LPG Melon (kembali) Langka, Ada apa?


Oleh: Sarinah (Komunitas Literasi Islam Bungo)


LPG 3 kg bersubsidi kembali langka dan mengalami kenaikan di sejumlah daerah, seperti Balikpapan, Makasar, Bali, Banyuwangi, jawa Timur, Sumbar, Sumut, Lampung Utara dan sejumlah daerah lainnya.


Akibatnya sebagian warga terpaksa tidak memasak dan membeli nasi bungkus untuk makan sekeluarga. Sebagian lagi terpaksa menggunakan tungku kayu bakar untuk memasak.



Subsidi yang salah sasaran selalu menjadi alasan penyebab mahal dan langkanya LPG Melon. Dan  Gas melon hanya diperuntukkan bagi orang miskin dan usaha mikro. Namun banyak juga orang yang mampu dan restoran besar yang menggunakan BBM bersudbsidi ini. kondisi inilah yang  sering menjadikan Gas 3 kg tersebut langka.


Anehnya, pada saat elpiji melon lngka, muncul lah elpiji 3 kg nonsubsidi bermerk Bright, Gas dengan tabung berwarna pink. Ternyata Bright gas kemasan 33 kg tersebut sudah dipasarkan sejak tahun 2018 oleh Pertamina Patra Niaga. Harga elpiji pink kuh diatas elpiji melon. Elpiji melon biasa dijual seharga Ro 18 rubu - Rp 20 ribu, sedangkan elpiji pink 3 kg seharga Rp 56 ribu.


Elpiji pink dijual sesuatu harga pasar minyak dunia tanpa ada subsidi. Setiap fluktuasi harga minyak dunia akan berpengaruh pada harganya. Meski berbeda harga secara signifikan, isi elpiji melon maupun pink sama saja, bedanya ada pada kemasan saja. Bright Gas yang diklaim lebih amin karena menggunakan teknologi Double Spindle Valve System (DSKS).


Kisruh Elpiji ini menunjukkan bahwa ada kelalaian dalam pengaturan terhadap kebutuhan pokok warganya. Elpiji merupakan kebutuhan pokok masyarakat karena merupakan bahan bakar paling populer untuk memasak.


Presepsi bahwa subsidi membebani negara adalah merupakan pandangan khas idiologi kapitalisme. Dalam kapitalisme, mekanisme pasar sangat diagungkan setiap orang dibiarkan bersaing untuk memperoleh sumber ekonomi tanpa ada campur tangan negara. Negara lepas tangan terhadap pemenuhan kebutuhan pokok rakyat.

Rakyat diharuskan mandir dalam memenuhi kebutuhan pokoknya.


Karakter dasar pemerintahan dalam sistem kapitalisme berpresepsi bahwa subsidi akan membuat rakyat manja sehingga tidak produktif dan subsidi juga akan membebani APBN sehingga memberatkan negara. Padahal yang benar-benar membebani APBN bukanlah subsidi, tetapi pembayaran hutang negara berikut bunganya.


Jelaslah bahwa sistem ekonomi kapitalisme harus segera ditinggalkan dan dihantikan dengan sistem ekonomi yang adil, yaitu sistem islam. Politik ekonomi Islam  menjamin pemenuhan pokok rakyatnya termasuk energi.


Islam menetapkan bahwa negara harus menjamin ketersediaan energi bagi masyarakat. Baik untuk memasak, transportasi, penerangan, maupun lainnya. Negara akan menggunakan Sumber Daya Alam yang dimiliki untuk menyediakan bahan bakar bagi rakyat dengan harga murah atau bahkan gratis untuk seluruh rakyat,  bisa berupa listrik, BBM, elpiji, LNG, maupun energi alternatif seperti bayu, panas bumi, nuklir dll.


Semua kebijakan yang menyengsarakan rakyat akan ditata ulang karena tidak sesuai dengan prinsip islam.


Pengelolaan Sumber Daya Alam menjadi milik umum yang wajib dikelola negara. Kekayaan alam yang dimiliki oleh negeri-negeri muslim, berbagi sumber energi bisa digunakan, tidak harus tergantung pada minyak bumi. Jika memang jumlahnya semakin menipis  untuk keparluan memasak, negara bisa menyalurkan LNG yang jumlahnya berlimpah di indonesia melalui pipa-pipa kerumah warga.


Penyediaan LNG maupun jaringan dan infrastruktur pendukungya merupakan  tanggung jawab negara. Negara tidak boleh mengambil untung darinya. Negara boleh saja menjualnya ke rakyat, tetapi sebatas biaya operasional.


Dalam hadis riwayat Ahmad Rasulullah saw bersabda " kaum muslim berserikat dalam tiga hal; padang rumput, air dan api".

Sehingga  dari tiga hal tersebut tidak boleh di jual belikan.


Maka harus negara yang mengelolanya  tidak boleh dikelola oleh idividu atau swasta, sedangkan hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat untuk kesejahteraan rakyat. Allahu a'lam bisawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post