Oleh Lafifah
Aktivis Muslimah
"Air mengalir sampai jauh," sepenggal lirik dalam lagu Bengawan Solo karya Gesang. Membawa pada alam hayalan sebuah kondisi yang damai, sejuk, air yang melimpah, jernih dan memberikan kehidupan bagi alam semesta.
Apakah itu sepenggal lagu dongeng.
Bukan, itu nyata ada di negeri yang memiliki berjuta julukan atas berlimpahnya
air dan keindahan serta kesuburan "Negeri Indonesia" menjadi seperti
dongeng karena sekarang tidak nyata adanya. Kekeringan selalu melanda disetiap
musim kemarau. Dilansir oleh berbagai media dalam masalah kelangkaan air ini
salah satunya.
Media online-Banjar, tvOnenews, Sudah
puluhan tahun warga di Pangasinan RT 1 RW 13, Dusun Girimulya, Desa Binangun,
Kota Banjar, Jawa Barat, kesulitan memperoleh air bersih. Air sumur milik warga
tidak bisa digunakan untuk minum karena terasa asin, sementara tidak ada
pasokan air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Anom.
"Sudah lebih dari 20 tahun kami kesulitan air bersih pak, air sumur di
sini asin dan tidak bisa dipakai untuk minum dan memasak," ungkap Bahtiar,
warga setempat, Minggu (06/08/2023).
Sebelumnya warga setempat juga juga
mendapat bantuan dari pemerintah dengan menggali sumur bor sedalam 100 meter, tetapi
air yang dihasilkannya tetap tidak layak konsumsi karena asin dan kotor.
Memasuki musim kemarau, warga semakin sulit memperoleh air bersih. Selain
mengandalkan air bersih bantuan dari BPBD (Badan Penanggulan Bencana Daerah)
Kota Banjar, kini warga harus merogoh lebih dalam kantongnya untuk mebeli air
bersih.
Sementara menurut Kepala Pelaksana
(Kalak) BPBD Kota Banjar, Kusnadi, krisis air bersih warga Pangasinan itu bisa
ditanggulangi dengan dua alternatif yakni membuat jalur pasokan air dari PDAM Tirta
Anom dan memasang mesin penyulingan air bersih di sumur gali yang asin.
"Kondisi ini memang sudah lama dirasakan warga dan kami akan terus
mengirim bantuan air bersih selama warga belum mendapatkan solusinya. Kami
menilai krisis air itu bisa ditangani dengan dua alternatif yaitu pemasangan
jalur pipa PDAM dan pemasangan mesin penyulingan," ucap Kalak BPBD Kota
Banjar, Kusnadi kepada tvonenews.
Indonesia termasuk negara dengan sumber daya air yang melimpah. Bahkan Indonesia menyimpan enam persen potensi air dunia, dengan curah hujan tinggi, bahkan rutin di guyur hujan selama 4-6 bulan per tahun. Namun pernahkah terlintas di benak kita jika suatu saat nanti negeri ini mengalami krisis air? Bayangkan jika air bersih akan menjadi sesuatu yang sulit didapatkan dan bagaimana kita akan hidup dalam situasi seperti itu.
Akar masalah dari krisis air yang
terjadi saat ini adalah kapitalisme yang diterapkan negara dalam menjamin
ketersediaan air, negara dalam kapitalisme hanya sebagai regulator pengontrol kebebasan individu, seperti
kebebasan kepemilikan, salah satunya adalah kepemilikan air, yang saat ini
banyak sekali di kelola oleh swasta, untuk tujuan keuntungan bagi individu
bukan pengelolaan swasta untuk kesejahteraan seluruh warga negara.
Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah perusahaan air bersih di Indonesia mencapai 544 perusahaan pada tahun 2021. Jumblah ini seharusnya sudah mampu mencukupi kebutuhan air seluruh warga negara yang membutuhkan. Namun jumlah air yang mencukupi saja tidak lah mampu menyelesaikan kelangkaan air, jika negara tidak mengambil alih pengelolaan air oleh swasta yang hanya untuk tujuan keuntungan pribadi, negara harus mengelola untuk kesejahteraan seluruh masyarakat yang membutuhkan dengan tidak membebankan biaya pada masyarakat. Inilah yang terjadi ketika negara masih menerapkan aturan kapitalisme dalam mengatur seluruh aspek kehidupan.
Hanya dengan aturan Islam saja lah
masyarakat akan sejahtera, di dalam Islam negara adalah junnah, yaitu pengayom, periayah umat. Dalam sebuah hadis
Rasulullah saw. bahwa "Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang
rumput, air dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Hadis tersebut menyatakan
bahwa kaum muslim (manusia) berserikat dalam air, padang rumput dan api, dan
bahwa ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu.
Wallahualam bissawab.
Post a Comment