LPG Melon Kembali) Langka, Ada Apa?


Oleh: Farah Sari, A. Md

(Aktivis Dakwah Islam) 


Masyarakat kembali resah. Terutama kaum ibu. LPG melon kembali langka untuk kesekian kalinya. Padahal banyak kebutuhan pokok yang bergantung keberadaannya pada LPG melon. Ada apa dibalik langkanya LPG melon tersebut? 


LPG 3 kg subsidi kembali langka di sejumlah daerah.  Ada berbagai penyebab, termasuk peningkatan konsumsi dan dugaan tidak tepat sasaran. Dikutip dari laman CNN Indonesia, (27/07/23) Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menyatakan ada subsidi yang tak tepat sasaran.


Disisi lain,  pemerintah meluncurkan LPG 3 kg non subsidi. Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menilai langkah pemerintah meluncurkan produk LPG 3kg non subsidi bermerek Bright dengan harga yang lebih mahal di tengah masyarakat yang kesulitan mendapatkan gas LPG 3 kg bersubsidi, sebagai sebuah tindakan yang ia sebut “super tega” pada masyarakat. Ia memperkirakan hadirnya LPG 3 kg non subsidi itu akan meningkatkan tindak penyalahgunaan LPG 3kg bersubsidi oleh pihak tertentu. Mengingat selisih harga jualnya sangat besar. Dimana saat ini Pertamina menjual LPG 3 kg merek Bright seharga Rp56.000 terbatas di Jakarta dan Surabaya. Sementara gas melon 3 kg bersubsidi sebesar Rp20.000. dprgoid (27/07/23).


Sungguh miris, beban hidup masyarakat akan semakin berat. Ketika LPG bersubsidi dikurangi apalagi jika diganti dengan LPG non subsidi. Tingginya konsumsi LPG bersubsidi menunjukkan kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk membeli cenderung pada LPG bersubsidi. Maka seharusnya pemerintah mempertimbangkan dengan baik kondisi ini. Dan mempermudah masyarakat memenuhi kebutuhan hidupnya (LPG). Pemerintah seharusnya menunjukkan keberpihakannya ada pada rakyat. Yaitu mempermudah urusan rakyat dan mensejahterakan rakyat. 


 Lalu apa sebenarnya penyebab pemerintah sulit menyediakan LPG yang murah, berkualitas dan bisa diakses oleh sikaya dan miskin? Jawabannya adalah karena salah aturan dalam tata kelola bernegara. Termasuk dalam mengelola SDA berupa LPG. Kesalahan ini berawal dari penerapan sistem demokrasi kapitalis sekuler yang bertentangan dengan pengaturan syariat Allah(islam). 


Ketersediaan LPG adalah tanggungjawab pemerintah. Kelangkaan ini adalah bukti gagalnya pemerintah memenuhi kebutuhan pokok rakyat. Adanya LPG non subsidi dalam waktu yang bersamaan apalagi diklaim lebih aman, jelas memberikan ‘pasar’ pada kapital/pengusaha. Inilah mekanisme yang dihasilkan dari penerapan sistem demokrasi kapitalis. Negara bukan pihak yang menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan rakyat. Tapi pemenuhannya diserahkan kepada pihak lain( kapital/pengusaha). 


Bisakah masyarakat memperoleh kebutuhan LPG  dengan mudah dan murah? Tanpa harus dibedakan status kaya dan miskin. Seluruh rakyat mendapat perlakuan yang sama dalam mengakses kebutuhan LPG? Jawabannya bisa. Jika menggunakan paradigma islam. Negara adalah pihak yang menjaminan pemenuhan kebutuhan LPG rakyat. Dikelola sesuai dengan pengaturan syariat islam. Berikut mekanismenya:


Pertama, Islam menetapkan pemimpin adalah pihak yang bertanggung jawab mengurus rakyatnya. Negara berkewajiban menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat termasuk LPG. Tanggung jawab ini dilakukan karena dorongan keimanan kepada Allah Swt. Dan keyakinan bahwa Allah akan meminta  pertanggung jawaban di akhirat. Sehingga seorang pemimpin harus memahami bagaimana syariat islam memastikan terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat, termasuk LPG.


Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” [Hr. Bukhari dan Muslim]


Faktanya, penerapan sistem demokrasi kapitalis saat ini menjadikan asas sekuler dan liberal sebagai landasan. Dalam menjalankan kebijakan negara. Sehingga hilang keimanan dan keterikatan pada hukum syarak dalam diri pemimpin. Akhirnya mengambil kebijakan yang bertentangan dengan syariat dan tidak untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Mengambil aturan demokrasi yang rusak. Dan menghasilkan kerusakan. 


Kedua, penerapan sistem ekonomi islam meniscayakan ketersediaan LPG untuk semua rakyat. Tanpa harus membedakan kaya atau miskin. Disediakan dengan harga murah bahkan bisa gratis. Karena Islam mengharuskan pengelolaan sumber daya alam (SDA) oleh negara secara penuh. Tidak boleh diserahkan kepada negara asing. Besarnya potensi SDA termasuk penghasil panas/energi yang dikelola penuh negara akan memudahkan tersedianya LPG bagi rakyat. 


Rasulullah Saw. bersabda: "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Hadits tersebut menyatakan bahwa kaum Muslim (manusia) berserikat dalam air, padang rumput, dan api. Dan bahwa ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu. 


Jika negara dihadapkan pada keterbatasan ilmu, teknologi dalam mengolahnya maka bisa membayar tenaga ahli profesional dan idealis untuk mengajarkan. Sehingga kemandirian dalam mengelola SDA berupa energi/panas bisa diwujudkan. Hasilnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Memenuhi kebutuhan LPG dan kebutuhan pokok dasar masyarakat lainnya. 


Faktanya, sistem demokrasi kapitalis telah membuka pintu investasi bagi kapital/pengusaha untuk berbisnis. Sumber daya alam potensial penghasil panas/energi bisa miliki oleh individu atau kelompok tertentu. Sehingga yang mendapatkan keuntungan dari potensi SDA adalah para kapital bukan rakyat. 


Demikianlah beberapa mekanis yang ada dalam syariat islam. Yang akan mampu menyelesaikan problem kelangkaan LPG. Bahkan kelangkaan ini bisa dicegah sejak awal dengan hadirnya seorang pemimpin yang menerapkan syariat islam.

Post a Comment

Previous Post Next Post