus ini juga menunjukkan bahwa salahnya pengelolaan sumber daya alam. Sumber daya alam di negeri ini begitu berlimpah. Kelapa sawit yang merupakan salah satu sumber minyak goreng produksinya besar. Bahkan menjadi salah satu sumber pendapatan terbesar negara. Namun nyatanya, pengelolaannya diberikan kepada korporasi. Akhirnya minyak mentah banyak di ekspor ke luar negeri dibanding memenuhi kebutuhan dalam negeri. Hal ini memperlihatkan negara tersandera dalam kekuasaan korporasi. Negara tak berdaya dihadapan pengusaha. Harga minyak goreng yang merupakan kebutuhan rakyat akhirnya bergantung pada korporasi. Inilah konsekuensi penerapan kapitalisme. Negara bertindak sebagai pelayan korporasi bukan pelayan rakyat.
Hal ini tentu berbeda dengan negara yang menerapkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Negara dalam Islam bertanggung jawab penuh pada rakyat. Negaralah yang menyediakan kebutuhan bahan pokok termasuk minyak goreng dengan harga murah bahkan gratis. Artinya negara tidak boleh bergantung pada pihak manapun baik swasta maupun negara asing. Hal ini merupakan konsekuensi dari tugas negara sebagai pengurus urusan rakyat.
Dalam Islam, kepemilikan harta umum seperti hutan (kelapa sawit) adalah milik rakyat. Haram dikelola dan dikuasai oleh swasta. Negara yang harus mengelola dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat baik dalam bentuk kebutuhan sandang, papan, pangan, juga melalui pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Negara akan melakukan mekanisme harga kebutuhan pokok yang dapat dijangkau masyarakat. Salah satunya rantai pangan mulai dari hulu sampai hilir harus diatur sesuai dengan Islam. Negara juga akan menjamin ketersediaan pasokan barang dalam negeri dengan mengoptimalkan penyerapan hasil produksi petani lokal. Negara tidak boleh mengekspor selama kebutuhan dalam negeri belum tercukupi. Bahkan negara akan mengimpor bila kebutuhan masih kurang. Selain itu, dalam menjaga stabilitas harga, negara akan melakukan pengontrolan dan pengawasan kegiatan ekonomi. Sehingga tindakan-tindakan curang seperti, penimbunan, penipuan, monopoli pasar tidak terjadi. Bila pun terjadi penguasaan pasar oleh para ritel, maka negara akan menindak dengan tegas.
Sungguh ironi pengusaha mengancam pemerintah. Seakan kendali ada di tangan pengusaha. Dalam negara kapitalisme, ini adalah sebuah keniscayaan. Negara tunduk para korporasi. Pengusahalah yang memegang pasar. Sudah saatnya kehidupan diatur sesuai Islam. Kelangkaan dan penguasaan kebutuhan rakyat oleh korporasi tidak akan terjadi. Wallahualam bissawab
Post a Comment