Menguak Problematika Anak di Tengah Peringatan HAN


Oleh: Hamsina Ummu Ghaziyah


Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) selalu menarik untuk diulas. Pasalnya, puncak peringatan Hari Anak Nasional 2023 yang diselenggarakan di Kota Semarang,  mengusung tema "Anak Terlindungi, Indonesia Maju" yang diikuti oleh 644 anak dari seluruh Indonesia.


Dalam kesempatan tersebut, Kementerian PPPA menganugerahi Penghargaan Kabupaten/Kota Layak Anak 2023 kepada 360 kabupaten/kota yang terdiri atas 19 Kategori Utama, 76 Kategori Nindya, 130 Kategori Madya, dan 135 Kategori Pratama.


Sementara Penghargaan Provinsi Layak Anak (Provila) diberikan kepada 14 provinsi yang telah melakukan upaya keras untuk menggerakkan kabupaten/kota di wilayahnya dalam mewujudkan kota layak anak.

 

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengatakan, jumlah penerima penghargaan Kota Layak Anak 2023 yang meningkat di masing-masing kategori dari tahun sebelumnya mencerminkan komitmen pemimpin daerah mewujudkan pemenuhan hak anak. (Antaranews.com,23/7/2023)


Bintang Puspayoga pun kembali menuturkan bahwa penghargaan Kabupaten/Kota Layak Anak 2023 merupakan suatu bentuk apresiasi atas segala komitmen dan keseriusan para gubernur, bupati, wali kota, dan jajarannya yang telah berupaya menghadirkan wilayahnya  aman bagi anak.


Dalam mengusung tema bertajuk " Anak Terlindungi, Indonesia Maju", ada harapan dari setiap pihak dalam memajukan dan mengembangkan potensi anak dan membangun generasi gemilang hingga beberapa tahun mendatang. Hal ini tentu membutuhkan penunjang yang mampu membawa pada arus perubahan tersebut. Diantaranya, aspek kesehatan, ekonomi, pendidikan, perlindungan dan keamanan yang tentunya menjadi patokan dalam membangun generasi terdidik hingga dimasa yang akan datang dan masa selanjutnya.


Dalam membentuk generasi terdidik, pemerintah melakukan gebrakan dengan membentuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Dalam gebrakan ini ada setidaknya ada 7 program prioritas nasional 4 diantaranya ketahanan ekonomi, SDM berkualitas dan berdaya saing, pembangunan lingkungan hidup serta stabilitas politik hukum. Program ini sekiranya mampu memenuhi kebutuhan anak dan membangun potensi pada setiap diri anak-anak.


Namun demikian, dalam pemenuhan hak-hak anak masih menyimpan PR besar. Pasalnya, terhitung hingga saat ini persoalan anak masih menjadi problematika yang sukar untuk dituntaskan. Seperti halnya persoalan stunting, kekerasan seksual, layanan kesehatan yang kurang memadai, fasilitas pendidikan yang tidak efisien serta permasalahan lainnya yang tentunya berkaitan dengan masalah anak.


Masalah stunting misalnya, hampir di seluruh pelosok negeri mengalami stunting atau kondisi gizi buruk. Hal ini tak lain akibat pemenuhan gizi dan nutrisi pada anak kurang terpenuhi sehingga tumbuh kembang pada anak kurang optimal sesuai usianya. Dalam Rapat Kerja Nasional BKKBN (25/1) Kementerian Kesehatan mengumumkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) dimana prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4 persen pada 2021 menjadi 21,6 pada 2022. Meskipun demikian pemerintah tetap berusaha menargetkan prevalensi stunting di 2023 menjadi 17 persen.


Selain masalah stunting, kekerasan seksual pada anak pun tak pernah luput dari pemberitaan. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat, jumlah kasus kekerasan hingga tindak kriminal terhadap anak di Indonesia mencapai 9.645 kasus. Itu terjadi sepanjang Januari sampai 28 Mei 2023. (Metrotvnews.com,4/6/2023)


Terlepas dari permasalahan stunting dan kekerasan seksual, kapitalisasi pendidikan pun masih menjadi problematika dikalangan orang tua apalagi yang terbilang kurang mampu dalam menyekolahkan anak-anak mereka. Mulai dari pendaftaran masuk sekolah hingga biaya pendidikan semua memerlukan biaya yang cukup besar apalagi ketika berada disekolah swasta. Daya saing dalam dunia pendidikan menyandingkan antara si kaya dan si miskin, yang artinya si kaya dapat menikmati akses dan fasilitas pendidikan yang terbilang cukup baik karena mampu merogok biaya yang cukup besar sementara si miskin hanya mampu bersekolah dengan fasilitas seadanya karena terkendala pada biaya. 


Jika ditelisik lebih dalam, persoalan anak sejatinya bisa saja dituntaskan manakala pemerintah atau negara lebih serius lagi dalam memperhatikan hak-hak anak. Misalnya dalam penanganan gizi buruk (stunting) negara bisa saja memanfaatkan berbagai hasil dari sumber daya alam dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat yang kurang mampu. Hanya saja, saat ini negara menerapkan sistem ekonomi kapitalisme yang mengakibatkan SDA tersebut dikuasai oleh korporasi asing.


Pun halnya dalam menanggulangi kekerasan seksual pada anak, negara seharusnya memblokir situs-situs yang mudah di akses oleh seluruh masyarakat seperti halnya konten pornografi. Karena konten pornografi yang menampilkan adegan-adegan vulgar menjadikan seseorang untuk melakukan tindakan asusila. Selain itu, pengaruh minuman keras, narkoba dan pergaulan bebas yang menunjang terjadinya kekerasan seksual pada anak. Negara seharusnya menutup keran impor masuknya brand-brand minuman keras yang masuk ke Indonesia dan melarang keras penjualannya. Terlebih lagi penetapan hukuman yang tidak mampu memberi efek jera bagi setiap pelaku.


Dari sisi pendidikan, seharusnya tidak dikapitalisasi apalagi melibatkan swasta asing didalamnya sebagai pemegang modal. Karena dalam hal ini tentu saja komersialisasi dalam dunia pendidikan tidak dapat dihindarkan karena bagaimana pun juga para pemegang modal tidak ingin rugi dan justru mengambil keuntungan dari kapitalisasi pendidikan tersebut. Walhasil, pemenuhan hak anak dalam dunia pendidikan tidak terpenuhi secara optimal apalagi bagi mereka yang miskin.


Dari berbagai ragam permasalahan yang mengikis hak-hak anak, sudah jelas bahwa sistem ekonomi kapitalisme tidak mampu memberi kesejahteraan pada diri anak. Keserakahan orang-orang yang berkepentingan dengan lemahnya keberadaan negara menjadikan hak-hak anak tidak terpenuhi secara langsung. Maka permasalahan ini harus dikembalikan kepada sistem yang lebih baik dan tepat yang tak lain adalah sistem Islam.


Islam adalah agama yang sempurna (kaffah). Dikatakan sempurna karena memiliki seperangkat aturan yang mampu mengatur seluruh aspek kehidupan manusia.  Islam mampu memberi solusi fundamental terhadap berbagai permasalahan umat, baik dari sisi ekonomi, pendidikan, sosial budaya, ekonomi dan pemerintahan. Oleh karena itu, mengapa Islam dipandang sebagai sebuah ideologi bukan sekedar agama ritual belaka.


Di dalam sistem Islam, kebutuhan hidup masyarakat merupakan tanggungjawab negara. Terutama kebutuhan pokok, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Dalam menjamin kesejahteraan rakyat, negara wajib mengupayakan pendistribusian sumber daya alam di seluruh pelosok negeri.   Dengan upaya ini, negara bisa mengikis kemiskinan serta ketimpangan yang terjadi dalam kehidupan rakyat saat ini.


Seperti halnya permasalahan stunting, dalam negara khilafah senantiasa berupaya menyediakan layanan kesehatan dan konsultasi permasalahan gizi secara gratis. Disamping khilafah menjamin dan menyediakan makanan yang bergizi dan bernutrisi secara gratis terutama bagi anak-anak melalui pos-pos pelayanan makanan.


Dari sisi pendidikan, khilafah menjamin sepenuhnya baik fasilitas dan infrastruktur pendidikan yang cukup memadai seperti laboratorium, gedung-gedung sekolah, balai penelitian, buku-buku pelajaran serta tenaga pengajar yang ahli di bidangnya dengan gaji yang cukup bagi para guru dan pegawai yang bekerja dengan kantor pendidikan. Seluruh fasilitas dan infrastruktur pendidikan diberikan secara gratis tanpa pungut biaya sepeserpun dan itu diambil dari Baitul mal yakni dari pos fa'i dan kharaj serta pos milkiyah 'amah.


Sementara dari sisi keamanan untuk menanggulangi kekerasan seksual pada anak, khilafah akan memberlakukan aturan secara tegas seperti halnya penerapan sistem sosial yakni menjaga interaksi antara perempuan dan laki-laki seperti halnya aktivitas khalawat, menjaga pandangan, berpakaian sesuai syariat bagi perempuan menutup aurat secara sempurna serta menjaga ucapan dari hal-hal yang mengandung pornografi dan pornoaksi. Jaminan sistem sosial dalam Islam diberikan sebagai upaya tidak terjadinya tindakan pelecehan, pemerkosaan maupun kekerasan seksual pada anak.


Selain itu, negara secara tegas memblokir total seluruh akses internet yang menyajikan konten pornografi. Menutup kran impor minuman keras serta menetapkan sistem sanksi secara tegas bagi setiap pelaku tindak kejahatan seksual. Dengan jaminan keamanan yang diberikan negara maka rakyat tidak akan hidup dalam ketakutan dan akan memberikan rasa aman kepada setiap anak.


Didalam kitab Al iqtishadiyyah Al mutsla di sebutkan bahwa jaminan pemenuhan dasar bagi seluruh rakyat baik kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan dan keamanan berada ditangan negara. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:

الإِÙ…َامُ رَاعٍ ÙˆَÙ…َسْئُولٌ عَÙ†ْ رَعِÙŠَّتِÙ‡ِ


Imam itu adalah pemimpin dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya(HR al-Bukhari).


Namun dalam sistem ekonomi kapitalisme segala sesuatu yang menyangkut hajat hidup orang banyak justru dikapitalisasi dan dikuasai oleh segelintir orang dan korporasi asing. Lantai bagaimana kita mengharapkan kesejahteraan pada anak-anak kita saat ini sementara pemenuhan hak-hak mereka justru dikapitalisasi.


Jadi, Perayaan Hari Anak Nasional dengan mengusung beragam macam tema sesungguhnya hanya sebatas selebrasi tanpa solusi fundamental yang membawa perubahan hakiki pada kesejahteraan anak. Sudah saatnya kita kembali kepada penerapan Islam secara kaffah, mencabut akar masalah yakni kapitalisme yang membawa ketimpangan dalam kehidupan masyarakat. Bukankah sejarah sudah membuktikan bahwa sistem Islam merupakan sistem terbaik sepanjang masa dan terbukti 13 abad lamanya umat hidup dalam kesejahteraan. Wallahu A'lam

Post a Comment

Previous Post Next Post