Aktivis muslimah ngaji
Rencana pembangunan Patung Soekarno setinggi 100 meter di Kabupaten Bandung menuai kontroversi. Patung yang rencananya dibangun bersama dengan pengembangan kawasan wisata dan Kotabaru/Kota Mandiri (Taman Asia Afrika) diperkirakan menelan Biaya triliunan. Rencana pembangunan patung Soekarno di Jawa Barat menuai kontroversi. Banyak pihak yang mengkritisi pembangunan patung sang proklamator ini. Mengingat biaya pembangunannya yang menelan angka Rp10 triliun hingga Rp20 triliun. Terlepas dari mana sumber pembiayaannya, pembangunan patung ini mencerminkan matinya rasa empati terhadap kondisi masyarakat saat ini. Bupati Bandung Hengki Kurniawan menyatakan biaya besar itu tidak ditanggung oleh APBD, tetapi murni investasi dari pihak luar, yakni konsorsium Ciputra dan PTPN VIII, sehingga harus dibantu perizinannya. Rencana pembangunan patung Soekarno di Jawa Barat menuai kontroversi. Banyak pihak yang mengkritisi pembangunan patung sang proklamator ini. Mengingat biaya pembangunannya yang menelan angka yang fantastis. Terlepas dari mana sumber pembiayaannya, pembangunan patung ini mencerminkan matinya rasa empati terhadap kondisi masyarakat saat ini.
Influencer Dakwah Aab Elkarimi mengungkapkan pembuatan patung Soekarno itu bisa juga digunakan untuk legacy (legasi/warisan) rezim agar rezim bisa dikenang. Karena untuk ambisi kekuasaannya lanjutnya, maka rezim bersikeras dan ngotot untuk membangun objek arsitektur dan juga infrastruktur. “Kemudian mengokohkan pemikiran, mengingatkan terus-menerus dengan satu tanda berupa objek-objek arsitektur yang monumental, yaitu objek visual yang sangat mudah sekali untuk dilihat, yang dalam kasus ini kita akan berbicara tentang patung presiden pertama Insinyur Soekarno,” bebernya. Aab juga mengungkapkan, bahwa yang diuntungkan dari pembuatan patung tersebut tentu pendukungnya, anak keturunannya, dan partai-partai yang mengklaimnya. Meskipun faktanya, beber Aab, di dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia bukan hanya dari kalangan nasionalis saja melainkan dari golongan Islam juga ada. Menurut Aab, jika ini (patung Soekarno) terus dikomunikasikan dan dirawat maka yang terjadi adalah sakralisasi. “Termasuk juga bekerja untuk mengeliminasi tokoh-tokoh lain dengan sendirinya di benak masyarakat".
Pembangunan patung serta kota mandiri yang diperkirakan menelan biaya Rp 10 triliun sampai Rp 20 triliun juga perlu dipertanyakan manfaatnya untuk rakyat. Jangan-jangan ini hanya untuk ambisi politik kelompok tertentu dan keuntungan oligarki. Pembangunan patung itu juga seolah-olah menafikan peran para pahlawan lain yang tak kalah berjasa melawan penjajahan. Apalagi pembangunan kota mandiri yang semakin marak di Indonesia terbukti hanya menjadi kawasan elitis yang dinikmati oleh segelintir orang. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Andrinof Chaniago pernah menyindir kota mandiri cenderung diskriminatif karena hanya dimiliki oleh masyarakat berkantong tebal. Sering terjadi ketimpangan sosial dan ekonomi yang tinggi antara kawasan kota mandiri dan masyarakat di luarnya.
Padahal hari ini menurut Bank Dunia ada 40% warga miskin di Indonesia, ada 81 juta warga milenial tidak punya rumah, juga ada 20 juta warga tinggal di kediaman tidak layak huni. Rakyat Indonesia terutama di pelosok juga masih kekurangan layanan kesehatan yang memadai. Ada 171 kecamatan di Indonesia belum punya puskesmas. Ada 586 puskesmas belum memiliki dokter. Sementara itu, dari 18.206 desa yang berada di daerah tertinggal, 34 persen di antaranya masih belum memiliki akses jalan yang baik. Amat miris jika negeri Indonesia yang mayoritas Muslim ini justru warga dan pemerintahnya gemar membangun patung yang jelas telah diharamkan oleh syariah Islam. Apalagi biayanya amat besar, sementara manfaatnya sekadar untuk estetika belaka. Padahal puluhan juta rakyat membutuhkan sarana dan prasarana untuk menunjang kehidupan sehari-hari.
Dalam kondisi seperti ini seharusnya negara memprioritaskan kondisi rakyat yang mengalami kesulitan, karena himpitan ekonomi. Negara harus memastikan terlebih dahulu setiap warga negaranya telah terpenuhi kebutuhan pokoknya, karena ini adalah masalah utama bagi kelangsungan hidup manusia. Bagaimana rakyat ini bisa membangun, bisa berkreasi, bisa berkontribusi dalam kebaikan jika mereka masih pusing memikirkan urusan perut yang lapar? Menurut data BPS, jumlah penduduk miskin pada maret 2023 sebesar 25,90 juta orang dengan garis kemiskinan pada maret 2023 tercatat sebesar Rp550.458,-/kapita/bulan. Melihat besarnya angka kemiskinan di negeri ini, maka wajar jika pemerintah seharusnya mengutamakan alokasi APBN atau pembelanjaan negara untuk mengatasi kemiskinan terlebih dahulu, bukan membangun infrastruktur yang tidak mendesak dibutuhkan rakyat.
Yang tidak kalah pentingnya untuk diingat dan diajarkan kepada generasi muda adalah adanya catatan buruk dan salah dari seorang manusia yang terlahir dengan nama Koesno Sosrodihardjo tersebut, salah satunya berupa pengkhianatan yang sering dilakukannya untuk menjegal diterapkannya Islam dalam kehidupan bernegara. Hal ini penting dilakukan agar pewarisan informasi menjadi proporsional dan terhindar dari glorifikasi berlebihan yang ujungnya bisa menjadi kultus individu.
1. Soekarno menolak Islam sebagai dasar negara. Para ulama perwakilan dari Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan ormas Islam lainnya dalam Sidang Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI/PPKI) 1945 menginginkan Islam sebagai dasar negara, namun Soekarno dan tokoh-tokoh sekuler lainnya menolaknya dengan tegas lalu memunculkan istilah Pancasila sebagai nama lain dari sekularisme.
2. mengkhianati kesepakatan piagam Jakarta. Sehari setelah proklamasi, 18 Agustus 1945, Soekarno melakukan penghapusan sepihak tujuh kata (Dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya) dalam Piagam Jakarta 1945.
3. mengingkari janji akan diadakan pemilu enam bulan setelah penghapusan tujuh kata agar umat Islam dan ulamanya dapat memperjuangkan dasar negara Islam dalam konstituante hasil pemilu. Janji tersebut merupakan rayuan Soekarno kepada Ki Bagoes Hadikoesoemo (Muhammadiyah) agar untuk sementara setuju dahulu atas penghapusan tujuh kata tersebut sebelum akhirnya memperjuangkan Islam melalui pemilu. Namun sampai Ki Bagoes meninggal (1954), pemilu tidak juga dilaksanakan.
4. Pembubaran sepihak Sidang Konstituante. Soekarno melakukan pembubaran sepihak sidang yang merumuskan dasar negara (Islam atau Pancasila) dan undang-undang dasar sembilan bulan lebih awal dari jadwal yang disepakati lalu menyatakan kembali ke Pancasila dan UUD 1945.
5. Melakukan sinkretisme tiga ideologi dalam satu kabinet. Soekarno membentuk kabinet nasakom yang merupakan singkatan dari nasionalis (dari ideologi kapitalisme/sekuler), agama (dari Islam), dan komunis (dari ideologi komunisme/ateis).
Pengkultusan dan haram hukumnya
Dalam bahasa Arab aktivitas menggambar sesuatu disebut tashwîr. Tashwîr tidak hanya mencakup aktivitas menggambar dua dimensi, atau tidak memiliki bayangan, tetapi juga termasuk aktivitas membuat patung (at-timtsâl) dan pahatan (an-nahtu). Syariat Islam telah mengharamkan aktivitas tashwîr, yakni menggambar, memahat juga membuat patung setiap makhluk bernyawa. Apakah itu dibuat di atas kertas, kulit, tembok, koin, dan sebagainya. Sama saja. Keharaman ini berdasarkan sejumlah hadis Nabi saw. Di antaranya, Rasulullah saw. juga bersabda,
إِنَّ الَّذِيْنَ يَصْنَعُوْنَ هَذِهِ الصُّوَرَ يُعَذَّبُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، يُقَالُ لَهُمْ: أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ
“Sungguh orang-orang yang membuat gambar-gambar (makhluk bernyawa) ini akan diazab pada Hari Kiamat dan akan dikatakan kepada mereka, “Hidupkanlah apa yang kalian buat ini!” (HR Bukhari dan Muslim).
Rasulullah saw. pun pernah memerintahkan Ali bin Abi Thalib ra. dalam satu ekspedisi militer untuk menghancurkan patung-patung yang ia temui.
لاَ تَذَرْ تِمْثَالاً إِلاَّ هَدَمْتَهُ، وَ لاَ صُورَةً إِلاَّ طَمَسْتَهَا، وَ لاَ قَبْراً مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَيْتَهُ
“Janganlah engkau tinggalkan patung kecuali engkau hancurkan. Janganlah engkau tinggalkan gambar, kecuali engkau hapus. Janganlah engkau tinggalkan kuburan yang ditinggikan, kecuali engkau ratakan.” (HR Muslim).
Masih banyak lagi hadis-hadis yang menunjukkan keharaman aktivitas menggambar, memahat, dan membuat patung makhluk bernyawa, baik manusia atau hewan yang utuh maupun separuh. Ini karena hadis-hadis tersebut bersifat umum. Sebagian pendapat menyatakan kebolehan membuat patung didasarkan pada hadis yang menyebutkan Nabi saw. pernah membiarkan Aisyah ra. bermain boneka bersama-sama kawannya. Pendapat ini tidak tepat. Alasannya, karena yang digunakan oleh Aisyah adalah boneka yang dijadikan mainan anak-anak.
Sesungguhnya membuat patung-patung makhluk bernyawa, khususnya patung para pahlawan atau para tokoh, bukan budaya kaum muslim. Itu adalah tradisi orang-orang kafir. Dulu bangsa-bangsa seperti Mesir, Romawi, dll. biasa membuat patung para raja, tokoh atau pahlawan sebagai bentuk pengkultusan kepada mereka. Pada zaman modern, beberapa negara, seperti Uni Soviet dulu, membuat patung-patung tokoh mereka untuk dikultuskan oleh rakyatnya. Tentang hal ini, Allah Swt. berfirman,
وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا
“Mereka berkata, ‘Janganlah kalian sekali-kali meninggalkan sesembahan-sesembahan kalian dan jangan pula sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq maupun Nasr.’.” (TQS Nuh [71]: 23).
Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. bahwa ayat ini berkaitan dengan umat Nabi Nuh as. yang biasa membuat patung-patung orang-orang salih di antara mereka untuk mengenang mereka sekaligus memberi nama patung-patung tersebut. Lama-kelamaan mereka menyembah patung-patung itu. Oleh karena itu, budaya membuat patung makhluk bernyawa dengan tujuan mengenang dan memuliakan orang-orang terdahulu termasuk tasyabbuh terhadap orang kafir. Syariat Islam juga melarang pengultusan kepada seseorang sekalipun mereka adalah ulama, pahlawan, atau khalifah. Kaum Yahudi dan Nasrani adalah kaum yang berlebih-lebihan dalam menghormati dan memuliakan para nabi. Oleh karena itu, Rasulullah saw. mengingatkan kaum muslim agar tidak melakukan hal yang serupa. Sabda beliau,
لاَ تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ، فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ، فَقُولُوا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ
“Janganlah kalian melampaui batas dalam memuji diriku seperti perbuatan kaum Nasrani kepada Isa bin Maryam. Aku hanyalah seorang hamba-Nya. Karena itu, panggillah oleh kalian (aku ini), ‘Hamba Allah dan Rasul-Nya.’.” (HR Al-Bukhari).
Jelas, Rasulullah saw. telah menolak dan melarang diri beliau dikultuskan oleh umat beliau, padahal beliau adalah sosok yang ma’shûm (terpelihara dari dosa dan kesalahan), mendapatkan pujian dari Allah Swt., pemilik syafaat pada Hari Akhir. Lalu, apakah pantas manusia biasa dikultuskan oleh sesama manusia? Apalagi jika yang dikultuskan adalah pelaku kemungkaran dan kemaksiatan. Pengkultusan juga berbahaya karena akan membuat para pengikutnya menutup mata dari dosa-dosa dan kesalahan pihak yang dikultuskan. Bagi mereka, tokoh yang dikultuskan adalah sakral dan wajib dibela. Apa pun perbuatannya. Apalagi jika tokoh yang dikultuskan itu, misalnya, membawa pemikiran yang batil seperti paham sosialisme-komunisme dan memusuhi Islam. Ini makin berbahaya bagi umat. Sebabnya, ini akan membuat umat bukan saja mengkultuskan figur tokoh tertentu, tetapi juga membenarkan pemikiran batilnya itu.
Post a Comment