Ojol Tereksploitasi Dampak Sistem Kapitalisasi

 


By : Ulianafia (Ummu Taqiyuddin)

Ojek online atau ojol terus menuai permasalahan. Bahkan, semenjak dari awal ojol ini dijalankan. Seperti, bentrok dengan para pemilik kendaraan umum, taxi, maupun ojek motor sendiri. Dan kini, kedzaliman itu dirasakan oleh para sopir ojol yang tidak mendapatkan hak-hak sebagai pekerja maupun mitra dari pemilik aplikasi. Sebagaimana para ojol harus bekerja selama 52 jam per pekan dengan penghasilan antara Rp 10.000-Rp 100.000 per hari dan bahkan bisa Rp 0. (BBC.com, 26/72023)


Tentu ini adalah gambaran atas perbudakan dan penindasan, bukan sebagai pekerja atau mitra seperti yang pihak aplikasi inginkan. Sebab, kalau pekerja maka akan mendapatkan penghasilan tetap dan hak-hak sebagai pekerja yang dilindungi hukum dan hal ini ditolak oleh pihak aplikasi . Sedang, jika sebagai mitra maka untung rugi harusnya ditanggung oleh kedua belah pihak, yaitu sopir ojol dan pemilik aplikasi. Namun, faktanya kerusakan motor, bensin dan kuota harus ditanggung pihak sopir ojol sendiri.


Kapitalisme Menyuburkan Perbudakan Modern


Kesejahteraan ala kapitalisme yang dielu-elukan hampir seabad lamanya ini, ternyata tidaklah terwujud. Yang ada adalah praktik perbudakan yang memunculkan kemiskinan yang semakin menggurita. Seperti halnya ojol ini, yang awalnya dipandang sebagai solusi yang memudahkan masyarakat dalam bertrasportasi serta membuka lapangan kerja. Namun, faktanya perusahaan ojol ini nampak eksploitasi yang hanya mengejar keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa memperhatikan hak-hak para sopir ojol. Bahkan para  sopir ojol sendirilah yang harus menanggung semua kerugiannya. 


Ini memang bermula dari negara yang menerapkan sistem kapitalis sekuler liberal. Dimana negara hanya berperan sebagai regulator belaka, bukan pengurus urusan rakyat. Dari sini maka segala kebutuhan rakyat akan mudah dikuasai oleh swasta maupun asing. 


Sedang sebagaimana tabiat dari kapitalisme sendiri yang hanya mengejar keuntungan materi belaka. Maka tentu segala kebutuhan rakyat yang diurusnya akan dijadikan lahan untuk mencari keuntungan belaka bukan atas dasar memenuhi kebutuhan rakyat. Dari sinilah maka rakyat akan menanggung semua kebutuhan hidupnya sendiri serta mencari lapangan kerja sendiri. 


Jadilah sumber daya manusia yang melimpah ini dimanfaatkan oleh para kapital untuk memuluskan perusahaan dan bisnis-bisnis mereka dengan upah yang sangat murah. Sebab, meanset kapitalisme ialah meraup keuntungan sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya, tanpa memperhatikan sisi kemanusiaan ataupun yang lainnya.


Islam Menjamin Kesejahteraan 


Islam memiliki seperangkat aturan hidup yang adil dan sempurna. Dimana negara ada untuk mengatur urusan rakyat diatas hukum Islam. 


Islam menjadikan negara atau penguasa sebagai periayah dan junnah bagi setiap rakyatnya baik muslim maupun non muslim. Dengan demikian semua kebutuhan rakyat baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, maupun keamanan akan dijamin oleh negara.


Selanjutnya sistem kepemilikan dalam Islam yang memisahkan antara kepemilikan umum, pribadi dan negara. Menjadikan SDA akan terkelola dengan adil. Dimana SDA, seperti tambang, minyak, gas, hasil laut, hutan dan semisalnya menjadi kepemilikan umum, maka tentu akan dikelola oleh negara dan keuntungan sebesar-besarnya untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Dari sinilah maka negara akan membutukan SDM yang banyak untuk mengerjakan SDA tersebut. Sehingga, lapangan pekerjaan akan terbuka  luas bagi rakyatnya . Tentu dengan sistem upah yang sesuai tingkat pekerjaannya atau asas manfaat yang dihasilkannya. 


Demikianlah sistem Islam yang akan menjamin kesejahteraan dan bahkan keberkahan dalam kehidupan.

"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." (TQS. Al A'raf:96)

Post a Comment

Previous Post Next Post