Oleh Sumiati
Pendidik
Generasi dan Aktivis Muslimah
Dikutip
dari CNN Indonesia. Menteri
Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia
mengakui ketidakberpihakan pemerintah kepada usaha mikro kecil dan menengah
(UMKM).
Bahlil
mengatakan hal tersebut berdasarkan pengalamannya yang pernah menjadi pelaku
UMKM. Di mana pada saat itu untuk mencari tambahan modal dan membuat izin
dipersulit.
"Saya
pernah menjadi pelaku UMKM, pernah menjual ikan di pasar, menjual bawang, saya
pernah punya omzet Rp60 juta. Saya tahu betul sakitnya UMKM, pinjam uang di
bank diputar-putar, izin mau dibuat dimintakan uang, pinjam uang di bank
dimintakan aset, betul kan? Saya tahu sakit bapak ibu semua," ujar Bahlil
dalam acara Pemberian Nomor Induk Berusaha (NIB) Pelaku UKM Perseorangan di
Pekanbaru, Riau, Kamis (10/08/202).
Alih-alih
menolong rakyat kecil yang belajar tidak bergantung pada yang lain. Mereka
berupaya mandiri. Namun sayang, dalam sistem kapitalis, mereka sejatinya
menjadi ladang usaha para penguasa yang sebenarnya. Ketika mereka ditawarkan
pinjaman oleh bank dengan bunga ringan sekali pun, kenyataannya, mereka
mendapati pelayanan yang kurang menyenangkan. Tidak semua mereka dilayani
dengan baik dan mudah, tetapi ada yang disodorkan dengan berbagai syarat-syarat
yang menyulitkan mereka.
Terlebih
dari itu, dalam setiap bulannya mereka harus membayar cicilan ke bank,
sementara para pengusaha sesungguhnya, memanfaatkan uang mereka dengan
menjadikannya modal dalam usaha mereka, modal yang tentunya tidak sedikit. Para
pengusaha sesungguhnyalah yang menikmati keuntungan yang berlebih, ketimbang
para pengusaha kecil. Tentu hal ini, kecurangan yang nyata.
Dalam
syariat Islam, praktik hal seperti ini bukan hanya terjadi ketidakadilan,
tetapi lebih dari itu, ada pelanggaran syariat Islam karena bermuatan riba.
Terlebih, riba membuka para rentenir untuk menaikkan bunga di mana bunga
pinjaman jauh lebih besar daripada pokok pinjaman itu sendiri. Karenanya, Allah
Swt. melaknat para pelaku riba sebagaimana disebutkan dari sabda Rasulullah
saw.
"Allah
melaknat orang yang memakan (pemakai) riba, orang yang memberi riba, dua orang
saksi dan pencatat (dalam transaksi riba), mereka sama saja." (HR Muslim
dan Ahmad)
Allah
Swt. berfirman dalam surat Al-Baqarah
Ayat 275:
Artinya:
"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit
gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya."
Hal-hal
itu mereka alami di dunia, sementara di akhirat mereka akan dibangkitkan dari
kubur dalam keadaan sempoyongan, tidak tahu arah yang dituju dan mendapat azab
yang pedih. Demikian itu mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba karena
logikanya sama-sama menghasilkan keuntungan.
Padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Keduanya jelas
berbeda, karena jual beli menguntungkan kedua belah pihak yaitu penjual dan
pembeli, sementara riba merugikan salah satu pihak.
Dengan demikian, barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya setelah melakukan transaksi riba kemudian ia berhenti dan tidak mengulanginya lagi, maka apa yang telah diperoleh dahulu sebelum datang larangan menjadi miliknya. Riba yang sudah diambil atau diterima sebelum turun surah Al Baqarah ayat 275 boleh tidak dikembalikan. Namun, apabila transaksi riba diulangi kembali setelah peringatan Allah datang, niscaya mereka menjadi penghuni neraka. Pelaku riba akan kekal di dalamnya.
Wallahuaalam bissawab
Post a Comment