(Komunitas Literasi Islam Bungo)
Pulau Kalimantan menjadi wilayah yang tidak lepas dari kebakaran hutan dan lahan, setiap kali memasuki musim kemarau tak terkecuali Kalimantan Selatan.
Berdasarkan penanganan bencana kebakaran hutan dan lahan ( KARHUTLA) di Kalimantan Selatan yang dilaporkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah( BPBD) sejak juni hingga agustus 2023, luasan lahan terbakar mencapai 2.301,58 hektare yang diambil dari citra satelit. kemudian hotspot sebanyak 3.787 titik berdasarkan satelit dan patroli udara terpantau 727 titik api.
Diberitakan bahwa, kebanyakan area yang terbakar merupakan lahan kosong sehingga tidak diurus oleh pemiliknya. Lahan yang kerap terbakar di Kalimantan Selatan merupakan tanah gambut dengan tekstur lunak dan mudah ditekan sehingga cukup mudah kering dan terbakar ketika musim kemarau.
Ada 22 perusahaan penyebab kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terhitung sejak tahun 2015 sampai 2022.
KARHUTLA memang membawa dampak kerugian kesehatan dan ekonomi bagi masyarakat, bahkan hingga hilangnya nyawa. Maraknya kebakaran hutan dan lahan di negeri ini menunjukan gagalnya negara dalam mengelola hutan. Hal ini terjadi akibat kesalahan pembuat kebijakan termasuk pengelolan pelaksanaan regulasi dan penyimpangan dalam pelaksanaan teknis dilapangan.
Kesalahan pembuat kebijakan adalah kesalahan idiologis, sebab kebijakan yang terwujud dalam bentuk undang-undang adalah ekspresi hidup dan nyata dari idiologi yang diyakini oleh pembuat kebijakan.
Sumber utama kegagalan pengelolaan hutan selama ini adalah idiologi kapitalisme yang idividualis yang menomor satukan kepemilikan individu, wajar dalam sistem kapitalisme hutan dipandang sebagai kepemilikan individu.
Yakni miliki pengusaha melalui pemberian HPH( Hak penguasaan hutan) oleh pengusaha.
Undang-undang tentang kehutanan di negeri ini telah nyata memfasilitasi pemberian hak konsesi hutan pada perusahaan asing/ swasta. Tentu saja hal ini menjadi karpet merah bagi para korporasi yang hendak berinfestasi.
Selain mengutamakan hak individu kapitalisme juga telah mlahirkan sikap eksplotatif atas sumber daya alam seraya mengabaikan aspek moralitas, inilah yang dapat menjelaskan penyelewengan dan penyimpangan hingga mengorbankan lingkungan dan masyarakat.
Dalam mengelola hutan korporasi berhitung untung-rugi dan membakar hutan adalah cara termudah untuk pembukaan lahan.
Sejatinya, persoalan pengelolaan hutang di negeri ini hanya akan tuntas dengan penerapan sistem islam kaffah dibawah naungan khilafah islamiah.
Syariat islam telah menetapkan bahwa hutan termasuk dalam kepemilikan umum, bukan kepemilikan individu atau negara. Ketentuan ini didasarkan pada hadist Rasulullah saw
" kaum muslimin berserikat dalam tiga hal, dalam air, padang rumput ( gembalaan), dan api" (HR.AbuDawud, Ahmad, Ibnu Majah)
Hanya saja pemanfaatan atau pengelolaan hutan tidak mudah dilakukan secara langsung oleh orang per orang serta membutuhkan keahlian, sarana atau dana yang besar, maka negaralah yang diberi amanah untuk mengelolanya.
Negara memasukkan segala pendapatan hasil hutan kedalam baitul mall atu khas negara. Dan mendistribusikan dana nya sesuai kemaslahatan rakyat dalam koridor hukum-hukum syariah berupa pendidikan dan kesehatan gratis. Sebab negara melakukan pengelolaan hutan dengan prinsip pelayanan bukan berbisnis dengan rakyat.
Negara wajib menjaga kelestarian hutan terutama hutan gambut yang sangat bermanfaat untuk paru-paru dunia. Menyimpan air pada saat musim hujan dan sebagai sumber air pada saat musim kemarau tiba.
Selain itu hutan gambut adalah sumber habitat flora dan fauna yang menjaga keseimbangan alam. Negara wajib melakukan pengawasan operasional lapangan, ini dijalankan oleh lembaga peradilan yaitu Muhtasib( Qodhi hisbah) yang tugas pokoknya adalah menjaga terpeliharanya hak-hak masyarakat secara umum termasuk pengelolaan hutan.
Muhtasib misalnya menangani kasus pencurian kayu hutan, atu pembakaran dan perusakan hutan.
Jika masih ada yang melanggar negara harus memberi sanksi yang tegas kepada pelaku pembakaran hutan dengan ta'zir. Kadar dan jenisnya ditetapkan oleh kepala negara. sehingga menimbulkan efek jera dan tidak dicontoh oleh pihak lainnya.
Peraturan yang terperinci tentang kepemilikan, kesadaran untuk menjaga lingkungan dan sanksi yang tegas bagi pelaku kemaksiatan akan menjadi solusi tuntas atas kasus KARHUTLA.
Inilah mekanisme khilafah dalam mengelola hutan yang akan menghindarkan dharar bagi masyarakat dan lingkungan
Allahu a'lam bishawwab.
Post a Comment